Melanjutkan pendidikan tinggi masih dinilai penting oleh kalangan Gen Z. (Sumber gambar: George Pak/Pexels)

Hypereport: Minat & Tujuan Gen Z Mencapai Pendidikan Tinggi Pada 2025

30 December 2024   |   21:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Momen pergantian tahun biasanya dimanfaatkan untuk menyusun resolusi dalam berbagai bidang kehidupan, tak terkecuali untuk hal pendidikan. Melanjutkan pendidikan tinggi masih dinilai penting oleh kalangan Gen Z, dengan berbagai tujuan mulai dari mengasah kemampuan berpikir kritis hingga menunjang pengembangan karier.
 
Angga Sekarsany (26) salah satunya. Memasuki tahun baru 2025, perempuan yang berprofesi sebagai karyawan swasta itu punya resolusi untuk melanjutkan studi ke jenjang master atau S2. Dia ingin mengembangkan ketertarikannya dalam mempelajari bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA) ataupun linguistik forensik. 

Baca juga artikel terkait:
1. Hypereport: Perilaku Belanja Generasi Z, Tak Sekadar Beli
2. Hypereport: Self Improvement Gen Z di Dunia Karier 2025

3. Hypereport: Penguatan Fondasi Jadi Modal Penting Gen Z Mengelola Keuangan 2025
 
Menurutnya, pendidikan sarjana yang dimilikinya belum cukup untuk menunjang kariernya. Dia ingin bisa mahir dalam bidang tertentu, alih-alih bekerja dengan profesi yang masih terbilang umum lantaran hanya mengandalkan pengalaman pendidikan sarjananya.
 
Bagi Angga, penting untuk memiliki kemahiran dalam bidang tertentu saat ini agar bisa mencapai jenjang karier yang jelas. Dia merasa dengan hanya membawa gelar sarjana dan profesinya saat ini, tidak cukup untuk bisa mengembangkan kariernya secara maksimal.
 
"Menurut aku, kalau lulusan S1 itu [peluang] pekerjaannya bener-bener general aja. Mungkin itu juga kenapa ada anggapan enggak perlu khawatir kuliah [S1] apa aja, karena nanti kerjaannya juga enggak sesuai [jurusan]. Kalau S2 tuh pasti punya pekerjaan yang lebih fokus dan expertise," katanya saat dihubungi Hypeabis.id.
 
Berbekal pengalaman studi Sastra Indonesia di jenjang sarjana, Angga berencana untuk melanjutkan studinya di jenjang S2 antara ilmu BIPA atau linguistik forensik. Menurutnya, kedua jurusan itu memiliki peluang karier yang cukup menjanjikan di Indonesia, lantaran belum banyak yang menekuni studi tersebut.
 
"Lanjut ke S2 itu goals-nya lebih untuk upgrade diri, menunjang karier, sama membangun dan memperluas networking yang ujung-ujungnya buat karier lagi," kata perempuan lulusan Universitas Padjadjaran itu.
 
Untuk mewujudkan keinginan lanjut studinya, Angga pun sudah mulai mencari kesempatan beasiswa baik di dalam maupun luar negeri. Termasuk, mulai menggali informasi terkait persyaratan studi, seperti sertifikat bahasa Inggris, application letter, dan sebagainya. Semua itu dilakukannya di tengah kesibukan rutinitas pekerjaannya saat ini.
 
Angga mengatakan waktu dan biaya menjadi dua hal utama yang cukup menantang dalam upayanya ingin melanjutkan studi. "Karena selama persiapan melanjutkan studi juga kan butuh biaya. Memang dilema, di satu sisi pengen fokus persiapan studi, tapi di sisi lain enggak bisa lepas dari kerjaan. Cukup sulit," ucapnya.
 

Melanjutkan pendidikan tinggi masih dinilai penting oleh kalangan Gen Z. (Sumber gambar: George Pak/Pexels)

Gen Z menilai pendidikan tinggi penting untuk mengembangkan potensi diri dan menunjanh karier. (Sumber gambar: George Pak/Pexels)

Lain halnya dengan Felisitas Dhwani Wihangga (26) yang tengah menempuh studi S2. Perempuan yang akrab disapa Dhwani ini tengah menempuh studi magister jurusan Komunikasi di Universitas Gadjah Mada.
 
Sebelum berkuliah, Dhwani pernah bekerja sebagai content writer di sebuah perusahaan marketing. Namun, kehadiran teknologi ChatGPT yang telah mendisrupsi pekerjaannya, dia merasa tidak cukup modal untuk bisa bersaing di dunia kerja jika hanya berbekal pengalaman studi sarjana. Dia pun memutuskan untuk melanjutkan studi S2.
 
Studi Ilmu Komunikasi dipilihnya lantaran dirinya menganggap jurusan tersebut memiliki peluang karier yang luas. Lebih spesifik, dia berencana untuk mengambil peminatan studi Kajian Media dan Budaya. 
 
Menurutnya, peminatan itu memiliki spektrum peluang karier yang luas. Dia berharap dengan pengalaman dan pemahaman studi magisternya, bisa membawanya mendapatkan pekerjaan di berbagai bidang yang diminatinya, termasuk menjadi dosen. 
 
Dhwani berpendapat, melanjutkan pendidikan tinggi saat ini penting untuk mengembangkan kompetensi diri, membangun networking, serta mendapatkan peluang karier yang lebih kompetitif. Meski, dia tidak memungkiri bahwa kesempatan kerja untuk lulusan S2 di Indonesia masih cukup anomali.
 
"Menurutku [kesempatan kerja] lulusan S2 dari [kampus] di Indonesia ke dalam negeri aja enggak sesiap itu, apalagi lulusan dari luar negeri ke Indonesia yang terkadang jurusannya tidak begitu aplikatif," katanya.
 
Di tengah kondisi itu, Dhwani berusaha untuk menjajal berbagai kesempatan program pengembangan diri selama menempuh studi, seperti mengikuti unit kegiatan mahasiswa di bidang sosial, membantu program riset bersama dosen, hingga mengikuti konferensi internasional. Termasuk, terus menggali informasi dan pemahaman dalam proses penyusunan topik penelitian.
 
"Tahun 2025 resolusi untuk studiku semoga rencana konferensi internasional di Thailand nanti lancar," ucapnya.
 
Melanjutkan pendidikan tinggi juga sangat penting menurut Alya Lailani (23). Mahasiswa sekaligus kreator konten asal Banjarmasin ini tengah menempuh studi sarjana di Erciyes University di Turki, jurusan Hubungan Internasional. 
 
Ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi Alya memilih untu melanjutkan studi jauh-jauh ke Turki, salah satunya yakni ingin merasakan langsung sistem pendidikan Eropa yang menurutnya memiliki sistem pembelajaran yang santai, dosen yang seru, serta tugas yang sedikit namun kesempatan eksplorasi yang luas dalam banyak hal.
 
Selain itu, letak geografis Turki yang berada di antara benua Eropa dan Asia membuatnya tertarik untuk mempelajari sejarah Islam serta memberikan perspektif baru di bidang politik. Alasan lainnya termasuk biaya kuliah yang relatif murah dibandingkan negara-negara Eropa lainnya dan lingkungan yang ramah Muslim lantaran mayoritas penduduknya beragama Islam.
 
"Aku senang kuliah di Turki karena bisa belajar banyak hal tanpa takut di-judge. Seperti belajar MC dan public speaking, mengajar, membuat projek tentang disabilitas, perempuan dan psikologi, juga ikut organisasi, kepanitiaan dan komunitas di Turki," katanya.
 
Diakui olehnya kuliah di luar negeri juga membuat dirinya bisa bersosialisasi dan membuat jejaring dengan banyak orang dari berbagai negara. Menurutnya, hal ini bisa menjadi bekal penting ketika memasuki dunia kerja yang profesional, termasuk memacunya untuk terus belajar dan melanjutkan studi selanjutnya seperti S2 atau S3 di negara lainnya.
 
Kendati begitu, Alya mengatakan dirinya menghadapi sejumlah tantangan selama berkuliah di Turki. Mulai dari administrasi yang cukup kompleks untuk urusan pengajuan izin tempat tinggal setiap tahun dan mendaftarkan alamat rumah, hingga sistem hasil akhir nilai yang sangat bergantung dengan nilai ujian.
 
Selain itu, dia juga harus pandai-pandai menjaga pergaulan dan gaya hidup di negara sekuler, serta senantiasa memahami kondisi sosial-politik di Turki. 
 

Melanjutkan pendidikan tinggi masih dinilai penting oleh kalangan Gen Z. (Sumber gambar: George Pak/Pexels)

Gen Z masih hadapi tantangan dalam mengakses pendidikan tinggi. (Sumber gambar: George Pak/Pexels)

Angga, Dhwani, dan Alya adalah hanyalah tiga dari banyaknya Generasi Z yang memiliki minat besar untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Sebuah hasil riset bertajuk Indonesia Gen Z Report 2024 yang dirilis oleh IDN Research Institute, menemukan bahwa sebanyak 82 persen responden yang merupakan Gen Z mempertimbangkan untuk melanjutkan pendidikan. 
 
Laporan itu juga menyebutkan bahwa menabung untuk pendidikan memegang posisi penting dalam prioritas Gen Z, yang sangat menyadari pentingnya mengejar pendidikan tinggi. Mereka menyadari bahwa memperoleh gelar sarjana atau mengejar pendidikan lanjutan sangat penting dalam meningkatkan prospek karier dan potensi penghasilan di masa depan.
 
Kesadaran ini ditegaskan oleh pengamatan mereka terhadap kesulitan yang dihadapi oleh generasi sebelumnya dalam menavigasi pasar kerja pascapandemi, dan beradaptasi dengan lanskap kerja yang berubah, yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. 
 
Menanggapi tantangan ini, tulis laporan tersebut, Gen Z memahami pentingnya memperoleh keterampilan tambahan agar tetap relevan di pasar kerja yang berkembang pesat.
 
"Komitmen mereka untuk menabung demi pendidikan merupakan bukti tekad mereka untuk membekali diri, dengan kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan untuk berkembang di dunia di mana pembelajaran berkelanjutan dan kemampuan beradaptasi merupakan kunci kesuksesan," demikian tulis hasil riset tersebut.
 
Pengamat pendidikan Ubaid Matraji menilai pendidikan tinggi masih dianggap penting oleh kalangan Gen Z lantaran hal itu bisa meningkatkan kompetensi mereka. Selain itu, pendidikan tinggi juga dinilai dapat menjadi semacam 'investasi' sumber daya manusia, yang akan berdampak pada peningkatan ekonomi.
 
Terlebih, lanjutnya, di Indonesia, pendidikan tak dipungkiri masih memegang peranan penting sebagai persyaratan merja serta untuk menunjang karier seseorang. Mereka yang tamatan SMA/SMK biasanya akan mentok bekerja di sektor informal. Sebaliknya, untuk bisa mendapatkan pekerjaan di sektor formal dan kesejahteraan upah yang lebih baik minimal lulusan D3 atau S1.
 
"Bagi masyarakat yang punya sumber daya yang besar misalnya orang tuanya mapan, mungkin merasa enggak perlu kuliah. Tapi masyarakat yang enggak punya akses ke sumber daya, salah satu cara untuk memperbaiki nasib ya kuliah lalu mengembangkan jejaring, ketemu peluang baru dan berharap bisa merubah nasib," katanya.
 
Dia memandang, lulusan S2 dan S3 di Indonesia lebih banyak terserap dalam bidang akademisi dan birokrasi. Dalam dunia akademisi, seseorang biasanya diharuskan menempuh pendidikan tinggi S2 hingga S3 untuk promosi ataupun jenjanh profesi. Begitupun di birokrasi, jenjang pendidikan menjadi salah satu bekal untuk bisa naik pangkat atau jabatan.
 
Meski demikian, laporan yang sama juga menyebutkan bahwa kalangan Gen Z masih menemui tantangan dalam melanjutkan pendidikan tinggi salah satu yang utama yakni biaya. Hanya 30 persen responden yang percaya bahwa setiap orang dapat mengakses pendidikan yang berkualitas.
 
Sementara sebanyak 64 persen responden mengaku bahwa dukungan finansial seperti beasiswa dan lainnya diperlukan untuk mengakses pendidikan tinggi. Adapun, 6 persen lainnya percaya bahwa hanya orang kaya yang mampu mengakses pendidikan berkualitas.
 
Ubaid sepakat jika biaya masih menjadi tantangan utama Gen Z mengakses pendidikan tinggi. Hal ini menurutnya tidak terlepas dari kebijakan uang kuliah yang kian mahal di Indonesia. Selain itu, akses pendidikan yang masih terpusat di kota-kota besar juga membuat banyak orang mau tak mau harus mengeluarkan biaya besar untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
 
Di tengah kondisi tersebut, Ubaid menilai penting bagi anak muda khususnya Gen Z untuk punya semangat life long learning. Artinya, keinginan yang kuat untuk terus belajar baik di dalam maupun di luar pendidikan formal. Menurutnya, banyak sumber daya pendidikan yang bisa dimanfaatkan oleh Gen Z untuk bisa meningkatkan kompetensi diri.
 
Selain itu, penting juga bagi pemerintah untuk memiliki political will yang jelas dalam rangka memudahkan akses pendidikan tinggi bagi anak muda yang memiliki keinginan untuk melanjutkan studi. Salah satunya dengan memberikan subsidi sebesar-besarnya baik untuk kampus negeri ataupun swasta.
 
Di samping subsidi biaya kuliah, pemerintah juga dinilai perlu mengevaluasi peraturan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Menurutnya, sebaiknya kampus-kampus negeri dikembalikan statusnya menjadi perguruan tinggi (PT) biasa, untuk menghindari praktik-praktik komersialisasi yang rentan membebankan mahasiswa. 
 
"Kalau mau mencapai Indonesia Emas (2045) ya investasi sektor pendidikan ini udah enggak bisa ditawar. Jangan dianggap pengeluaran untuk sektor pendidikan itu spending, jangan. Pengeluaran sektor pendidikan itu adalah investasi untuk masa depan, untuk Indonesia Emas 2045," tuturnya.

Baca juga: Hypereport: Merancang Model Pinjaman Biaya Pendidikan Ideal di Indonesia
 
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Pesawat Jadi Moda Transportasi dengan Tingkat Keamanan Tertinggi Meski Dihantui Tantangan

BERIKUTNYA

Hindari Tertinggal Kereta, KAI Mengimbau Penumpang Datang ke Stasiun Lebih Awal

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: