Hypereport: Penguatan Fondasi Jadi Modal Penting Gen Z Mengelola Keuangan 2025
30 December 2024 |
20:30 WIB
Kondisi ekonomi yang diprediksi fluktuatif 2025 akan menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia, termasuk Generasi Z. Dengan begitu, generasi yang lahir dari 1997 sampai 2012 itu perlu memperkuat fondasi dengan melakukan berbagai hal, seperti peningkatan kemampuan dalam membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, informasi mengalir dengan deras – termasuk tentang pengelolaan keuangan. Banyak para pegiat di sektor ini juga memberikan pemahaman kepada para pengguna internet atau media sosial. Kondisi tersebut membuat Generasi Z yang lekat dengan internet dan dunia digitalisasi pun kian sadar dan paham tentang keuangan.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Perilaku Belanja Generasi Z, Tak Sekadar Beli
2. Hypereport: Self Improvement Gen Z di Dunia Karier 2025
3. Hypereport: Minat & Tujuan Gen Z Mencapai Pendidikan Tinggi Pada 2025
4. Hypereport: Kesehatan Mental dan Fisik jadi Fokus Utama Gen Z Hadapi Tantangan 2025
5. Hypereport: Karakteristik Gen Z, Profesi yang Diminati sampai Tingkat Kesejahteraan Hidup
Ikhsan, seorang mahasiswa sekaligus karyawan swasta, menganggap pengelolaan keuangan sebagai kunci penting untuk mencapai kebebasan finansial dan meningkatkan kualitas hidup. Pria kelahiran tahun 2000 ini terus berusaha menggali pengetahuan tentang cara mengatur keuangan dengan baik melalui berbagai sumber di internet, mulai dari artikel hingga literatur digital.
Dengan wawasan yang ia kumpulkan, Ikhsan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu strategi favoritnya adalah menyusun skala prioritas.
“Saya memastikan pengeluaran hanya difokuskan pada kebutuhan utama seperti kebutuhan dapur, pendidikan, dan transportasi. Sisa dari penghasilan secara disimpan ke dalam tabungan," ungkapnya kepada Hypeabis.id.
Perencana keuangan Mike Rini Sutikno menilai bahwa Generasi Z di Indonesia memiliki potensi yang baik dalam mengelola keuangan lantaran sangat melek terhadap teknologi dan aktif mencari informasi keuangan melalui berbagai platform.
Meskipun begitu, dia melihat ada gap antara pengetahuan dan praktik yang dilakukan. Secara umum, banyak generasi Z yang tahu tentang pengelolaan keuangan. Namun, masih kesulitan dalam pelaksanaannya di kehidupan sehari-hari.
Dalam beberapa kesempatan ketika diminta menjadi narasumber untuk mengisi acara diskusi persiapan keuangan saat pacaran, sebelum menikah, dan perjanjian pra menikah, Mike mendapati bahwa pembicaraan keuangan pribadi bukan lagi sesuatu yang tabu bagi generasi ini.
“Gen Z sepertinya makin terbuka untuk diskusi soal keuangan, ini pertanda baik yang memperlihatkan kesadaran lebih tinggi pentingnya komunikasi finansial,” ujarnya.
Dia menilai bahwa penting bagi Generasi Z memiliki kemampuan mengelola keuangan dan paham tentang literasi keuangan. Literasi keuangan bagi generasi ini bukan lagi sekadar tahu, tapi harus dipraktikkan dalam pengambilan keputusan keuangan sehari-hari.
Generasi Z bisa terbawa arus dengan ikut-ikutan tren dan terbujuk dengan produk atau layanan keuangan yang berisiko tinggi tanpa memahami risikonya jika tidak paham tentang literasi keuangan di era digital, yang penuh dengan berbagai pilihan produk keuangan.
“Akhirnya mereka menjebak diri sendiri kepada keputusan keuangan yang merugikan. Literasi keuangan tidak bisa ditawar lagi adalah life skill yang akan memengaruhi kualitas hidup mereka dalam jangka panjang,” tegasnya.
Pada 2025, Generasi Z perlu memiliki fondasi yang lebih kuat. Bukan tanpa alasan, tantangan keuangan yang dihadapi oleh generasi ini akan lebih kompleks pada tahun depan karena ada ketidakpastian ekonomi.
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 basis point (Bps) dari 11 persen menjadi 12 persen dan potongan pendapatan atau gaji akan memberikan tekanan ekonomi terhadap generasi Z. Dengan begitu, gaya hidup harus lebih realistis dengan mengutamakan kebutuhan yang menjadi prioritas.
Generasi Z dapat memulai dengan meningkatkan kemampuan membedakan antara kebutuhan dengan keinginan, disiplin dalam menelusuri pengeluaran, dan meningkatkan pemahaman tentang proteksi & asuransi. Tidak hanya itu, pada 2025, Generasi Z juga perlu mengembangkan keterampilan untuk melakukan investasi jangka panjang.
Mike mengatakan bahwa tantangan keuangan yang ada pada tahun depan bukan berarti membuat generasi Z tidak bisa melakukan kegiatan lain, seperti konser, jalan-jalan, menonton film, dan sebagainya.
“Generasi Z bisa kok tetap menikmati konser atau travelling asalkan dengan perencanaan entertainment yang realistis dan tetap memprioritaskan menabung dan investasi untuk masa depan serta menghindari hutang konsumtif,” ujarnya.
Dia menuturkan cara menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan konser, jalan-jalan, menonton film, dan sebagainya dengan kebutuhan investasi dan hidup adalah dengan memiliki gaya hidup sesuai kemampuan dan menikmati hidup sambil pelan-pelan membangun aset.
Generasi Z bisa menerapkan aturan anggaran 50-30-20 dalam pengelolaan keuangan. 50 persen untuk kebutuhan pokok, 30 persen keinginan, dan 20 persen untuk tabungan serta investasi.
“Jika anggaran sudah sesuai kemampuan, barulah memanfaatkan promo dan diskon untuk lebih menghemat. Saran saya Gen Z lebih selektif, tidak semua tren perlu diikuti kan, jadi prioritaskan kegiatan yang benar-benar memberi nilai tambah saja,” katanya.
Dalam berinvestasi, Generasi Z yang masih berusia muda memiliki time horizon investasi yang panjang, sehingga cenderung memiliki toleransi risiko yang lebih tinggi. Mereka bisa mempertimbangkan investasi seperti saham, reksa dana saham, atau aset digital seperti crypto currency dengan tetap berhati-hati.
Sementara pada 2025, instrumen investasi untuk lindung nilai seperti emas dapat menjadi pertimbangan guna mengantisipasi inflasi dan ketidakpastian ekonomi. “Yang penting memahami profil risiko pribadi lebih dahulu, lakukan riset mendalam, dan belajar dasar-dasar investasi dan memulai dengan jumlah kecil terlebih dulu agar lebih aman,” katanya.
Baca juga: Cek 4 Strategi Cermat Mengelola Pengeluaran di Tengah Rencana Kenaikan PPN 12 Persen
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Seiring dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, informasi mengalir dengan deras – termasuk tentang pengelolaan keuangan. Banyak para pegiat di sektor ini juga memberikan pemahaman kepada para pengguna internet atau media sosial. Kondisi tersebut membuat Generasi Z yang lekat dengan internet dan dunia digitalisasi pun kian sadar dan paham tentang keuangan.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Perilaku Belanja Generasi Z, Tak Sekadar Beli
2. Hypereport: Self Improvement Gen Z di Dunia Karier 2025
3. Hypereport: Minat & Tujuan Gen Z Mencapai Pendidikan Tinggi Pada 2025
4. Hypereport: Kesehatan Mental dan Fisik jadi Fokus Utama Gen Z Hadapi Tantangan 2025
5. Hypereport: Karakteristik Gen Z, Profesi yang Diminati sampai Tingkat Kesejahteraan Hidup
Ikhsan, seorang mahasiswa sekaligus karyawan swasta, menganggap pengelolaan keuangan sebagai kunci penting untuk mencapai kebebasan finansial dan meningkatkan kualitas hidup. Pria kelahiran tahun 2000 ini terus berusaha menggali pengetahuan tentang cara mengatur keuangan dengan baik melalui berbagai sumber di internet, mulai dari artikel hingga literatur digital.
Dengan wawasan yang ia kumpulkan, Ikhsan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu strategi favoritnya adalah menyusun skala prioritas.
“Saya memastikan pengeluaran hanya difokuskan pada kebutuhan utama seperti kebutuhan dapur, pendidikan, dan transportasi. Sisa dari penghasilan secara disimpan ke dalam tabungan," ungkapnya kepada Hypeabis.id.
Perencana keuangan Mike Rini Sutikno menilai bahwa Generasi Z di Indonesia memiliki potensi yang baik dalam mengelola keuangan lantaran sangat melek terhadap teknologi dan aktif mencari informasi keuangan melalui berbagai platform.
Meskipun begitu, dia melihat ada gap antara pengetahuan dan praktik yang dilakukan. Secara umum, banyak generasi Z yang tahu tentang pengelolaan keuangan. Namun, masih kesulitan dalam pelaksanaannya di kehidupan sehari-hari.
Dalam beberapa kesempatan ketika diminta menjadi narasumber untuk mengisi acara diskusi persiapan keuangan saat pacaran, sebelum menikah, dan perjanjian pra menikah, Mike mendapati bahwa pembicaraan keuangan pribadi bukan lagi sesuatu yang tabu bagi generasi ini.
“Gen Z sepertinya makin terbuka untuk diskusi soal keuangan, ini pertanda baik yang memperlihatkan kesadaran lebih tinggi pentingnya komunikasi finansial,” ujarnya.
Dia menilai bahwa penting bagi Generasi Z memiliki kemampuan mengelola keuangan dan paham tentang literasi keuangan. Literasi keuangan bagi generasi ini bukan lagi sekadar tahu, tapi harus dipraktikkan dalam pengambilan keputusan keuangan sehari-hari.
Generasi Z bisa terbawa arus dengan ikut-ikutan tren dan terbujuk dengan produk atau layanan keuangan yang berisiko tinggi tanpa memahami risikonya jika tidak paham tentang literasi keuangan di era digital, yang penuh dengan berbagai pilihan produk keuangan.
“Akhirnya mereka menjebak diri sendiri kepada keputusan keuangan yang merugikan. Literasi keuangan tidak bisa ditawar lagi adalah life skill yang akan memengaruhi kualitas hidup mereka dalam jangka panjang,” tegasnya.
Pada 2025, Generasi Z perlu memiliki fondasi yang lebih kuat. Bukan tanpa alasan, tantangan keuangan yang dihadapi oleh generasi ini akan lebih kompleks pada tahun depan karena ada ketidakpastian ekonomi.
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 basis point (Bps) dari 11 persen menjadi 12 persen dan potongan pendapatan atau gaji akan memberikan tekanan ekonomi terhadap generasi Z. Dengan begitu, gaya hidup harus lebih realistis dengan mengutamakan kebutuhan yang menjadi prioritas.
Generasi Z dapat memulai dengan meningkatkan kemampuan membedakan antara kebutuhan dengan keinginan, disiplin dalam menelusuri pengeluaran, dan meningkatkan pemahaman tentang proteksi & asuransi. Tidak hanya itu, pada 2025, Generasi Z juga perlu mengembangkan keterampilan untuk melakukan investasi jangka panjang.
Pengeluaran Konser & Jalan-jalan
Mike mengatakan bahwa tantangan keuangan yang ada pada tahun depan bukan berarti membuat generasi Z tidak bisa melakukan kegiatan lain, seperti konser, jalan-jalan, menonton film, dan sebagainya.“Generasi Z bisa kok tetap menikmati konser atau travelling asalkan dengan perencanaan entertainment yang realistis dan tetap memprioritaskan menabung dan investasi untuk masa depan serta menghindari hutang konsumtif,” ujarnya.
Dia menuturkan cara menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan konser, jalan-jalan, menonton film, dan sebagainya dengan kebutuhan investasi dan hidup adalah dengan memiliki gaya hidup sesuai kemampuan dan menikmati hidup sambil pelan-pelan membangun aset.
Generasi Z bisa menerapkan aturan anggaran 50-30-20 dalam pengelolaan keuangan. 50 persen untuk kebutuhan pokok, 30 persen keinginan, dan 20 persen untuk tabungan serta investasi.
“Jika anggaran sudah sesuai kemampuan, barulah memanfaatkan promo dan diskon untuk lebih menghemat. Saran saya Gen Z lebih selektif, tidak semua tren perlu diikuti kan, jadi prioritaskan kegiatan yang benar-benar memberi nilai tambah saja,” katanya.
Dalam berinvestasi, Generasi Z yang masih berusia muda memiliki time horizon investasi yang panjang, sehingga cenderung memiliki toleransi risiko yang lebih tinggi. Mereka bisa mempertimbangkan investasi seperti saham, reksa dana saham, atau aset digital seperti crypto currency dengan tetap berhati-hati.
Sementara pada 2025, instrumen investasi untuk lindung nilai seperti emas dapat menjadi pertimbangan guna mengantisipasi inflasi dan ketidakpastian ekonomi. “Yang penting memahami profil risiko pribadi lebih dahulu, lakukan riset mendalam, dan belajar dasar-dasar investasi dan memulai dengan jumlah kecil terlebih dulu agar lebih aman,” katanya.
Baca juga: Cek 4 Strategi Cermat Mengelola Pengeluaran di Tengah Rencana Kenaikan PPN 12 Persen
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.