Hypereport: Tren Pelesiran, Liburan Unik ala Komunitas Wisata Minat Khusus
09 June 2024 |
22:03 WIB
Berwisata sembari berkomunitas belakangan makin disenangi sebagian orang. Berbekal memiliki kesukaan pada hal yang sama, beberapa orang kemudian berkumpul, membentuk kelompok, dan menikmati pariwisata ala mereka sendiri.
Kehadiran komunitas wisata tidak hanya menambah geliat dunia pelancongan. Mereka terkadang juga menciptakan tren baru, mewadahi keinginan sebagian orang yang mungkin belum terpenuhi dari kegiatan pariwisata pada umumnya.
Beberapa di antaranya adalah komunitas Wisata Mistis. Komunitas ini mengajak para anggotanya untuk bertualang meluruskan urban legend yang beredar di Indonesia. Bukan berburu hantu, komunitas ini lebih mencari sisi edukasi dan mengenal sejarah di balik mitos-mitos yang beredar di masyarakat.
Lain hal, di Yogyakarta ada juga komunitas Malam Museum. Komunitas Malam Museum mampu menggaet puluhan peserta tiap menggelar jelajah malam di museum yang diselingi edukasi yang menyenangkan. Mengubah sebuah bangunan tua jadi pariwisata yang lebih relevan.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Menghubungkan Budaya dan Rasa Lewat Komunitas Wisata Kuliner
2. Hypereport: Komunitas Wisata Alam Liar, Pelesiran Sambil Mengedukasi soal Lingkungan
3. Hypereport: Mengulik Potensi Wisata Mistis, Pengemasan Narasi & Promosi Jadi Kunci
4. Hypereport: Inisiatif Komunitas untuk Menarik Generasi Muda Kembali ke Museum
5. Hypereport: Wisata Nyeleneh Ala Komunitas Kereta Api dan Bus
Pakar pariwisata Azril Azahari mengatakan kemunculan komunitas-komunitas unik merupakan pertanda terjadinya tren dalam dunia pariwisata. Pergantian tren pariwisata ini berjalan perlahan, tetapi mulai makin bergeliat terjadi sejak berbagai negara membuka gerbang pintu masuknya selepas pandemi Covid-19 mereda.
Sekarang ini kegiatan pariwisata sedang mengarah ke customize tourism. Wisata bukan lagi soal ‘kita melihat apa’ melainkan ‘kita merasakan apa’. Hal inilah yang membuat wisata minat khusus menjadi berkembang, termasuk dengan kemunculan komunitas-komunitas wisata unik tersebut.
Azril menyebut tipe wisata ini memiliki beberapa karakteristik. Wisata tersebut bisa jadi bersifat sangat personal bagi sebagian orang, punya nilai-nilai kearifan lokal, dan jumlahnya bersifat kecil. Kendati dalam hal massa lebih kecil, wisatawan jenis ini justru dianggap lebih mau membayar lebih demi pengalaman yang dia inginkan dalam sebuah wisata.
“Dengan pergeseran tren tersebut, target pariwisata sebuah negara atau daerah memang seharusnya bukan lagi pada jumlah wisatawan. Namun, yang perlu diperhatikan adalah lama mereka tinggal dan pengeluaran pariwisatanya,” ucap Azril kepada Hypeabis.id.
Dalam perkembangannya, Azril melihat komunitas pariwisata ini ke depan akan terus berkembang. Masyarakat yang memiliki minat khusus yang sama akan saling membentuk kelompok dan menikmati pariwisata yang mereka sukai masing-masing.
Secara umum, Azril membagi komunitas wisata minat khusus ini menjadi dua hal. Pertama adalah bersifat moderat, yakni wisata yang mengandalkan kesukaan pada hal-hal yang masih dianggap wajar. Kedua adalah bersifat dark tourism, karena wisata menawarkan hal-hal yang tidak biasa.
Pertama, untuk yang bersifat moderat, yang belakangan berkembang di Indonesia adalah komunitas wisata outbound. Komunitas menjelajah alam, mendaki gunung, atau melakukan kegiatan di hutan belakangan memang terus populer.
Baca juga: Hypereport: Sejarah Wisata Halal Dunia & Indonesia, Pariwisata Ramah Pelancong Muslim
Selain itu, wisata minat khusus surfing juga makin digemari. Terlebih, Indonesia merupakan negara yang punya garis pantai yang luas. Hal ini membuat para peselancar bebas memilih lokasi mana yang akan dijadikan tempat surfing.
Kemudian, Azril menyebut sebenarnya Indonesia juga bisa mengembangkan health tourism. Jenis ini bukan terbatas pada pengobatan saja, melainkan juga pada wisata kebugaran hingga gaya hidup sehat.
Azril mengatakan Indonesia punya potensi besar memanfaatkan ini, tetapi belum tergali dengan baik. Beberapa hal yang menjadi daya tarik, seperti rempah untuk pengobatan atau gaya hidup sehat, belum dikonsepkan dengan baik. Padahal itu bisa jadi daya tarik pariwisata mengingat tren back to nature juga terus naik.
Adapun untuk yang kedua, yakni wisata minat khusus yang bersifat dark tourism, juga berkembang di Indonesia. Komunitas wisata jenis ini biasanya ingin menikmati wisata yang tidak biasa, seperti hal-hal berbau supranatural maupun berbasis mitos.
Di luar negeri, dark tourism juga makin berkembang. Salah satu yang mulai muncul adalah adanya disaster tourism. Dalam wisata ini, para turis datang ke tempat bencana bukan hanya menyaksikan fenomena alam yang terjadi, tetapi juga terlibat dalam proses pemberian bantuan.
Salah satu contohnya adalah ketika ada gunung api meletus. Ada wisatawan yang ingin melihat guguran lava akibat letusan tersebut. Namun, wisatawan tersebut juga aktif dalam proses pemberian bantuan kemanusiaan. “Bukan hanya menonton, tetapi mereka ikut terlibat. Jadi, partisipasinya itu yang diangkat dalam disaster tourism,” terangnya.
Salah satu komunitas wisata minat khusus yang mampu melanggengkan eksistensinya adalah Malam Museum. Berdiri pertama kali pada 2012, Malam Museum kini menjadi salah satu komunitas sejarah paling aktif di Yogyakarta.
Pendiri Malam Museum Erwin mengatakan ada beberapa hal yang membuat komunitas ini tetap eksis sampai sekarang. Pertama, di internal, komunitasnya selalu melakukan regenerasi anggota secara rutin.
Dengan adanya regenerasi, dalam periode tertentu, komunitas ini selalu dijalankan oleh anggota-anggota baru. Wajah-wajah anyar ini tidak hanya menggantikan yang lama, tetapi kerap kali melahirkan ide-ide segar.
Menurut Erwin, setiap periode anggota baru muncul, mereka kerap kali membuat program-program yang juga baru. Dengan demikian, inovasi untuk mengembangkan wisata minat khusus pada sejarah ini pun jadi lebih berkembang dan tidak monoton.
Kedua, Erwin juga melihat kalau komunitas wisata minat khusus belakangan memang makin menjamur. Dahulu, hanya ada beberapa. Namun, sekarang, komunitas wisata tematik seperti ini makin banyak bahkan makin spesifik.
Misalnya, ada komunitas yang fokusnya pada sejarah perjuangan, lalu muncul komunitas sepeda ontel, komunitas berkain, dan masih banyak lagi. Menurutnya, pilihan masyarakat menikmati wisata berbasis komunitas makin semarak sekarang ini.
“Memang kalau komunitas itu kan basisnya adalah ide kreatif dari masing-masing komunitas itu sendiri. Hal inilah yang membuat masyarakat tertarik ikutan dan mencoba, ya salah satunya di Malam Museum ada program jelajah museum pada malam hari yang tidak dimiliki komunitas lain,”katanya.
Erwin berharap makin banyaknya komunitas wisata minat khusus ini membuat kegiatan pariwisata bisa menjadi lebih kreatif. Secara khusus, keberadaan Malam Museum, juga bisa ikut serta dalam menopang hal tersebut.
Dirinya berharap dengan adanya komunitas Malam Museum ini, makin banyak generasi muda yang mau mengunjungi museum. Tidak hanya untuk tugas sekolah, tetapi benar-benar minat. Sebab, sebenarnya ada banyak hal seru yang bisa dikulik dari hal tersebut.
“Sejauh ini, keberadaan Malam Museum secara langsung maupun tidak langsung ikut meningkatkan minat kunjung museum, terutama untuk generasi muda. Trennya makin positif, selain tentu saja ini berbarengan dengan perbaikan dan pengembangan dari pihak museum sebagai pengelolanya. Kami sebagai mitra museum juga kerap memberi masukan bagaimana membuat kegiatan atau inovasi yang bisa membuat museum lebih menarik,” tuturnya.
Baca juga: Tren Pariwisata Terus Tumbuh, Ini Destinasi Staycation Populer di Dalam dan Luar Negeri
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Kehadiran komunitas wisata tidak hanya menambah geliat dunia pelancongan. Mereka terkadang juga menciptakan tren baru, mewadahi keinginan sebagian orang yang mungkin belum terpenuhi dari kegiatan pariwisata pada umumnya.
Beberapa di antaranya adalah komunitas Wisata Mistis. Komunitas ini mengajak para anggotanya untuk bertualang meluruskan urban legend yang beredar di Indonesia. Bukan berburu hantu, komunitas ini lebih mencari sisi edukasi dan mengenal sejarah di balik mitos-mitos yang beredar di masyarakat.
Lain hal, di Yogyakarta ada juga komunitas Malam Museum. Komunitas Malam Museum mampu menggaet puluhan peserta tiap menggelar jelajah malam di museum yang diselingi edukasi yang menyenangkan. Mengubah sebuah bangunan tua jadi pariwisata yang lebih relevan.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Menghubungkan Budaya dan Rasa Lewat Komunitas Wisata Kuliner
2. Hypereport: Komunitas Wisata Alam Liar, Pelesiran Sambil Mengedukasi soal Lingkungan
3. Hypereport: Mengulik Potensi Wisata Mistis, Pengemasan Narasi & Promosi Jadi Kunci
4. Hypereport: Inisiatif Komunitas untuk Menarik Generasi Muda Kembali ke Museum
5. Hypereport: Wisata Nyeleneh Ala Komunitas Kereta Api dan Bus
Ilustrasi pariwisata (Sumber gambar: Unsplash/Bernd Dittrich)
Sekarang ini kegiatan pariwisata sedang mengarah ke customize tourism. Wisata bukan lagi soal ‘kita melihat apa’ melainkan ‘kita merasakan apa’. Hal inilah yang membuat wisata minat khusus menjadi berkembang, termasuk dengan kemunculan komunitas-komunitas wisata unik tersebut.
Azril menyebut tipe wisata ini memiliki beberapa karakteristik. Wisata tersebut bisa jadi bersifat sangat personal bagi sebagian orang, punya nilai-nilai kearifan lokal, dan jumlahnya bersifat kecil. Kendati dalam hal massa lebih kecil, wisatawan jenis ini justru dianggap lebih mau membayar lebih demi pengalaman yang dia inginkan dalam sebuah wisata.
“Dengan pergeseran tren tersebut, target pariwisata sebuah negara atau daerah memang seharusnya bukan lagi pada jumlah wisatawan. Namun, yang perlu diperhatikan adalah lama mereka tinggal dan pengeluaran pariwisatanya,” ucap Azril kepada Hypeabis.id.
Dalam perkembangannya, Azril melihat komunitas pariwisata ini ke depan akan terus berkembang. Masyarakat yang memiliki minat khusus yang sama akan saling membentuk kelompok dan menikmati pariwisata yang mereka sukai masing-masing.
Secara umum, Azril membagi komunitas wisata minat khusus ini menjadi dua hal. Pertama adalah bersifat moderat, yakni wisata yang mengandalkan kesukaan pada hal-hal yang masih dianggap wajar. Kedua adalah bersifat dark tourism, karena wisata menawarkan hal-hal yang tidak biasa.
Pertama, untuk yang bersifat moderat, yang belakangan berkembang di Indonesia adalah komunitas wisata outbound. Komunitas menjelajah alam, mendaki gunung, atau melakukan kegiatan di hutan belakangan memang terus populer.
Baca juga: Hypereport: Sejarah Wisata Halal Dunia & Indonesia, Pariwisata Ramah Pelancong Muslim
Selain itu, wisata minat khusus surfing juga makin digemari. Terlebih, Indonesia merupakan negara yang punya garis pantai yang luas. Hal ini membuat para peselancar bebas memilih lokasi mana yang akan dijadikan tempat surfing.
Kemudian, Azril menyebut sebenarnya Indonesia juga bisa mengembangkan health tourism. Jenis ini bukan terbatas pada pengobatan saja, melainkan juga pada wisata kebugaran hingga gaya hidup sehat.
Azril mengatakan Indonesia punya potensi besar memanfaatkan ini, tetapi belum tergali dengan baik. Beberapa hal yang menjadi daya tarik, seperti rempah untuk pengobatan atau gaya hidup sehat, belum dikonsepkan dengan baik. Padahal itu bisa jadi daya tarik pariwisata mengingat tren back to nature juga terus naik.
Adapun untuk yang kedua, yakni wisata minat khusus yang bersifat dark tourism, juga berkembang di Indonesia. Komunitas wisata jenis ini biasanya ingin menikmati wisata yang tidak biasa, seperti hal-hal berbau supranatural maupun berbasis mitos.
Di luar negeri, dark tourism juga makin berkembang. Salah satu yang mulai muncul adalah adanya disaster tourism. Dalam wisata ini, para turis datang ke tempat bencana bukan hanya menyaksikan fenomena alam yang terjadi, tetapi juga terlibat dalam proses pemberian bantuan.
Salah satu contohnya adalah ketika ada gunung api meletus. Ada wisatawan yang ingin melihat guguran lava akibat letusan tersebut. Namun, wisatawan tersebut juga aktif dalam proses pemberian bantuan kemanusiaan. “Bukan hanya menonton, tetapi mereka ikut terlibat. Jadi, partisipasinya itu yang diangkat dalam disaster tourism,” terangnya.
Ilustrasi pariwisata (Sumber gambar: Unsplash/Elizeu Dias)
Eksistensi Komunitas Wisata Minat Khusus
Salah satu komunitas wisata minat khusus yang mampu melanggengkan eksistensinya adalah Malam Museum. Berdiri pertama kali pada 2012, Malam Museum kini menjadi salah satu komunitas sejarah paling aktif di Yogyakarta.Pendiri Malam Museum Erwin mengatakan ada beberapa hal yang membuat komunitas ini tetap eksis sampai sekarang. Pertama, di internal, komunitasnya selalu melakukan regenerasi anggota secara rutin.
Dengan adanya regenerasi, dalam periode tertentu, komunitas ini selalu dijalankan oleh anggota-anggota baru. Wajah-wajah anyar ini tidak hanya menggantikan yang lama, tetapi kerap kali melahirkan ide-ide segar.
Menurut Erwin, setiap periode anggota baru muncul, mereka kerap kali membuat program-program yang juga baru. Dengan demikian, inovasi untuk mengembangkan wisata minat khusus pada sejarah ini pun jadi lebih berkembang dan tidak monoton.
Kedua, Erwin juga melihat kalau komunitas wisata minat khusus belakangan memang makin menjamur. Dahulu, hanya ada beberapa. Namun, sekarang, komunitas wisata tematik seperti ini makin banyak bahkan makin spesifik.
Misalnya, ada komunitas yang fokusnya pada sejarah perjuangan, lalu muncul komunitas sepeda ontel, komunitas berkain, dan masih banyak lagi. Menurutnya, pilihan masyarakat menikmati wisata berbasis komunitas makin semarak sekarang ini.
“Memang kalau komunitas itu kan basisnya adalah ide kreatif dari masing-masing komunitas itu sendiri. Hal inilah yang membuat masyarakat tertarik ikutan dan mencoba, ya salah satunya di Malam Museum ada program jelajah museum pada malam hari yang tidak dimiliki komunitas lain,”katanya.
Erwin berharap makin banyaknya komunitas wisata minat khusus ini membuat kegiatan pariwisata bisa menjadi lebih kreatif. Secara khusus, keberadaan Malam Museum, juga bisa ikut serta dalam menopang hal tersebut.
Dirinya berharap dengan adanya komunitas Malam Museum ini, makin banyak generasi muda yang mau mengunjungi museum. Tidak hanya untuk tugas sekolah, tetapi benar-benar minat. Sebab, sebenarnya ada banyak hal seru yang bisa dikulik dari hal tersebut.
“Sejauh ini, keberadaan Malam Museum secara langsung maupun tidak langsung ikut meningkatkan minat kunjung museum, terutama untuk generasi muda. Trennya makin positif, selain tentu saja ini berbarengan dengan perbaikan dan pengembangan dari pihak museum sebagai pengelolanya. Kami sebagai mitra museum juga kerap memberi masukan bagaimana membuat kegiatan atau inovasi yang bisa membuat museum lebih menarik,” tuturnya.
Baca juga: Tren Pariwisata Terus Tumbuh, Ini Destinasi Staycation Populer di Dalam dan Luar Negeri
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.