Menyimak Luapan Ekspresi Perupa Bumi Borneo di Galeri Nasional
06 May 2023 |
08:00 WIB
Proyek pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur terus mendapat respon dari masyarakat. Salah satunya, para perupa dari Bumi Borneo yang menggelar pameran bertajuk Antara Kecemasan dan Harapan di Galeri Nasional, Jakarta.
Dibuka pada 5-28 Mei 2023, pameran ini menghadirkan berbagai pesan di balik pemindahan ibu kota negara. Sebab, proyek strategis nasional itu tidak hanya sekedar proyek pemindahan ibukota, tapi juga beririsan dengan aspek politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Baca juga: Ekspresi Lokal & Wacana Sejarah di Pameran Bakar Manyala #2 Kepulauan Sangihe
Hal ini pun dapat disimak lewat 42 karya dari 13 perupa dari Lembaga Perupa Kalimantan Timur (LPK) yang dipamerkan di Galeri Nasional. Lewat berbagai objek seni, mereka mencoba merepresentasikan apa yang menjadi kegelisahan terkait upaya pemindahan ibu kota negara.
Ketua LPK Rohmad Taufiq mengatakan, pameran ini merupakan bentuk respon para seniman di Kalimantan Timur untuk menyongsong peradaban baru di IKN. Salah satunya lewat peran komunitas seni rupa yang mencoba menggali nilai historis dan lokalitas kultural masyarakat Kaltim.
Menurutnya, negara akan maju jika para pemimpin dapat mengapresiasi pemikiran para seniman serta dapat menangkap apa yang diharapkan masyarakat. Sebab, pembangunan peradaban di IKN nantinya juga membutuhkan ekosistem kebudayaan yang tepat.
"Ada harapan dan kecemasan mengenai proyek IKN yang saat ini dibangun di Kalimantan Timur. Masyarakat juga harap-harap cemas tatkala sudah ditentukan sebanyak 17 partai politik yang akan ikut pemilu nanti," papar Rohmad saat pembukaan pameran.
Sementara itu, wakil dari Museum dan Cagar Budaya Pustanto juga menyoroti arti penting pameran tersebut. Menurutnya, pameran ini tidak hanya menjadi ajang promosi kekaryaan perupa asal Kalimantan Timur, tetapi sebuah upaya komunikasi dari perupa Kaltim kepada publik dan pemerintah.
Sesuai tajuknya, pameran Antara Kecemasan dan Harapan menghadirkan ragam ekspresi dari para perupa di Kalimantan Timur. Hal itu berkelindan lewat berbagai tema antara yang lalu dan kini, tradisi dan modernitas, hingga ekonomi, dan lingkungan.
Misalnya, karya bertajuk Antara Aku, Ibuku, dan Ibu Kota karya Dharmawan Budhi Utomo. Lukisan akrilik berdimensi 120 x 150 cm itu menampilkan sosok orangutan yang berjalan lunglai sambil menggendong anaknya dengan latar belakang hutan dan gedung menjulang.
Perupa asal Surabaya itu menggambarkan primata tersebut seolah tersingkirkan oleh deru pembangunan dan tempik sorak IKN. Raut murung juga digambarkan dengan jelas pada hewan yang terus berkonflik dengan manusia akibat ruang hidup mereka yang semakin terbatas.
Bertindak sebagai kurator, Citra Smara Dewi menyatakan pameran ini memang menegaskan tradisi panjang budaya Kalimantan Timur. Yaitu melalui pemilihan objek, artefak, hutan tropis, dan material, termasuk mitologi. Bisa juga melalui ornamen Suku Dayak dan simbol lain yang lekat dengan kehidupan masyarakat lokal.
"Pameran ini juga menjadi wujud sikap kritis dan kepedulian perupa Kalimantan Timur dalam menghadapi rencana besar pemerintah atas IKN Nusantara, serta tahun politik 2024 yang sudah di depan mata," kata Citra.
Tema mitologi misalnya, dapat disimak lewat karya Rohmad Taufiq berjudul Merajut Asa di Kala Rimba Bersanding Istana. Lukisan akrilik pada kanvas berdimensi 200 x 160 cm itu secara umum menampilkan gambaran kondisi IKN. Terlihat orangutan, burung enggang, hingga batang-batang kayu liar di tengah hutan hujan tropis dan siluet gedung pencakar langit.
Namun, tepat di belakangnya berdiri sosok mitologi Putri Karang Melenu, yaitu permaisuri Maharaja Kutai Aji Batara Agung yang tengah mengendarai hewan mitologi Lembuswana. Sosok tersebut juga tampak membawa gentong berisi air suci yang seolah memberi harapan pada pembangunan IKN.
Selain itu, ada juga karya Agustin Panca Wardany berjudul Katamu Hutan Kataku Kota. Namun, lukisan cat akrilik pada kanvas berdimensi 100 x 150 cm ini justru merespon pemindahan ibukota dengan gaya lebih ngepop. Dia menampilkan berbagai rupa binatang endemik Kalimantan, termasuk burung enggang dan orangutan.
Uniknya, karya bertitimangsa 2023 ini saling bersosialisasi dalam 'pohon kehidupan' dengan bangunan gedung, jalanan, sungai, hingga kepadatan kota. Sementara di sisi luarnya juga dibingkai dengan berbagai hasil perangkat dunia modern, khususnya mobil dan truk.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Dibuka pada 5-28 Mei 2023, pameran ini menghadirkan berbagai pesan di balik pemindahan ibu kota negara. Sebab, proyek strategis nasional itu tidak hanya sekedar proyek pemindahan ibukota, tapi juga beririsan dengan aspek politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Baca juga: Ekspresi Lokal & Wacana Sejarah di Pameran Bakar Manyala #2 Kepulauan Sangihe
Hal ini pun dapat disimak lewat 42 karya dari 13 perupa dari Lembaga Perupa Kalimantan Timur (LPK) yang dipamerkan di Galeri Nasional. Lewat berbagai objek seni, mereka mencoba merepresentasikan apa yang menjadi kegelisahan terkait upaya pemindahan ibu kota negara.
Ketua LPK Rohmad Taufiq mengatakan, pameran ini merupakan bentuk respon para seniman di Kalimantan Timur untuk menyongsong peradaban baru di IKN. Salah satunya lewat peran komunitas seni rupa yang mencoba menggali nilai historis dan lokalitas kultural masyarakat Kaltim.
Menurutnya, negara akan maju jika para pemimpin dapat mengapresiasi pemikiran para seniman serta dapat menangkap apa yang diharapkan masyarakat. Sebab, pembangunan peradaban di IKN nantinya juga membutuhkan ekosistem kebudayaan yang tepat.
"Ada harapan dan kecemasan mengenai proyek IKN yang saat ini dibangun di Kalimantan Timur. Masyarakat juga harap-harap cemas tatkala sudah ditentukan sebanyak 17 partai politik yang akan ikut pemilu nanti," papar Rohmad saat pembukaan pameran.
Sementara itu, wakil dari Museum dan Cagar Budaya Pustanto juga menyoroti arti penting pameran tersebut. Menurutnya, pameran ini tidak hanya menjadi ajang promosi kekaryaan perupa asal Kalimantan Timur, tetapi sebuah upaya komunikasi dari perupa Kaltim kepada publik dan pemerintah.
Antara Kecemasan dan Harapan
Sesuai tajuknya, pameran Antara Kecemasan dan Harapan menghadirkan ragam ekspresi dari para perupa di Kalimantan Timur. Hal itu berkelindan lewat berbagai tema antara yang lalu dan kini, tradisi dan modernitas, hingga ekonomi, dan lingkungan.Misalnya, karya bertajuk Antara Aku, Ibuku, dan Ibu Kota karya Dharmawan Budhi Utomo. Lukisan akrilik berdimensi 120 x 150 cm itu menampilkan sosok orangutan yang berjalan lunglai sambil menggendong anaknya dengan latar belakang hutan dan gedung menjulang.
Perupa asal Surabaya itu menggambarkan primata tersebut seolah tersingkirkan oleh deru pembangunan dan tempik sorak IKN. Raut murung juga digambarkan dengan jelas pada hewan yang terus berkonflik dengan manusia akibat ruang hidup mereka yang semakin terbatas.
Bertindak sebagai kurator, Citra Smara Dewi menyatakan pameran ini memang menegaskan tradisi panjang budaya Kalimantan Timur. Yaitu melalui pemilihan objek, artefak, hutan tropis, dan material, termasuk mitologi. Bisa juga melalui ornamen Suku Dayak dan simbol lain yang lekat dengan kehidupan masyarakat lokal.
"Pameran ini juga menjadi wujud sikap kritis dan kepedulian perupa Kalimantan Timur dalam menghadapi rencana besar pemerintah atas IKN Nusantara, serta tahun politik 2024 yang sudah di depan mata," kata Citra.
Karya bertajuk Antara Aku, Ibuku, dan Ibu Kota (kiri) dan Katamu Hutan Kataku Kota. (sumber foto: Hypeabis.id/Prasetyo Agung)
Namun, tepat di belakangnya berdiri sosok mitologi Putri Karang Melenu, yaitu permaisuri Maharaja Kutai Aji Batara Agung yang tengah mengendarai hewan mitologi Lembuswana. Sosok tersebut juga tampak membawa gentong berisi air suci yang seolah memberi harapan pada pembangunan IKN.
Selain itu, ada juga karya Agustin Panca Wardany berjudul Katamu Hutan Kataku Kota. Namun, lukisan cat akrilik pada kanvas berdimensi 100 x 150 cm ini justru merespon pemindahan ibukota dengan gaya lebih ngepop. Dia menampilkan berbagai rupa binatang endemik Kalimantan, termasuk burung enggang dan orangutan.
Uniknya, karya bertitimangsa 2023 ini saling bersosialisasi dalam 'pohon kehidupan' dengan bangunan gedung, jalanan, sungai, hingga kepadatan kota. Sementara di sisi luarnya juga dibingkai dengan berbagai hasil perangkat dunia modern, khususnya mobil dan truk.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.