Simak Catatan Sejarah Penting di Balik Megahnya 6 Istana Kepresidenan Indonesia
22 August 2021 |
10:35 WIB
3. Istana Bogor
Istana Kepresidenan Bogor bermula dari pencarian orang-orang Belanda yang bekerja di Batavia terhadap tempat yang ingin mereka huni sebagai tempat peristirahatan. Mereka beranggapan bahwa kota Batavia terlalu panas dan terlalu ramai sehingga mereka perlu mencari tempat-tempat yang berhawa sejuk di luar kota Batavia.
Selain orang-orang Belanda tersebut, Gubernur Jenderal Belanda, G.W. Baron van Imhoff, juga melakukan pencarian seperti itu dan berhasil menemukan sebuah tempat yang baik dan strategis di sebuah kampung, yang bernama Kampong Baroe, pada 10 Agustus 1744.
Setahun kemudian, pada 1745, Gubernur Jenderal van Imhoff memerintahkan pembangunan atas tempat pilihannya itu sebuah pesanggrahan yang diberi nama Buitenzorg, artinya 'bebas masalah atau kesulitan. Sang Gubernur Jenderal sendiri yang membuat sketsa bangunannya dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.
Penamaan Buitenzorg itu termasuk wilayah perkampungan di sekitarnya, yang kini dikenal sebagai Kota Bogor. Gubernur Jenderal van Imhoff memang tercatat sebagai orang yang amat rajin membangun gedung tersebut walaupun hingga masa dinasnya berakhir, bangunannya masih jauh dari selesai.
Istana Kepresidenan Bogor pernah mengalami rusak berat pada masa pemberontakan perang Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang yang terjadi pada 1750-1754. Pasukan-pasukan Banten dengan gagah berani menyerang Kampong Baroe dan membakarnya. Namun, pemberontakan itu berakhir dan mereka terpaksa harus tersingkir; bahkan perang tersebut mengakibatkan Kesultanan Banten menjadi rampasan Kompeni. Bangunan van Imhoff yang sudah rusak berat itu diperbaiki kembali oleh penggantinya dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.
Pergantian gubernur jenderal Belanda mengakibatkan berbagai perombakan menimpa pesanggrahan impian. Salah satunya terjadi pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem Daendels. Gedung itu diperluas, dengan memberikan penambahan lebar baik ke sebelah kiri maupun ke sebelah kanan gedung. Selain itu, Gedung induk dijadikan dua tingkat.
Perhatian terhadap perluasan bangunan itu pun terus berlanjut. Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen/ Di tengah-tengah gedung induk didirikan menara dan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 Mei 1817.
Sayangnya musibah datang kembali pada 10 Oktober 1834 gempa bumi mengguncang Istana tersebut sehingga mengalami rusak berat. Berbagai upaya penyelesaian dan penyempurnaan atas Istana terus dilakukan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist bangunan lama yang terkena gempa, dirubuhkan dan dibangun kembali menjadi bangunan baru satu tingkat dengan mengambil arsitektur Eropa Abad IX. Selain itu, dibangun pula dua buah jembatan penghubung Gedung Induk dan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri yang dibuat dari kayu berbentuk lengkung.
Penyelesaian bangunan Istana Bogor selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager. Sembilan tahun kemudian, pada 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer, yang secara terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang. Sebanyak 44 gubernur Jenderal Belanda pernah menjadi penghuni Istana Kepresidenan Bogor.
Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaan dan Jepang bertekuk lutut kepada tentara Sekutu ada sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg seraya mengibarkan Sang Saka Merah Putih.
Sayangnya, tentara Ghurka datang menyerbu. Para pemuda dipaksa keluar dari istana. Buitenzorg yang namanya kini menjadi Istana Kepresidenan Bogor diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir 1949.
Selama masa penjajahan Belanda, Istana Kepresidenan Bogor memiliki fungsi utama sebagai tempat peristirahatan. Namun, setelah masa kemerdekaan, seperti fungsi istana-istana kepresidenan lainnya, fungsi istana berubah menjadi kantor urusan kepresidenan serta menjadi kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.
Sejalan dengan fungsi tersebut, peristiwa penting lain yang pernah terjadi di antaranya adalah Konferensi Lima Negara, yang diselenggarakan pada tanggal 28-29 Desember 1954. Peristiwa yang lain adalah pembahasan masalah konflik Kamboja pada forum Jakarta Informal Meeting (JIM), yang dilaksanakan di istana ini pada tanggal 25-30 Juli 1988. Peristiwa penting lainnya adalah kegiatan Pertemuan Para Pemimpin APEC, yang diselenggarakan pada tanggal 15 November 1994.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.