Abu simbel (Sumber gambar: Unsplash/Dmitrii Zhodzishskii)

Hypereport: Melihat Proses & Tantangan Revitalisasi Bangunan Bersejarah Dunia

27 January 2024   |   15:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Like
Keberadaan bangunan bersejarah tidak hanya sebatas penampung cerita masa lalu atau atraksi hiburan nostalgia. Bangunan bersejarah adalah sumber identitas dan kohesi masyarakat yang merekam perkembangan kebudayaan kelompok tertentu dari masa ke masa.

Dari sana, manusia belajar, mengenali dirinya, dan menjaga warisan nenek moyang sembari mengembangkan masa depan yang lebih cerah. Nilai-nilai luhur yang diturunkan ini perlahan jadi identitas kolektif atau jati diri suatu bangsa.

Sayangnya, seiring dengan perjalanan waktu, tidak semua bangunan bersejarah, maupun yang sekarang sudah masuk kategori cagar budaya dunia, ditemukan dalam kondisi baik. Beberapa bangunan tersebut ditemukan dalam kondisi yang rusak dan perlu penanganan khusus. 

Baca juga: 
Hypereport: Merawat Warisan Intelektual Lewat Restorasi Film Lawas
Hypereport: Menengok Upaya Restorasi Aset Seni Nasional
Hypereport: Jalan Panjang Pengarsipan Musik Digital dan Restorasi Rilisan Analog
Hypereport: Kerja Berat Melestarikan Bangunan Cagar Budaya
Hypereport: Melihat Proses & Tantangan Revitalisasi Bangunan Bersejarah Dunia

Dalam kondisi tersebut, revitalisasi bangunan bersejarah jadi hal penting yang perlu dilakukan. Tindakan ini bertujuan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting dari cagar budaya dengan penyesuaian baru yang tidak bertentangan dengan nilai aslinya.

Laporan Unesco menyebut gagasan tentang pelestarian budaya telah berkembang pesat baru dalam 75 tahun terakhir. Periode akhir Perang Dunia II menjadi pemicu untuk menyadari pentingnya melindungi warisan budaya dari kehancuran.

Sejak saat itu, upaya-upaya revitalisasi pun mulai digalakkan. Ada beberapa bangunan bersejarah di dunia yang telah berhasil direvitalisasi. Tindakan tersebut tentu dilakukan dengan presisi agar nilai sejarahnya tidak hilang.
 

Timbuktu (Sumber gambar: Unesco/Francesco Bandarin)

Timbuktu (Sumber gambar: Unesco/Francesco Bandarin)

Timbuktu, Afrika Barat

Salah satunya terjadi pada situs warisan dunia Timbuktu, Mali, Afrika Barat. Situs warisan yang berupa rumah-rumah lumpur pra-Islam ini sempat mengalami kerusakan karena tidak mendapat perlindungan di tengah ketidakamanan di negara tersebut.

Setelah masa pendudukan kelompok bersenjata pada 2012, banyak bangunan bersejarah di Timbuktu, seperti 16 makan yang masuk daftar Warisan Dunia sejak 1988 dihancurkan. Unesco mencatat lebih dari 4.000 dari 40.000 manuskrip yang disimpan di Institut Ahmed Baba juga hilang.

Beruntungnya, beberapa masih bisa diselamatkan. Para penduduk di sana diam-diam membawa lebih dari 300.000 manuskrip ke ibu kota Bamako. Sejumlah teks juga disimpan di dinding lumpur atau dikubur. Meski kemudian beberapa dari aset tersebut tidak lagi bisa bertahan lama bagi generasi mendatang.

Dalam proses konservasi, Unesco bekerja sama dengan mendukung komunitas lokal untuk mengambil bagian dalam proyek konservasi naskah kuno dan memastikan pelestariannya.

Selain itu, pekerjaan untuk membangun kembali empat belas makam yang terdaftar dalam Daftar Warisan Dunia, serta masjid Djingareyber dan Sidi Yaha, yang sengaja dihancurkan oleh kelompok bersenjata selama konflik pun dimulai.

Untuk memastikan kuil yang dibangun kembali sedekat mungkin dengan kuil lama, pekerjaan rekonstruksi diperiksa berdasarkan foto lama dan berkonsultasi dengan tetua setempat. Pekerja lokal menggunakan metode tradisional dan bahan-bahan lokal, termasuk batu alhor, batang padi dan banco, yakni campuran tanah liat dan jerami. 

Pada 2013, sejumlah bangunan mulai menunjukkan wajah barunya, termasuk Masjid Djingareyber di Timbuktu yang ikut terdampak. Masjid Djingareyber adalah yang terbesar dari tiga masjid di situs Warisan Dunia dan menampung dua dari 14 makam yang dihancurkan oleh kelompok pemberontak bersenjata.

“Pemerintah Mali dan UNESCO sedang berupaya memulihkan monumen dan mausoleum Timbuktu. Misi bulan ini memberi kami keyakinan bahwa janji yang dibuat akan ditepati,” kata Abderahamane Ben Essayouti, Imam Djingareyber dalam laman resmi Unesco, dikutip Hypeabis.id, Sabtu (26/1).

Untuk menggarap project revitalisasi ini, pemerintah Mali dan Unesco mendapatkan bantuan sebesar 500.000 euro yang disediakan oleh Uni Eropa. Program warisan budaya ini akan dipimpin bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Tinggi, dan Penelitian Ilmiah Mali. Unesco juga akan memastikan keterlibatan komunitas terkait.
 

Abu simbel (Sumber gambar: Unsplash/ Dmitrii Zhodzishskii)

Abu simbel (Sumber gambar: Unsplash/ Dmitrii Zhodzishskii)

Abu Simbel, Mesir 

Hal serupa juga terjadi pada bangunan bersejarah Abu Simbel di Mesir. Kuil ini dibangun pada masa pemerintahan Firaun Ramses II, sekitar tahun 1250 Sebelum Masehi (SM). Kuil Abu Simbel terdiri dari dua bangunan. Kuil yang lebih besar dikenal dengan nama Ramses II

Penjaga kuil Mesir Abd El-Sayed memegang Kunci kuil untuk menguncinya setelah akhir kunjungan ke reruntuhan kuil dari kuil Abu Simbel yang berusia 3200 tahun, di hulu Sungai Nil di Aswan, Mesir, 1 Mei 2023.

Lokasinya terletak di Nubia, selatan Mesir. Kuil ini dibangun pada masa pemerintahan Firaun Ramses II, sekitar 1250 Sebelum Masehi (SM). Kuil ini dibangun untuk memperingati Pertempuran Kadesh serta memberi penghormatan kepada Ratu Nefertari yang merupakan istri Firaun Ramses II.

Kuil Abu Simbel terdiri dari dua bangunan. Kuil yang lebih besar dikenal dengan nama Ramses II. Kuil ini dibangun untuk menghormati Firaun Ramses II dan Dewa Ra-Harakhty, Amun, dan Ptah. Satu kuil lagi yang lebih kecil dipersembahkan untuk Ratu Nefertari dan Dewi Hathor.

Ketika itu, ada periode kelam yang membuat kuil ini ditinggalkan. Setelah berabad-abad terlupakan, tertutup oleh pasir, bangunan bersejarah ini ditemukan kembali pada 1813.

Namun, setelah kembali ditemukan, peninggalan ini terancam dihancurkan lagi karena ada isu naiknya air sungai Nil. Kenaikan air terjadi karena pembangunan bendungan yang berfungsi untuk membantu pertanian warga setempat. Konflik pun terjadi, antara memilih manusia yang hidup atau sejarah dari benda mati.

Upaya untuk mencari jalan tengah pun dilakukan. Pada 1964, ada banyak ahli dari 50 negara yang terlibat bergerak bersama menyelamatkan situs ini. Tidak mudah memang, mereka bahkan menyebut penyelamatan ini adalah salah satu tantangan terbesar teknik arkeologi dalam sejarah.

Ketika itu, seluruh lokasi dipotong dengan hati-hati menjadi blok-blok besar, dibongkar, diangkat dan dipasang kembali di lokasi baru yang tingginya 65 meter dan 200 meter dari sungai. Saat ini, empat patung megah yang menjaga pintu masuk candi besar.
 

Angkot Wat (Sumber gambar: Unsplash/ Paul Szewczyk)

Angkor Wat (Sumber gambar: Unsplash/ Paul Szewczyk)

Angkor Wat, Kamboja 

Salah satu bangunan keagamaan besar di Kamboja, Angkor Wat, juga mengalami revitalisasi sebelum seperti sekarang. Mengutip Britannica, kuil ini dibangun oleh oleh Suryavarman II sebagai kuil pemakaman yang luas di mana jenazahnya akan disimpan. Konstruksinya diyakini dibangun memakan waktu sekitar tiga dekade.

Seluruh motif keagamaan aslinya berasal dari agama Hindu, dan candi ini dipersembahkan kepada dewa Siwa, Brahma, dan Wisnu. Pada awal abad ke-15 Angkor ditinggalkan. Namun para biksu Buddha Theravada tetap mempertahankan Angkor Wat, yang tetap menjadi situs ziarah penting dan terus menarik pengunjung Eropa.

Pada abad ke-20 berbagai program revitalisasi coba dilakukan, tetapi terhambat oleh kerusuhan politik di Kamboja pada 1970-an. Ketika pada 1980-an akan kembali direvitalisasi, para ahli menyebut perbaikan yang harus dilakukan ternyata sangat kompleks.

Beberapa bagian dituntut untuk dibongkar dan dibangun kembali. pada 1992, kompleks Angkor mendapat status baru, yakni situs Warisan Budaya Unesco. Sejak saat itu, upaya restorasi terus meningkat.
 

(Sumber gambar: www.greenhub.hk)

(Sumber gambar: www.greenhub.hk)

Old Tai Po, Hong Kong

Sementara itu, di Hong Kong, salah satu bangunan paling bersejarah di negara tersebut, yakni Kantor Polisi Old Tai Po, juga sempat mendapatkan revitalisasi untuk menjaga kelestariannya. Project ini menerima Honorable Mention dalam Penghargaan Asia-Pasifik UNESCO untuk Konservasi Warisan Budaya pada 2017.

Dibangun pada 1899, Kantor Polisi Old Tai Po adalah kantor polisi dan markas polisi pertama di New Territories. Bangunan ini dinilai sebagai bangunan bersejarah Tingkat I pada tahun 2009 karena signifikansi budayanya.

Kompleks Kantor Polisi Old Tai Po sebagian besar terdiri dari bangunan Utilitarian satu lantai. Bentuknya yang sederhana, ekonomis namun tradisional, ditambah dengan bekas beranda di elevasi selatan dan timur, merupakan contoh representatif gaya arsitektur kolonial klasik. Beberapa pengaruh arsitektur Tiongkok mungkin ada, terutama dalam konstruksi atap.

Pada 2010, proposal revitalisasi mulai dibuat Kadoorie Farm and Botanic Garden Corporation (KFBG) bersama CAHR. Tujuan tindakan ini adalah untuk merevitalisasi bangunan bersejarah Kantor Polisi Old Tai Po menjadi landmark kehidupan berkelanjutan.

Proses panjang pun dilakukan, dari mempelajari sejarah dan arsitektur bangunan dan situs tersebut, dan menyusun proposal komprehensif yang dapat melestarikan fitur arsitektur unik, memulihkan tampilan aslinya, dan menyesuaikan ruang bersejarah dengan fungsi baru.

Berbagai fitur representatif dari situs warisan budaya, seperti ruang laporan, sel retensi, dan gudang senjata telah dipugar dengan baik dan diubah menjadi area Pameran Warisan. 

Baca juga: Eksklusif Profil Dwi Sasono: Patung Restorasi Lebur, Penelusuran dan Pemaknaan Kehidupan
 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Cek Spesifikasi Vivo Y100 5G: Dari Chipset Snapdragon 4 Gen 2 5G sampai Pengisian Daya 80W

BERIKUTNYA

Tim Indonesia Mendominasi Partai Puncak Undawn All Star, Cek Cara Nonton Pertandingannya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: