Koleksi busana modest karya desainer lokal di JMFW 2025 (Sumber Foto: JIBI/Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)

Hypereport: Geliat Industri Fashion Indonesia dan Posisinya di Kancah Global

15 October 2024   |   08:00 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Menengok satu dekade ke belakang, industri fesyen Indonesia makin menguatkan posisinya sebagai salah satu sektor ekonomi kreatif yang potensial. Meski begitu, tak menutup kemungkinan ada berbagai tantangan yang dihadapi oleh para pelakunya.

Berdasarkan data Kemenparekraf RI, sektor ekonomi kreatif Indonesia hingga triwulan I 2024 menunjukkan kinerja yang baik, dilihat dari capaian nilai tambah ekonomi kreatif yang diestimasi mencapai Rp749,58 triliun atau 55,65 persen dari  target Rp.1.347 triliun.

"Ada tiga sektor unggulan untuk nilai tambah ekonomi kreatif, yaitu kuliner, fesyen, dan kriya yang diperoleh setelah melakukan survei kepada pelaku sektor ekonomi kreatif." ujar Nia Niscaya, Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf/Baparekraf, dikutip dari laman resminya. 

Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Sederet Tantangan Utama Industri Musik Kini, Royalti hingga Ruang Aman Musisi
2. Hypereport: Gastronomi Indonesia Mencari Jalan Tengah di Antara Keberagaman
3. Hypereport: Industri Gim Tanah Air Tumbuh Pesat, Tapi Masih Perlu Banyak Belajar

4. Hypereport: Industri Film Kiwari, Masih Banyak PR Meski Bertaji
5. Hypereport: Ekraf Jadi Tulang Punggung Baru Ekonomi Indonesia

Adapun untuk industri fesyen sendiri, telah memberikan kontribusi sebesar 17,6 persen dari total nilai tambah ekonomi kreatif kepada ekonomi Indonesia yaitu Rp225 triliun. Jumlah lapangan kerja yang diciptakan oleh sektor fesyen juga sudah mencapai 17 persen dari total 25 juta lapangan kerja yang disumbangkan dari sektor ekonomi kreatif.

Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan RI, memaparkan bahwa modest fashion berhasil menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. Selain peningkatan ekspor, kontribusi industri busana muslim juga menaikkan jumlah tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan target pemerintah untuk menjadi pusat busana muslim dunia.

Potensi pasar modest fashion global diperkirakan mencapai US$375 miliar pada 2025. Hal ini membuat Indonesia punya peluang besar untuk memperluas jangkauan pasarnya ke luar negeri dan mengokohkan posisinya sebagai pemain utama di bidang ini. 

Dengan populasi mayoritas Muslim yang besar, Indonesia telah menjadi pusat fesyen Muslim dunia. Tren busana syar'i dan modest wear menjadi lebih variatif, dengan desain yang lebih modern dan inklusif sehingga diminati oleh pasar global.

“Catatan ini menunjukkan besarnya peluang Indonesia untuk memperluas penetrasi pasar, khususnya ke negara-negara dengan komunitas muslim yang besar seperti Malaysia, Pakistan, Persatuan Emirat Arab, dan negara-negara Eropa,” ujar Zulkifli Hasan.

Sebagai upaya untuk mewujudkannya, dia menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak untuk mengatasi tantangan global di bidang modest fashion. Tantangan global yang dimaksud, diantaranya adalah inovasi desain, kualitas produk, perluasan pasar, serta isu keberlanjutan.
 

Tantangan Industri Fashion Lokal

 

Plaza Indonesia Men's Fashion Week 2024 di Jakarta, Jumat (6/9/2024). (Sumber Foto: JIBI/Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)

Pertumbuhan industri fesyen juga terlihat dari sejumlah desainer dan rumah mode yang berpartisipasi di pekan mode dunia, seperti London, New York, Milan, dan Paris Fashion Week, baik dalam bentuk slot peragaan busana atau exhibition.

Namun, di balik pertumbuhan fesyen Indonesia, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi para pelaku industrinya. Tentunya ini perlu segera diatasi agar karya busana buatan anak bangsa bisa terus berdaya saing di kancah global.

"Indonesia sendiri setiap tahunnya selalu mengirimkan desainer-desainer untuk show di luar negeri, tapi sayangnya tujuan mereka ke sana semata-mata hanya untuk branding saja," kata Lenny Agustin, ketua Indonesia Fashion Chamber (IFC) kepada Hypeabis.id.

Lenny menyayangkan, para desainer yang menggelar show di luar negeri kurang ambisius saat menjual karya busananya. Mereka biasanya hanya membawa sedikit produk saja. Padahal setelah show, besar sekali peluang untuk mengenalkan produk mereka ke pembeli mancanegara.

"Show di luar negeri biasanya hanya untuk branding supaya orang-orang tahu kalau brand ini sudah pernah show di fashion week, tapi akhirnya mereka jualan di dalam negeri lagi karena memang pasarnya besar di negara sendiri, terutama modest fesyen," kata Lenny.

Namun, bukan berarti desainer yang show di pekan mode internasional pulang dengan tangan kosong. Karya-karya mereka juga menarik perhatian media asing dan banyak diberitakan di media massa internasional, sehingga diharapkan bisa menarik pasar yang lebih luas.

Lenny memaparkan, sebutan Indonesia sebagai pusat modest fashion dunia juga gaungnya belum terdengar ke kancah internasional. Padahal negara kita punya tiga event modest fesyen terbesar di dunia, seperti JMFW, IN2MF, dan Muffest+. 

"Walaupun pasarnya besar di negara sendiri, tapi berbagai pihak telah berupaya mendatangkan sejumlah buyer internasional dari berbagai negara, bahkan jenama dari negara tetangga pun ikut berjualan di Indonesia," kata Lenny.

Pekan mode busana modest seperti JMFW, mendatangkan buyer internasional dari Jepang, Amerika Serikat, Mesir, Australia, Meksiko, dan lainnya. Ini juga nantinya akan menjadi tantangan tersendiri bagi para desainer, rumah mode, dan industri terkait.

"Pelaku industrinya harus sudah serius, misalnya siap produksi massal dan menghasilkan pakaian-pakaian berkualitas yang sesuai standar perdagangan internasional," katanya.

Buyer internasional umumnya memesan dalam jumlah fantastis. Misalnya departemen store, sekalipun hanya memesan satu item, jumlah pesanannya bisa minimal lima ribu pieces. Oleh karenanya, pelaku industri mode harus siap dan serius dalam memenuhi target.

"Kalau pelaku modenya tidak serius, bisa-bisa negara kita dicap jelek oleh buyer internasional," katanya.

Tantangan lainnya yang juga dihadapi industri fesyen Indonesia adalah negara kita masih mengimpor benang, karena tidak punya perkebunan kapas. Padahal benang merupakan bahan baku sentral dalam produksi pakaian, apalagi dalam jumlah besar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam empat tahun terakhir (2019—2022), terjadi peningkatan jumlah impor barang benang kapas dengan tren sebesar 29,79 persen. Pada 2019 jumlah impornya sebesar 14.843 ton. Pada 2020 sebesar 12.588 ton. Kemudian pada 2021 naik 65,82 persen menjadi 20.873 ton. Selanjutnya, pada 2022 naik 43,28 persen menjadi 29.908 ton.

Negara asal impor barang benang kapas yaitu dari Vietnam sebesar 45,65 persen, Republik Rakyat Tiongkok (27,80 persen), India (8,20 persen), Turki (7,36 persen), Pakistan (3,89 persen), Thailand (3,53 persen), dan negara lainnya sebesar (3,57 persen).

"Padahal kalau Idonesia bisa produksi sendiri, banyak pihak yang terbantu, mulai dari tenaga kerja di perkebunan, perajin dan industri tekstil, aksesori, UMKM, dan lainnya" katanya.

Lebih lanjut Lenny berujar, melihat sejumlah tantangan yang dihadapi negara kita, predikat Indonesia sebagai pusat modest fesyen dunia, baik dalam produksi dan penjualan statusnya baru sebatas ide. Para desainer dan rumah mode lokal punya ide yang brilian untuk menciptakan karya busana modest yang bagus, tapi dari segi transaksi belum semasif yang diinginkan.

"Oleh karenanya, selain menyanggupi permintaan produksi, penting juga bagi para desainer dan rumah mode untuk memenuhi selera pasar internasional," katanya. 

Fesyen Indonesia memang punya ciri khas tersendiri yang membedakannya dari negara lain, misalnya dengan penggunaan wastra dan desain-desain busana muslimnya. Namun tetap saja perlu menyesuaikan selera masyarakat luas.

"Desainer Indonesia perlu belajar market internasional, misalnya bagaimana selera orang-orang yang berpakaian di negara dengan empat musim," katanya.

Kita perlu menggelar banyak event mode di luar negeri, seperti Eropa, Asia, atau Afrika dan membawa brand-brand lokal untuk show di sana. Nantinya para desainer bisa bertemu langsung dengan masyarakat setempat untuk mempelajari selera mereka. 

"Jepang misalnya, orang-orangnya senang pakaian yang nyaman dan jahitannya rapi, tidak boleh ada cacat, sementara di negara-negara Timur Tengah suka yang motif-motif ramai dan warna mencolok," kata Lenny.

Dengan mempelajari selera pasar internasional, diharapkan industri fesyen Indonesia bisa menjangkau pembeli mancanegara. Sehingga Indonesia bisa mengukuhkan posisinya sebagai salah satu pusat mode dunia yang dikenal lewat penggunaan wastra dan desain-desain kreatif dari busana muslimnya.

Baca juga: JMFW 2025 Ungkap Peluang dan Tantangan Industri Modest Fashion Indonesia di Kancah Global

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

5 Aplikasi Belajar Bahasa Terbaik 2024, Mudah & Interaktif

BERIKUTNYA

Resep Kartoffelsalat, Salad Kentang Khas Jerman

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: