Gula ada di berbagai produk makanan dan minuman (Sumber: Freepik/Stockking)

Hypereport: Intaian Gula dalam Gaya Hidup, Makanan & Minuman Viral 

22 January 2023   |   13:30 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Manis gula tak senikmat dampaknya bagi kesehatan. Gula memang selalu jadi isu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga instansi kesehatan pemerintah berbagai negara terus menyoroti kebiasaan masyarakat mengonsumsi senyawa itu. Rasanya memang bikin ketagihan, tapi jika sudah berlebih efeknya bisa mematikan. 
 
WHO menganjurkan orang dewasa untuk tidak mengonsumsi lebih dari 25 gram per hari. Sementara faktanya, satu kaleng minuman bersoda mengandung 44 gram gula. Bayangkan jika Genhype rajin mengonsumsi makanan penutup (dessert), plus minum minuman soda dan jajanan kekinian. 
 
Setidaknya begitu kira-kira gambaran kelewat batasnya konsumsi gula masyarakat modern, khususnya generasi muda saat ini. Jauh kelewat batas. Efeknya memang tidak seperti luka yang langsung terasa, tapi lama kelamaan hal ini bisa menyebabkan ragam penyakit. Ganjarannya ada pada masa depan. 
 
Baca juga laporan terkait: 
1. Hypereport: Menakar Efek Pola Makan Sehat

2. Hypereport: Berbagi Kisah Sukses Diet yang Bukan Untuk Ditiru
3. Hypereport: Asupan Gizi Tetap Terjaga Meski Jauh dari Rumah

 
Jika dihitung dalam takaran sendok, orang dewasa hanya bisa mengonsumsi sekitar 2 sendok makan gula. Terdengar banyak? Jawabannya tidak juga. Perlu diingat, bahwa gula yang dimaksud tidak hanya bicara soal gula pasir. 
 
Sering kali gula sudah hadir dalam makanan yang mungkin terlihat tidak manis, seperti nasi putih, saus, atau jus buah. Kekhawatiran tentang gula semakin meningkat saat maraknya makanan dan minuman tinggi gula justru menjadi tren di kalangan anak muda.
 
Memang gula hampir tidak bisa dihindari. Akan tetapi kecanduan atau ketagihan akan gula jadi hal serius yang perlu mendapat perhatian khusus. Sugar craving istilahnya, dan hal ini bisa jadi bom yang tinggal menunggu waktu untuk meledak. 
 
Bahkan rasa manis bisa membuat ketergantungan secara psikologis. Makanan tinggi gula mungkin sulit dipisahkan dari kehidupan generasi masa kini, bahkan bisa dikatakan mengundang efek kecanduan. 
 
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, menyampaikan hal yang senada. Selain konsumsi gula memang menyebabkan lonjakan gula darah secara tiba-tiba, dalam jangka panjang hal ini juga bisa menimbulkan efek ketagihan  tanpa disadari. 
 
“Gula fruktosa atau gula sederhana dapat memberikan efek adiksi bahkan  juga resistensi terhadap hormon leptin yang paling penting dalam mengatur sinyal kenyang dan lapar dalam tubuh manusia,” katanya.
 
Ada banyak gula yang tanpa disadari hadir dalam makanan-makanan kekinian. Hasbullah menuturkan maraknya makanan dan minuman tinggi gula seperti keik dan kopi susu, banyak menjadi penyebab tingginya konsumsi gula harian. Menurutnya hal ini jarang disadari oleh mereka. 
 
Memang benar, sulit rasanya menjauhkan generasi masa kini dengan makanan berkandungan gula, Untuk itu, dia menyampaikan metode moderasi jadi hal yang paling memungkinkan untuk dilakukan. Maksudnya, selain konsumsi makanan dan minuman kekinian, mereka juga perlu mengonsumsi makanan sehat yang mengandung vitamin dan mineral. 
 
Meski berbahaya, gula tidak melulu dipandang buruk. Karena faktanya butuh manusia memang membutuhkan gula, dengan catatan dalam kadar yang tepat. “Makanan mengandung gula pada dasarnya tidak buruk, yang harus diperhatikan adalah pengaturan konsumsinya agar tidak melebihi batas,” ujarnya. 
 
Baca juga: Konsumsi Gula Masyarakat Indonesia Tinggi, Yuk Ubah Pola Gaya Hidup 
 

Gulungan Ombak Gula

Banyak produk makanan dan minuman yang mengandung gula berlebih (Sumber: Freepik)

Banyak produk makanan dan minuman yang mengandung gula berlebih (Sumber: Freepik)

Tren makanan manis ini pun semakin mengundang perhatian beriringan dengan melonjaknya angka obesitas. Data WHO menyebutkan sekitar 1 miliar orang didunia mengalami obesitas, di mana 340 juta di antaranya terjadi pada usia remaja.
 
Dokter Spesialis Nutrisi, Diana Suganda menyebut bahwa ketergantungan masyarakat dengan gula memang tak bisa dipandang sebelah mata. “Anak-anak muda ini kelihatan makin suka dengan gula,” katanya. 
 
Maraknya makanan viral terlihat sebagai ombak yang menggulung. Misalnya saja pada zaman dahulu, teh dinikmati tanpa gula atau tawar. Kemudian seiring ketergantungan masyarakat dengan gula, hidangan teh tawar ini berubah menjadi teh manis. 
 
Lebih parah lagi, Diana melanjutkan, saat ini sudah banyak teh yang dicampur tidak hanya dengan gula tapi juga susu, boba, cokelat, sirup, dan bahan manis lainnya. Hal ini membuat orang bisa melebihi konsumsi gula hariannya hanya dalam hitungan jam. 
 
Sulit untuk membuat manusia menepis lezatnya gula. Senyawa ini memainkan perannya tidak hanya pada kadar gula dalam darah, tetapi lebih jauh melibatkan sisi psikologis. Diana menjelaskan bahwa rasa manis memberi sinyal rasa senang ke otak. 
 
Selanjutnya, otak akan menangkap informasi tersebut dan membuat rasa ketagihan. Dampaknya, kita akan terus menerus mencari rasa gula tersebut. Apabila tidak dipenuhi, situasi yang demikian bisa memengaruhi mood, membuat lemas, hingga uring-uringan. 
 
Padahal, lanjutnya, jika seseorang mengambil langkah berani untuk menahan keinginan mengonsumsi gula sekitar 3 hari saja, tubuh tidak akan lagi merasa ketagihan. Maka ketika orang sudah terlalu adiksi terhadap gula, mereka perlu segera menyetop konsumsinya. 
 
Selain makanan viral, tidak dimungkiri jika produk-produk makanan yang tersedia di swalayan juga mengandung banyak gula. Hasbullah menyebut, biasanya produk demikian sudah melewati ultra processed food, yang tidak hanya pengolahannya mengandung gula dan pemanis buatan, tetapi juga tinggi natrium dan pengawet serta minimnya kandungan nutrisi. 
 
Ahli Gizi Masyarakat, Tan Shot Yen juga menyoroti pentingnya memperhatikan gula tersembunyi para produk makanan. Misalnya penggunaan istilah sirup jagung yang sebetulnya merupakan olahan pabrik, atau imbuhan madu yang terkenal menyehatkan, padahal sebetulnya juga gula fruktosa. 
 
“Gula aren, gula merah, itu juga termasuk gula fruktosa. Kalau di bagian belakang label nutrisi produk gula ini sering diberi nama lain, biasanya berakhiran dengan kata ol, seperti manitol atau sorbitol,” kata Tan.
 
Sejatinya, gula fruktosa adalah produk pabrik yang tidak dibutuhkan bagi tubuh manusia. Manusia membutuhkan karbohidrat yang nantinya akan diurai menjadi gula darah. Oleh karenanya Tan menganjurkan untuk tidak menambah gula olahan. Dia lebih menyarankan untuk mengonsumsi gula dari sumber aslinya, seperti dari beras. 
 
“Kewaspadaan masyarakat dalam membaca label pangan juga harus lebih baik, memperhatikan gula tersembunyi dan sebagainya,” ujar Tan.
 
Mudahnya generasi milenial dan generasi z dalam menjangkau informasi dan tren justru seharusnya membuat mereka semakin membuka mata tentang fakta-fakta tersembunyi yang ada di balik tren tersebut. Dengan begitu, mereka bisa lebih sadar tentang isu kesehatan dan mulai mengatur asupan serta pola makan secara umum. 
 
Baca juga: Awas, 4 Makanan Berlabel Healthy Food Ini Ternyata Tinggi Gula & Kalori

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Makna Filosofis Burung Phoenix dalam Tradisi China, Kerap Hadir di Busana Imlek

BERIKUTNYA

Selain Cheongsam, Ini Pakaian yang Dikenakan saat Tahun Baru Imlek

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: