Karya berjudul Migrasi di Pameran Antara Kecemasan dan Harapan (Sumber foto: Galeri Nasional)

Refleksi Pembangunan Ibu Kota Negara di Pameran Lukisan "Antara Kecemasan dan Harapan"

07 May 2023   |   18:30 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Bagai dua sisi mata uang, pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur memberikan harapan sekaligus kecemasan bagi para seniman di sana. Mereka percaya bahwa IKN akan membawa kemajuan bagi kampung halaman mereka. Namun, mereka juga was-was akan sisi negatif dari proyek strategis ini.

Ekspresi itulah yang mereka tuangkan dalam pameran bertajuk Antara Kecemasan dan Harapan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Berlangsung dari 6-28 Mei, pameran ini melibatkan 13 seniman lokal Kaltim. Mereka menyajikan 42 karya dalam bentuk lukisan. Salah satu seniman peserta pameran, Rudy Prasetyo mengatakan para pelaku seni di Kaltim mendukung rencana pemerintah membangun dan memindahkan ibu kota negara.

Baca juga: Menyimak Luapan Ekspresi Perupa Bumi Borneo di Galeri Nasional

”Kami mendukung, dari mendukung, ada rasa cemas. Kami memberikan perhatian lewat visual. Enggak cuma sekedar mendukung, tapi ada kritik supaya menjaga [alam],” katanya kepada Hypeabis.id.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo yang merupakan sarjana kehutanan tidak mungkin menggunakan hutan lindung di Kaltim dalam pembangunan ibu kota negara. Dia percaya bahwa sang presiden akan menjaga warisan alam tersebut.

Dalam pameran ini, Rudy menampilkan tiga karya. Salah satunya berjudul Nusantara Ibu Pertiwi (cat akrilik di atas kanvas, 100 x 80 cm, 2023). Lukisan ini bercerita tentang ibu pertiwi yang tidak berubah, kendati ibu kota berpindah dari Jakarta ke Kaltim. Di sisi lain, pembangunan menjadi tanda dimulainya era baru. 

Baca juga: Yuk Eksplorasi Megahnya Istana Negara IKN di Jagat Metaverse

Seniman yang pernah mengikuti pameran bersama bertajuk Hidden Borneo di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta, itu menggunakan simbol  wanita dengan menggunakan pakaian adat tari burung enggang dalam karyanya tersebut. ”Menyambut baik dengan ada pembangunan IKN. Tarian untuk menyambut dengan suka cita,” ujarnya.
 

Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto

(Sumber foto: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto)

Masih dalam lukisan Nusantara Ibu Pertiwi, sang seniman menggambar Istana Garuda karya Nyoman Nuarta yang akan dibangun dengan sentuhan monokrom. Menurutnya, penggunaan warna ini memperlihatkan bahwa pembangunan sedang dalam proses.

Adapun, kecemasan sang seniman terhadap IKN dilukiskan dalam karya berjudul Lestari Alam dan Budaya (cat akrilik di atas kanvas, 140 x 180 cm, 2022). Melalui karya ini, dia menyampaikan pesan bahwa pemindahan ibu kota tidak sekedar memindahkan pemerintahan atau rakyat.

Namun, perpindahan itu adalah proses membangun secara keseluruhan, yakni tatanan pendidikan, ekonomi, teknologi, dan sebagainya. Untuk itulah, dia menggunakan sejumlah simbol, seperti satelit, laptop, dan sebagainya dalam panel pertama.

Dalam panel kedua, Rudy menggambarkan hutan bakau dan dua anak yang tengah menari. Bagi Rudy, keduanya merupakan simbol agar pembangunan yang tengah berlangsung tetap melestarikan budaya dan alam yang ada. ”Ikon anak-anak menggambarkan [masyarakat] mengenal budaya sejak anak-anak, tertanam,” katanya.
 

(Sumber foto: Hypeabis/Yudi Supriyanto)

(Sumber foto: Hypeabis/Yudi Supriyanto)

Rudy memberikan perhatian terhadap pelestarian budaya lokal terkait pembangunan ibu kota negara. Sebab, mengacu pada Jakarta,, wilayah ini dipenuhi oleh beragam kebudayaan dari berbagai suku ketika menjadi ibu kota. Hal yang sama juga kemungkinan terjadi di Kaltim. Oleh sebab itu, pelestarian budaya lokal diperlukan agar tak tergerus oleh tradisi lain. 

Baca juga: Seperti Ini Seni Rupa Patung yang Diharap Ada di Ibu Kota Negara Baru

Dia khawatir suku asli Kalimantan Timur dapat tergeser seperti suku asli Jakarta pada saat ini. Kecemasan lainnya adalah mengenai kerukunan antara suku yang ada ketika ibu kota berpindah dari Jakarta. Dia menekankan penting bagi semua pihak untuk saling menghormati satu sama lain agar tercipta kerukunan antara satu dengan lainnya.

Tidak jauh berbeda dengan Rudy, seniman Mintosari juga memiliki harapan dan kecemasan dengan pembangunan ibu kota negara. Perasaan saling bertolak belakang itu dia ungkapkan lewat empat karya lukisan. 

Salah satu lukisannya, berjudul Guci Pertaruhan (cat akrilik di atas kanvas, 130 x 130 cm, 2023), bercerita tentang sang presiden yang mengumpulkan dukungan dengan mengumpulkan tanah dan air dari seluruh wilayah di Indonesia. ”Untuk menyatukan visi pemindahan IKN yang digagas dengan sungguh-sungguh,” katanya.

Gambar tari perang dalam lukisan ini menunjukkan bahwa masyarakat Kalimantan sangat mendukung, serta siap menjaga amanah pemindahan ibu kota. Namun, visualisasi jam menyimbolkan berhasil atau tidaknya pembangunan akan terbukti seiring berjalannya waktu.
 

Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto

(Sumber foto: Hypeabis/ Yudi Supriyanto)

Seniman yang mendapatkan keahlian melukis secara autodidak itu merasakan kecemasan tentang keberhasilan pembangunan ibu kota negara. Dia khawatir dengan kondisi perekonomian saat ini dan kebijakan pemerintah yang akan datang.

”Nakhoda Indonesia [presiden] pada masa yang akan datang akan sangat menentukan program pemindahan ibu kota. Dia percaya bahwa pembangunan akan selesai jika pemimpin Tanah Air yang baru memiliki visi yang sama dengan pemerintahan saat ini. ”Tapi kalau tidak satu visi, itu [pembangunan ibu kota] bisa gugur,” katanya.

Baca juga: Ekspresi Lokal & Wacana Sejarah di Pameran Bakar Manyala #2 Kepulauan Sangihe

Sang seniman juga menyajikan simbol lainnya seperti burung enggang dalam karya itu, lantaran merupakan kekuatan Kalimantan. Simbol burung enggang yang disajikan seperti batu memiliki pesan bahwa masyarakat akan mempertahankan budaya yang dimiliki dalam kondisi apa saja. 

Selain itu, penggambaran batu dalam karya ini juga menjadi simbol bahwa budaya yang ada di Kalimantan Timur tidak akan lekang oleh panas, hujan, dan waktu. "Budaya itu akan kami pertahankan," tegasnya. 


Gagasan & Kritik Seniman

Kurator Citra Smara Dewi menuturkan terdapat dua hal penting dalam pameran Antara Kecemasan dan Harapan. Pertama,  pameran ini merespons tentang kecemasan dan harapan seniman terkait pembangunan ibu kota negara.

Menurutnya, tema ini tidak terlintas pada awalnya. Namun, tajuk tersebut baru muncul setelah beberapa kali pergi ke Kalimantan untuk mewawancarai para pameran. Mereka merasakan kekhawatiran hutan yang ada di Kalimantan Timur akan habis jika terdapat pembangunan ibu kota dan budaya asli akan hilang. Mereka berkaca terhadap Jakarta pada saat ini yang menjadi ibu kota negara.

”Mereka cemas akan termarjinalkan di tanah sendiri,” katanya.

Baca juga: Cek 5 Pameran Seni Rupa Sepanjang Mei 2023

Citra menilai, mereka bisa saja termarjinalkan karena pemindahan ibu kota akan memunculkan eksodus besar-besaran penduduk ke Kaltim. Selain pemerintahan, sektor seni juga dapat mengalami eksodus secara masif lantaran tidak menutup kemungkinan pemilik galeri, kurator, dan seniman akan pindah ke provinsi tersebut. 

Enggak salah juga kecemasan itu ada di diri mereka [seniman],” katanya.

Para seniman menggunakan isu yang juga menjadi wacana global dalam karya mereka jika melihat pameran ini.  Dia menuturkan, bahwa berdasarkan penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), isu wacana global adalah tentang ekologi, penanaman modal asing, dan perkembangan identitas kultural.

Menurutnya, wacana yang diangkat oleh para seniman dalam pameran ini menjadi pembeda dengan para perupa dari Jakarta. Citra menilai bahwa isu lingkungan tidak menjadi tema para seniman di Jakarta lantaran ketiadaan lahan. Sementara terkait dengan identitas kultural, tidak banyak yang juga bisa diangkat oleh seniman dari ibu kota saat ini.

 

Tetap Tegar di Tengah Masa yang Sukar, 2022 (Sumber foto: Galeri Nasional Indonesia)

Tetap Tegar di Tengah Masa yang Sukar, 2022 (Sumber foto: Galeri Nasional Indonesia)

Kedua, pameran ini mengkritisi perkembangan seni rupa di luar Pulau Jawa dan Bali. Pameran ini mencoba menangkal isu terkait anggapan yang selama ini beredar bahwa perkembangan seni rupa hanya berpusat di Jawa dan Bali.

“Ternyata di luar Jawa dan Bali ada. Terlepas dari kualitas, tapi bahwa itu ada. Itu yang harus menjadi catatan sejarah juga. Jadi, sejarah tidak hanya Bali dan Jawa,” katanya.

Tidak hanya itu, pameran ini juga memperlihatkan perkembangan seni rupa di Kalimantan Timur. Dia menuturkan, semua pihak harus mengakui bahwa ada dinamika seni rupa modern di wilayah ini terlepas dari kualitasnya.

Perkembangan ini menjadi menarik karena perguruan tinggi tidak hadir di Kalimantan Timur. Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kalimantan Timur mengalami kekurangan peminat. ”Bagaimana kita bisa melihat perkembangan [Seni rupa] satu wilayah tanpa kehadiran perguruan tinggi seni,” katanya.

Dia menuturkan,sekitar 75 persen seniman dalam pameran Antara Kecemasan dan Harapan belajar dari autodidak. Para perupa lahir dari komunitas-komunitas seni yang menjadi seperti peruguran tinggi bagi mereka. Menurutnya, kondisi tersebut berbeda dengan Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta. Dia menuturkan perguruan tinggi seni sangat dominan di tiga kota ini.

Dengan begitu, maka dia menilai para perupa seni dari Kalimantan Timur pun masih bisa mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya pada saat ini. 

Baca juga: Menelusuri Ruang Imajiner Perupa Rahayu Retnaningrum dalam Pameran Tension Attention

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Imigrasi Bandara Soekarno Hatta Kenalkan Petugas Humas Berbasis Teknologi AI

BERIKUTNYA

5 Hal Ini Perlu Genhype Ketahui Sebelum Nonton Guardians of the Galaxy Vol 3

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: