Hypereport: Fenomena Gig Economy dan Pengaruhnya di Pasar Tenaga Kerja
13 January 2025 |
14:30 WIB
Gig economy semakin populer di Indonesia, di mana individu bekerja lepas dalam proyek jangka pendek tanpa kontrak tetap. Pekerjaan yang termasuk di dalamnya antara lain pengemudi ojek online, kurir, influencer, YouTuber, dan fotografer.
Selain itu, profesi lain di bidang IT seperti pengembang aplikasi dan analis data juga masuk dalam kategori ini apabila dikontrak dalam sistem proyek. Banyak dari pekerjaan ini difasilitasi melalui platform digital seperti aplikasi atau situs web, memungkinkan para pekerja untuk menemukan peluang kerja dengan mudah.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Menilik Kondisi Pekerja dan Prospek Ekonomi Gig di Indonesia
2. Hypereport: Cerita hingga Potensi Cuan dari Profesi Content Creator
3. Hypereport: Mengintip Dunia Profesi Streamer di Era Digital
4. Hypereport: Meningkatnya Profesi Asisten Virtual di Dunia Kerja Digital
Istilah gig economy diambil dari dunia musik, di mana kata ini merujuk pada penampilan musisi di panggung-panggung konser. Musisi sering mendapatkan penghasilan dari satu pertunjukan ke pertunjukan lainnya, tanpa keterikatan dengan pihak manapun.
Pada konteks ekonomi, istilah "gig" mulai digunakan untuk menggambarkan pekerjaan serabutan atau proyek jangka pendek di berbagai bidang, mirip dengan bagaimana musisi bekerja dari satu gig ke gig lainnya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2023 terdapat sekitar 46,47 juta pekerja lepas di Indonesia, yang mencakup 32 oersen dari total angkatan kerja sebanyak 146,62 juta jiwa. Rata-rata pendapatan bersih pekerja lepas di Indonesia per Februari 2024 adalah Rp1,58 juta per bulan dari berbagai sektor seperti industri, jasa, dan pertanian.
Bhima Yudhistira, ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) memaparkan, gig economy muncul sebagai respons terhadap penurunan industri formal padat karya yang mempekerjakan tenaga kerja dalam sistem kerja tradisional atau karyawan tetap. Terlihat dari banyaknya perusahaan besar yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) baru-baru ini.
"Dengan fleksibilitas yang ditawarkan, gig economy menjadi alternatif pekerjaan bagi banyak orang, terutama di tengah kondisi ekonomi yang menantang," katanya pada Hypeabis.id.
Fenomena gig economy dalam beberapa tahun terakhir, menurutnya telah menunjukkan perkembangan pesat di Indonesia. Setiap tahunnya, ada jutaan orang yang memasuki usia kerja, baik lulusan sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Tentunya ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk langsung bekerja tanpa melalui persyaratan ketat seperti di sektor formal.
"Gig economy memberikan peluang kerja kepada 3,5 juta orang angkatan kerja baru setiap tahun di Indonesia," ujarnya.
Pada sektor jasa transportasi online saja, ada sekitar empat juta driver. Selain itu, terdapat peningkatan signifikan pada pekerjaan freelance seperti influencer, YouTuber, desain grafis, UX designer yang umumnya berbasis proyek.
Meski begitu terdapat keuntungan dan kekurangan dari gig economy yang mesti dipertimbangkan dengan matang. Keuntungannya, para pekerja lepas diberikan kebebasan dalam bekerja. Persyaratan masuknya juga cenderung lebih sederhana dibandingkan mencari pekerjaan di sektor formal.
"Ini menjadi solusi bagi mereka yang tidak punya pekerjaan tetap, baru saja kehilangan pekerjaan di sektor formal, atau fresh graduate tanpa pengalaman kerja," katanya.
Gig economy menjadi semacam job safety net yang memberikan harapan untuk kelompok-kelompok tersebut. Walaupun sifatnya tidak stabil, pekerjaan gig memberikan peluang pendapatan bagi mereka yang membutuhkan pekerjaan dalam waktu singkat sehingga bisa mengurangi angka pengangguran.
Namun, meskipun memberikan banyak keuntungan. Ada juga sejumlah kekurangannya. Di samping memberikan fleksibilitas, sering kali tidak ada jaminan sosial seperti asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, atau cuti berbayar. Pekerja lepas bertanggung jawab penuh atas pendapatan dan keamanan kerja mereka sendiri.
"Mereka mengalami ketidakpastian dalam karier karena pekerjaannya berbasis kontrak jangka pendek, beda dengan sektor formal yang memiliki kontrak jangka panjang dengan jaminan karir lebih jelas," papar Bhima.
Sementara bagi perusahaan, gig economy sangat menguntungkan karena bisa menghemat biaya operasional. Mereka hanya membayar pekerja berdasarkan proyek, tanpa harus menanggung biaya jangka panjang seperti gaji bulanan dan tunjangan.
Di sisi lain gig economy juga secara signifikan memengaruhi pasar tenaga kerja dengan menciptakan persaingan antara pekerja formal dan pekerja lepas alias freelancer.
Beberapa pekerjaan formal yang sebelumnya dipegang oleh karyawan tetap kini dialihkan kepada freelancer. Akhirnya mereka menghadapi risiko PHK, sementara para pekerja lepas menghadapi ketidakpastian pendapatan karena proyek tidak selalu tersedia.
Lebih lanjut Bhima berharap pemerintah bisa memberikan solusi untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja lepas. Misalnya, menyediakan jaminan sosial yang lebih inklusif seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan yang disesuaikan dengan mekanisme kerja gig economy.
"Pemerintah juga bisa menerapkan konsep universal basic income (UBI) untuk menjamin pendapatan minimum pekerja," paparnya.
UBI sendiri adalah konsep program pemerintah yang memberikan pembayaran tunai secara teratur kepada semua warga negara yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dasar. Tujuannya untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan standar hidup.
Terakhir, memperjuangkan hak pekerja melalui serikat pekerja yang melindungi para pekerja lepas dari penyalahgunaan kontrak dan kerja berlebih.
Peluang gig economy akan tetap besar dalam beberapa tahun ke depan jika dikelola dengan baik dan dilindungi negara. Selain itu, pentingnya memiliki kejelasan kontrak yang adil dan menguntungkan dan adanya peningkatan jaring pengaman sosial (social safety net) yang dapat melindungi para pekerja dari risiko kemiskinan, pengangguran, kecelakaan, atau sakit.
"Gig economy bisa menjadi potensi pertumbuhan ekonomi baru sekaligus menyerap lebih banyak tenaga kerja muda," tutupnya.
"Pendapatan tentunya mengikuti jenis pekerjaan yang dilakukan, jika volume pekerjaan tidak menentu sudah pasti pendapatan juga tidak menentu
Namun, fleksibilitas yang ditawarkan juga membuka peluang besar untuk meningkatkan pendapatan. Dengan memilih proyek yang sesuai keahlian dan memanfaatkan waktu secara efektif, pekerja lepas dapat memaksimalkan penghasilan mereka.
Contohnya, seorang desainer grafis yang memiliki berbagai keahlian dalam memanfaatkan berbagai tools menggambar, bisa menawarkan tarif lebih tinggi untuk proyek besar. Pengemudi ojek online juga bisa meningkatkan pendapatan dengan bekerja di jam sibuk atau area yang lebih padat.
Meski volume pekerjaan tidak selalu konsisten, mereka yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan pasar akan memiliki peluang yang lebih besar untuk sukses.
Kekhawatiran lainnya mengenai gig economy adalah kemungkinan berkurangnya peluang kembali ke pekerjaan formal. Rekam jejak pekerjaan yang tidak stabil dapat menjadi hambatan para pekerja lepas ketika melamar pekerjaan tetap.
Pasalnya tak sedikit perusahaan yang mengutamakan pengalaman kerja yang kontinu dan relevan, yang bisa jadi tidak dimiliki oleh pekerja lepas yang sering berpindah-pindah proyek.
Aloysius, memaparkan ini adalah risiko yang harus diterima secara konsekuen oleh mereka yang memilih menjadi pekerja lepas. Memang mudah untuk mendapatkan pekerjaan, tapi di sisi lain juga mudah untuk kehilangan pekerjaan. Beda dengan pekerjaan di sektor formal yang terjamin dari segala aspek, baik pendapatan maupun jenjang karier.
"Untuk bisa kembali ke pekerjaan di sektor formal, tentunya ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, beda dengan gig economy yang mudah dan fleksibel," paparnya
Para pekerja bisa memperkuat keterampilan, menyusun portofolio yang solid, serta membangun hubungan profesional yang baik selama bekerja lepas. Bagi yang berencana kembali ke pekerjaan formal, penting untuk memperbarui keterampilan dan memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Baca juga: Kenali Kelebihan dan Kekurangan Bekerja Freelance
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Selain itu, profesi lain di bidang IT seperti pengembang aplikasi dan analis data juga masuk dalam kategori ini apabila dikontrak dalam sistem proyek. Banyak dari pekerjaan ini difasilitasi melalui platform digital seperti aplikasi atau situs web, memungkinkan para pekerja untuk menemukan peluang kerja dengan mudah.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Menilik Kondisi Pekerja dan Prospek Ekonomi Gig di Indonesia
2. Hypereport: Cerita hingga Potensi Cuan dari Profesi Content Creator
3. Hypereport: Mengintip Dunia Profesi Streamer di Era Digital
4. Hypereport: Meningkatnya Profesi Asisten Virtual di Dunia Kerja Digital
Istilah gig economy diambil dari dunia musik, di mana kata ini merujuk pada penampilan musisi di panggung-panggung konser. Musisi sering mendapatkan penghasilan dari satu pertunjukan ke pertunjukan lainnya, tanpa keterikatan dengan pihak manapun.
Pada konteks ekonomi, istilah "gig" mulai digunakan untuk menggambarkan pekerjaan serabutan atau proyek jangka pendek di berbagai bidang, mirip dengan bagaimana musisi bekerja dari satu gig ke gig lainnya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2023 terdapat sekitar 46,47 juta pekerja lepas di Indonesia, yang mencakup 32 oersen dari total angkatan kerja sebanyak 146,62 juta jiwa. Rata-rata pendapatan bersih pekerja lepas di Indonesia per Februari 2024 adalah Rp1,58 juta per bulan dari berbagai sektor seperti industri, jasa, dan pertanian.
Bhima Yudhistira, ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) memaparkan, gig economy muncul sebagai respons terhadap penurunan industri formal padat karya yang mempekerjakan tenaga kerja dalam sistem kerja tradisional atau karyawan tetap. Terlihat dari banyaknya perusahaan besar yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) baru-baru ini.
"Dengan fleksibilitas yang ditawarkan, gig economy menjadi alternatif pekerjaan bagi banyak orang, terutama di tengah kondisi ekonomi yang menantang," katanya pada Hypeabis.id.
Fenomena gig economy dalam beberapa tahun terakhir, menurutnya telah menunjukkan perkembangan pesat di Indonesia. Setiap tahunnya, ada jutaan orang yang memasuki usia kerja, baik lulusan sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Tentunya ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk langsung bekerja tanpa melalui persyaratan ketat seperti di sektor formal.
"Gig economy memberikan peluang kerja kepada 3,5 juta orang angkatan kerja baru setiap tahun di Indonesia," ujarnya.
Pada sektor jasa transportasi online saja, ada sekitar empat juta driver. Selain itu, terdapat peningkatan signifikan pada pekerjaan freelance seperti influencer, YouTuber, desain grafis, UX designer yang umumnya berbasis proyek.
Meski begitu terdapat keuntungan dan kekurangan dari gig economy yang mesti dipertimbangkan dengan matang. Keuntungannya, para pekerja lepas diberikan kebebasan dalam bekerja. Persyaratan masuknya juga cenderung lebih sederhana dibandingkan mencari pekerjaan di sektor formal.
"Ini menjadi solusi bagi mereka yang tidak punya pekerjaan tetap, baru saja kehilangan pekerjaan di sektor formal, atau fresh graduate tanpa pengalaman kerja," katanya.
Gig economy menjadi semacam job safety net yang memberikan harapan untuk kelompok-kelompok tersebut. Walaupun sifatnya tidak stabil, pekerjaan gig memberikan peluang pendapatan bagi mereka yang membutuhkan pekerjaan dalam waktu singkat sehingga bisa mengurangi angka pengangguran.
Namun, meskipun memberikan banyak keuntungan. Ada juga sejumlah kekurangannya. Di samping memberikan fleksibilitas, sering kali tidak ada jaminan sosial seperti asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, atau cuti berbayar. Pekerja lepas bertanggung jawab penuh atas pendapatan dan keamanan kerja mereka sendiri.
"Mereka mengalami ketidakpastian dalam karier karena pekerjaannya berbasis kontrak jangka pendek, beda dengan sektor formal yang memiliki kontrak jangka panjang dengan jaminan karir lebih jelas," papar Bhima.
Sementara bagi perusahaan, gig economy sangat menguntungkan karena bisa menghemat biaya operasional. Mereka hanya membayar pekerja berdasarkan proyek, tanpa harus menanggung biaya jangka panjang seperti gaji bulanan dan tunjangan.
Di sisi lain gig economy juga secara signifikan memengaruhi pasar tenaga kerja dengan menciptakan persaingan antara pekerja formal dan pekerja lepas alias freelancer.
Beberapa pekerjaan formal yang sebelumnya dipegang oleh karyawan tetap kini dialihkan kepada freelancer. Akhirnya mereka menghadapi risiko PHK, sementara para pekerja lepas menghadapi ketidakpastian pendapatan karena proyek tidak selalu tersedia.
Lebih lanjut Bhima berharap pemerintah bisa memberikan solusi untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja lepas. Misalnya, menyediakan jaminan sosial yang lebih inklusif seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan yang disesuaikan dengan mekanisme kerja gig economy.
"Pemerintah juga bisa menerapkan konsep universal basic income (UBI) untuk menjamin pendapatan minimum pekerja," paparnya.
UBI sendiri adalah konsep program pemerintah yang memberikan pembayaran tunai secara teratur kepada semua warga negara yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dasar. Tujuannya untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan standar hidup.
Terakhir, memperjuangkan hak pekerja melalui serikat pekerja yang melindungi para pekerja lepas dari penyalahgunaan kontrak dan kerja berlebih.
Peluang gig economy akan tetap besar dalam beberapa tahun ke depan jika dikelola dengan baik dan dilindungi negara. Selain itu, pentingnya memiliki kejelasan kontrak yang adil dan menguntungkan dan adanya peningkatan jaring pengaman sosial (social safety net) yang dapat melindungi para pekerja dari risiko kemiskinan, pengangguran, kecelakaan, atau sakit.
"Gig economy bisa menjadi potensi pertumbuhan ekonomi baru sekaligus menyerap lebih banyak tenaga kerja muda," tutupnya.
Gig Economy dalam Perspektif Pendapatan dan Jenjang Karier
Aloysius Uwiyono, pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia memaparkan, salah satu kekhawatiran terkait fenomena gig economy adalah pendapatan yang tidak stabil."Pendapatan tentunya mengikuti jenis pekerjaan yang dilakukan, jika volume pekerjaan tidak menentu sudah pasti pendapatan juga tidak menentu
Namun, fleksibilitas yang ditawarkan juga membuka peluang besar untuk meningkatkan pendapatan. Dengan memilih proyek yang sesuai keahlian dan memanfaatkan waktu secara efektif, pekerja lepas dapat memaksimalkan penghasilan mereka.
Contohnya, seorang desainer grafis yang memiliki berbagai keahlian dalam memanfaatkan berbagai tools menggambar, bisa menawarkan tarif lebih tinggi untuk proyek besar. Pengemudi ojek online juga bisa meningkatkan pendapatan dengan bekerja di jam sibuk atau area yang lebih padat.
Meski volume pekerjaan tidak selalu konsisten, mereka yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan pasar akan memiliki peluang yang lebih besar untuk sukses.
Kekhawatiran lainnya mengenai gig economy adalah kemungkinan berkurangnya peluang kembali ke pekerjaan formal. Rekam jejak pekerjaan yang tidak stabil dapat menjadi hambatan para pekerja lepas ketika melamar pekerjaan tetap.
Pasalnya tak sedikit perusahaan yang mengutamakan pengalaman kerja yang kontinu dan relevan, yang bisa jadi tidak dimiliki oleh pekerja lepas yang sering berpindah-pindah proyek.
Aloysius, memaparkan ini adalah risiko yang harus diterima secara konsekuen oleh mereka yang memilih menjadi pekerja lepas. Memang mudah untuk mendapatkan pekerjaan, tapi di sisi lain juga mudah untuk kehilangan pekerjaan. Beda dengan pekerjaan di sektor formal yang terjamin dari segala aspek, baik pendapatan maupun jenjang karier.
"Untuk bisa kembali ke pekerjaan di sektor formal, tentunya ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, beda dengan gig economy yang mudah dan fleksibel," paparnya
Para pekerja bisa memperkuat keterampilan, menyusun portofolio yang solid, serta membangun hubungan profesional yang baik selama bekerja lepas. Bagi yang berencana kembali ke pekerjaan formal, penting untuk memperbarui keterampilan dan memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Baca juga: Kenali Kelebihan dan Kekurangan Bekerja Freelance
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.