Simak Catatan Sejarah Penting di Balik Megahnya 6 Istana Kepresidenan Indonesia
22 August 2021 |
10:35 WIB
4. Istana Kepresidenan Yogyakarta
Istana Kepresidenan Yogyakarta awalnya adalah rumah kediaman resmi seorang Residen Ke-18 di Yogyakarta bernama Anthonie Hendriks Smissaert. Gedung itu didirikan pada bulan Mei 1824 di masa penjajahan Belanda, dengan arsiteknya bernama A Payen. Dia ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk membangun gedung dengan gaya bangunan mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan pada iklim tropis.
Pecahnya Perang Diponegoro pada 1825-1830, yang oleh Belanda disebut Perang Jawa, mengakibatkan pembangunan gedung ini tertunda. Pembangunan kembali dilanjutkan setelah perang itu usai yakni pada 1832. Pada tanggal 10 Juni 1867, di Yogyakarta, terjadi musibah gempa bumi dua kali pada hari yang sama. Salah satu akibatnya, tempat kediaman resmi Residen Belanda itu runtuh; rumah itu ambruk. Bangunan baru pun lantas didirikan dan rampung pada tahun 1869. Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut Gedung Negara.
Pada tanggal 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai Keresidenan ditingkatkan menjadi Provinsi. Penguasa tertinggi Belanda bukan lagi Residen, melainkan Gubernur.
Dengan demikian, gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 menjadi kediaman para Gubernur Belanda di Yogyakarta hingga masuknya pendudukan Jepang. Beberapa Gubernur Belanda yang mendiami gedung ini adalah J.E. Jasper (1926-1927), P.R.W. van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M.de Kock (1932-1935), J. Bijlevel (1935-940), serta L. Adam (1940-1942). Pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi penguasa Jepang di Yogyakarta, yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Riwayat Gedung Agung itu menjadi sangat penting tatkala pemerintahan Republik Indonesia berhijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta yang mendapat julukan Kota Gudeg resmi menjadi ibu kota baru Republik Indonesia. Istana itu pun berubah menjadi Istana Kepresidenan, rumah kediaman Presiden Soekarno beserta keluarganya.
Hari Minggu, tanggal 19 Desember 1948, Yogyakarta digempur dari segala penjuru udara oleh tentara Belanda di bawah pimpinan Jenderal Spoor. Peristiwa yang dikenal dengan Agresi Militer II itu mengakibatkan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, beserta beberapa pembesar lainnya diasingkan ke luar Pulau Jawa, tepatnya ke Berastagi dan Bangka.
Pada tanggal 6 Juli 1949, para petinggi Republik Indonesia baru bisa kembali ke Yogyakarta dan Istana kembali berfungsi sebagai tempat kediaman resmi Presiden. Namun, sejak tanggal 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi tempat kediaman Presiden.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.