Istana Merdeka Jakarta (presidenri.go.id)

Simak Catatan Sejarah Penting di Balik Megahnya 6 Istana Kepresidenan Indonesia

22 August 2021   |   10:35 WIB
Image
Fajar Sidik Hypeabis.id

5.    Istana Cipanas


Istana Cipanas bermula dari sebuah bangunan yang didirikan pada 1740 oleh seorang tuan tanah Belanda bernama Van Heots. Pada 1743 masa pemerintahan Gubernur Jenderal G.W. Baron van Imhoff karena daya tarik sumber air panas mengandung belerang, dibangun sebuah gedung kesehatan di sekitar sumber air panas tersebut. Kemudian, karena udara pengunungan yang sejuk serta alamnya yang bersih dan segar, bangunan itu sempat dijadikan tempat peristirahatan para Gubernur Jenderal Belanda.

Komisaris Jenderal Leonard Pieter Josef du Bus de Gisignies, tercatat sebagai Jenderal yang sangat senang mandi di air belerang. Demikian pula halnya dengan Carel Sirardus Willem Graaf van Hogendorp, Sekretarisnya (1840-1841).

Selain itu, Herman Willem Daendeles (1808-1811) dan Thomas Stanford Raffles (1811-1816) pada masa dinasnya menempatkan beberapa ratus orang di tempat tersebut; sebagian besar bekerja di kebun apel dan kebun bunga serta di penggilingan padi, di samping yang mengurusi sapi, biri-biri, dan kuda.

Istana Kepresidenan Cipanas pernah difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga oleh beberapa Gubernur Jenderal Belanda. Beberapa yang pernah menghuni bangunan itu adalah keluarga Andrias Cornelis de Graff (1926-1931), Bonifacius Cornelis de Jonge (1931), dan yang terakhir bersamaan dengan datangnya masa pendudukan Jepang (1942) adalah Tjarda van Starekenborg  Stachouwer.

Secara fisik, sejak berdirinya hingga kini Istana Cipanas mengalami pembaharuan secara bertahap. Mulai 1916, pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, tiga buah bangunan berdiri di dalam kompleks istana ini. Kini ketiganya dikenal dengan nama Pavilion Yudistira, Pavilion Bima, dan Pavilion Arjuna.

Pada tahun 1954, di masa Soekarno, didirikan sebuah bangunan yang amat mungil. Bangunan itu terletak di sebelah belakang Gedung Induk. Berbeda dari gedung-gedung yang lainnya, sekeliling dinding tembok luar serta pelataran depan dan samping bangunan ini  berhiaskan batu berbentuk bentol.

Dengan mengambil bentuk hiasan tembok serta pelatarannya itulah, nama gedung ini terdengar unik, yaitu disebut Gedung Bentol. Bentol dari bahasa Sunda; padanannya dalam bahasa Indonesia bentol juga, seperti bekas gigitan nyamuk.

Pada masa Presiden Soeharto sekitar 1983, dua buah Pavilion lainnya menyusul berdiri, yaitu Pavilion Nakula dan Pavilion Sadewa. Demikian pula selanjutnya sejalan dengan upaya pemeliharaan atau perawatan atas istana ini, pada tahun 2003, di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, bersamaan dengan pengadaan fasilitas-fasilitas yang baru, renovasi atas bagian-bagian istana pun dilaksanakan, termasuk terhadap sebuah Pavilion yang bernama Pavilion Abimanyu.

Fasilitas lainnya adalah sebuah kolam air mancur mungil di halaman depan istana, berikut tiang bendera di tengahnya,  bangunan kolam renang air panas dan air dingin, serta kolam pemancingan.

Gaya arsitektur Istana Kepresidenan Cipanas berbeda dari istana-istana yang lainnya; istana ini tidak terkesan megah, tetapi anggun karena bangunannya bercirikan khas gaya tradisional; sebagian besar bangunan terbuat dari papan dan kayu. Tampak adanya upaya pelestarian kekhasan bangunan ini karena pemugaran atau renovasi yang dilakukan tidak pernah mengganggu gaya arsitektur istana tersebut.

Istana Cipanas mencatat peristiwa penting dalam sejarah perekonomian Indonesia. Pada 13 Desember 1965, Ruang Makan di Gedung Induk, pernah difungsikan sebagai tempat kabinet bersidang dalam rangka penetapan perubahan nilai uang dari Rp1.000,00 menjadi Rp1,00, sewaktu jabatan Menteri Keuangan Republik Indonesia dipegang oleh Frans Seda.
 
1
2
3
4
5
6


SEBELUMNYA

Berat Badan Naik selama di Rumah Saja? Ikuti 4 Tips Diet Ini

BERIKUTNYA

Kelebihan Urban Farming dengan Beragam Tanaman Pangan ala Kebun Kumara

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: