Gen Z (Sumber gambar: Unsplash/ Andreas Klassen)

Hypereport: Self Improvement Gen Z di Dunia Karier 2025

30 December 2024   |   14:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Like
Perlahan tapi pasti, generasi Z (mereka yang lahir 1997 sampai 2012) kini makin mendominasi populasi Indonesia. Mereka bukan lagi remaja tanggung, sebagian gen Z mulai menjadi dewasa, masuk dunia kerja, dan turut menghadapi tantangan sosial ekonomi.

Di Indonesia, berdasarkan Sensus Penduduk 2020, jumlah Gen Z telah mencapai 79,93 juta jiwa. Generasi ini tengah berada dalam usia muda hingga remaja awal. Populasinya menjadi yang terbanyak, dibanding generasi milenial yang hanya 69,38 juta jiwa atau gen Z yang hanya 58,65 juta jiwa.

Setiap generasi itu unik. Dalam hal pekerjaan, gen Z kerap diasosiasikan punya pandangan dan pola kerja yang berbeda dari generasi sebelumnya. Hal ini yang kemudian kerap menjadi sebuah gap, stigma, tetapi juga peluang di satu sisi yang lain. 

Baca juga laporan terkait:  Riset dari firma Deloitte pada 2024 mengungkap mayoritas gen Z rupanya punya perbedaan ketika akan memilih pekerjaan dibanding generasi sebelumnya. Bagi gen Z, lima faktor utama mereka memilih pekerjaan adalah work life balance, kesempatan pembelajaran dan pengembangan, gaji dan keuntungan finansial, budaya kerja yang positif, serta jam kerja yang fleksibel.

Segendang sepenarian, riset bertajuk Mengungkap Preferensi Karier Gen Z dari Jangkara dan Jakpat juga tak jauh berbeda. Gaji, pengembangan karier, dan lingkungan kerja suportif jadi pilihan utama. Hal menarik, di riset ini, Gen Z tidak terlalu tertarik dengan jam kerja tradisional dan keharuan bekerja dari kantor. Hanya 8 responden yang tertarik WFO (work from office).

Menurut career coach Aditiyo Indrasanto, perbedaan generasi dalam memandang pekerjaan merupakan hal yang lumrah terjadi. Pasalnya, setiap generasi hidup di lingkungan kerja yang berbeda.

Zaman dahulu misalnya, opsi pekerjaan terbilang tidak banyak, informasi juga terbatas. Itulah mengapa orang-orang zaman dahulu akhirnya memiliki opsi pekerjaan dan konsep bekerja yang terbatas pula.

Aditiyo mengatakan era sekarang tentu saja berbeda. Saat ini, semua cenderung mudah didapatkan, informasi sangat terbuka, opsi jenis pekerjaan pun lebih banyak dan orang kini lebih bebas memilih.

“Jika ditarik lebih jauh lagi, dahulu manusia kan berada di era perbudakan. Sekarang dunia berubah. Manusia cenderung ingin bebas dan punya opsi untuk itu, begitu pula yang terjadi pada generasi sekarang,” katanya kepada Hypeabis.id.
 

Gen Z (Sumber gambar: Unsplash/ Annie Spratt)

Gen Z (Sumber gambar: Unsplash/ Annie Spratt)

Namun, Aditiyo menggarisbawahi bahwa berbicara generasi sebenarnya adalah hal yang kompleks. Sebab, setiap generasi memang punya tren atau kecenderungan tertentu. Akan tetapi, bukan berarti 100 persen demikian.

Dalam artian, meski sebagian gen Z lebih suka pekerjaan yang fleksibel, sebenarnya ada pula dari mereka yang tetap mempertimbangkan pekerjaan kantoran yang lebih pasti. Oleh karena itu, tidak bisa seluruhnya digeneralisasi.

Terkait dengan tren kerja fleksibel, Aditiyo menyebut progresnya sangat bergantung pada kondisi ekonomi dunia. Jika kondisi ekonomi cenderung stabil, opsi untuk bekerja fleksibel sangat mungkin berkembang dan menemukan bentuk-bentuk baru.

“Akan tetapi, bayangkan bila dunia gonjang-ganjing, bisa jadi opsi mendapatkan penghasilan terbatas. Oleh karena itu, mindset berubah, jadi ‘harus hidup’. Kalau sudah masuk mode ini, mau tidak mau mereka akan fight to survive,” imbuhnya.

Menurutnya, gen Z, yang mulai memasuki kerja era pandemi Covid-19, ketika fase work from home (WFH) terjadi, sebaiknya mulai ancang-ancang. Pasalnya, seiring dengan pandemi yang mereda dan situasi ekonomi yang stagnan, bisa jadi tren konsep kerja ini akan berubah lagi. 

Aditiyo mengatakan tren konsep bekerja memang dapat berubah-ubah. Hal ini sangat bergantung sebuah perusahaan dalam merespons kondisi ekonomi global. Kala itu, WFH jadi acuan karena orang sulit bepergian. Akan tetapi, bisa jadi situasinya sekarang berbeda. 

Baca juga: Tips Menjaga Kesehatan Mental di Kantor untuk Generasi Z dan Milenial


Meningkatkan & Memperkaya Skill  

Aditiyo mengatakan 2025 akan menjadi tahun yang mungkin tak sama dengan sebelumnya. Tentu saja, tantangan pekerjaan akan makin kompleks, seiring dengan kondisi ekonomi dunia. Namun, bukan berarti orang hanya bisa berdiam diri.

Menyongsong 2025, dia menyarankan setiap gen Z untuk melakukan self improvement, yakni upaya meningkatkan kualitas diri. Tujuannya agar diri kita bisa lebih baik dari tahun sebelumnya.

Namun, ke depan, pengembangan diri sebaiknya bukan hanya di hard skill semata. Menurut Aditiyo, orang-orang perlu juga mengembangkan soft skill. Hal ini penting agar seseorang bisa dinilai punya keunggulan berbeda. Keunggulan ini pula yang membuat mereka adaptif.

Soft skill ini akan jadi sangat krusial. Zaman sekarang saya banyak melihat orang tech say, tetapi lupa bergaul dengan manusia sesungguhnya. Lalu, ada yang sibuk dengan email, WhatsApp, atau aplikasi lain, tetapi lupa membangun kemampuan hubungan nyata dengan manusia lainnya,” jelasnya.
 

Gen Z (Sumber gambar: Unsplash/Brooke Cagle)

Gen Z (Sumber gambar: Unsplash/Brooke Cagle)

Aditiyo mengatakan pemahaman soft skill yang baik akan meningkatkan daya jual hard skill. Inilah pentingnya menyeimbangkan kedua hal tersebut. Selain itu, dirinya juga menyarankan agar gen Z bisa lebih adaptif dalam melihat peluang ke depan. Menurutnya, salah satu kelebihan generasi ini adalah kemampuan belajarnya yang sangat cepat.

Mereka bisa beradaptasi terhadap berbagai hal, terutama terkait teknologi. Namun, di sisi lain, people skills, justru jadi pekerjaan rumah bagi mereka. Menurutnya, gen Z mesti bisa memecah kebuntuan ini.

“Lalu, yang lebih penting ialah mindset kerja jangan hanya soal cari uang, kerja hanya ingin nyaman, atau lainnya. Kita harus punya rencana karier yang lebih menyeluruh, jabatan naik, gaji naik, scope of responsibilities juga naik. Selalu ingat, tidak pernah ada kerja yang sepenuhnya nyaman,” tutupnya.


Kiat Membangun Karier 

Psikolog Udinus Career Center Damar Anggiafitri mengatakan meski kerja fleksibel tengah jadi tren, gen Z perlu untuk tetap memperhatikan jenjang karier ke depan. Sebab, menurutnya, dalam hal bekerja atau berkarya, keberlanjutan dan progres tetap jadi acuan yang penting diperhatikan. 

Dalam membangun karier, menurut Anggi, kuncinya ialah mengetahui goal yang ingin dicapai. Sebab, bekerja tidak hanya soal bekerja. Meski fleksibel, orang-orang mesti tetap menentukan tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.

“Misalnya, kita ingin jadi manajer atau punya perusahaan sendiri. Maka perlu diperhatikan bagaimana jalan menuju ke hal tersebut, skill seperti apa yang dibutuhkan, dan sebagainya,” imbuhnya.
 

Gen Z (Sumber gambar: Unsplash/ Austin Distel)

Gen Z (Sumber gambar: Unsplash/ Austin Distel)

Psikolog klinis ini mengatakan dalam membangun karier gen Z cukup unik. Pasalnya, dukungan orang sekitar menjadi satu hal yang cukup penting. Dukungan dari keluarga atau orang terdekat dapat membuat potensi mereka lebih keluar.

Di tengah dunia yang serba cepat dan internet, dukungan memang jadi hal yang krusial bagi seseorang. Tak mengherankan, bila lingkungan juga jadi hal penting yang diperhatikan gen Z dalam memilih pekerjaan. 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Evolusi Robot Humanoid 2025, Semakin Canggih & Serbaguna

BERIKUTNYA

Apa Itu Kanker Usus Besar? Penyakit yang Diidap Pelawak Nurul Qomar

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: