Ilustrasi dangdut (Sumber gambar: Freepik/bedneyimages)

Hypereport: Joget Dangdut Makin Asyik Berkat Merebaknya Lirik Berbahasa Daerah

15 October 2023   |   19:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Musik dangdut makin riuh bergema dalam beberapa tahun terakhir ini. Musik yang identik dengan tabuhan gendang dan cengkok vokal penyanyinya itu juga terus bertransformasi menemukan bentuk-bentuk baru, memikat pendengar baru, dan menabrak kelas-kelas yang menyekatnya selama ini.

Dangdut yang dulu identik dengan musik kelas bawah, nyatanya kini penikmat dangdut telah datang dari berbagai kalangan. Panggung dangdut yang dihadirkan pada perayaan Hari Kemerdekaan di Istana Negara dalam 2 tahun terakhi jadi saksi bahwa para petinggi negeri ini juga sejatinya tak kuasa menahan bergoyang ketika gendang telah ditabuh.

Musik dangdut juga kini tidak lagi sebatas hadir di panggung-panggung sederhana. Kegemilangan para biduan dangdut juga mewarnai berbagai festival musik bergengsi, dari Synchronize Fest hingga Pesta Pora sekali pun.

Baca juga: 
Hypereport: Orkes Terus Berdendang, Musik dari Kampus yang Membius Banyak Orang
Hypereport: Dari Orkes Melayu sampai Koplo, Regenerasi Dangdut Terus Berlanjut
Hypereport: Jalan Panjang Dangdut Menuju Pengakuan UNESCO


Dangdut memang sedang mengundang atensi yang luar biasa. Di YouTube, Denny Caknan, salah satu generasi baru dangdut yang lagi naik daun telah mencapai 5,97 juta subscriber. Lagu-lagunya juga diputar oleh jutaan orang, bahkan untuk judul Kartonyono Medot Janji telah diputar ulang sebanyak 273 juta kali.

Tak hanya Denny, kanal YouTube GuyonWaton juga telah memiliki 2,81 juta subscriber. Salah satu videonya berjudul Perlahan telah diputar sebanyak 136 juta. Lalu, ada juga Aftershine dengan musik video berjudul Yowes Modaro juga ditonton lebih dari 98 juta kali.

Menurut, pengamat musik Aldo Sianturi musik dangdut kini telah mewarnai berbagai medium tontonan, dari televisi, panggung hiburan hingga ponsel pintar. Namun, medium terakhir itu bisa jadi adalah salah satu titik momentum keriuhan yang makin menjadi ini.

“Para pelaku musik dangdut ini lagi memanfaatkan momen. Dahulu hanya mengandalkan konser saja, kini para musisinya juga mencari pasif income dari digital lewat YouTube dan berbagai platform monetisasi lain,” ucap Aldo kepada Hypeabis.id.

Keikutsertaan penyanyi dangdut dalam medium digital ini kemudian makin melebarkan sayap mereka. Rupanya, medium ini mampu membuat para pencinta musik ini berkumpul dan menikmati karya-karya mereka dalam bentuk baru. Hasilnya, lagu-lagu mereka yang diputar puluhan juta kali di berbagai platform streaming.

Medium baru ini juga jadi cara penyanyi untuk mengeksplorasi diri dan menjaring penggemarnya sendiri. Sebab, jika berkaca pada kompetisi penyanyi dangdut yang kerap hanya berfokus pada pemenang saja, di internet mereka bisa membuat sorotan utama hanya kepadanya.


Kekuatan Tema Patah Hati

Dangdut juga kini tidak hanya dikenal karena biduan wanitanya saja. Saat ini biduan laki-laki juga mulai banyak yang populer. Mereka turut membawa warna tersendiri bagi musik dangdut, utamanya dengan citra patah hati yang belakangan jadi makin marak digaungkan. Ingat Genhype, laki-laki juga berhak patah hati dan mengekspresikan kesedihannya.

Makin bertumbuhnya biduan laki-laki memang jadi hal menarik. Nama-nama seperti Denny Caknan, Ndarboy Genk, Guyon Waton, Pendhoza, NDX Aka, OM Wawes, Aftershine, hingga Gilga Sahid memang lagi populer dalam 5 tahun terakhir.

Walau demikian, pengamat musik Mudya Mustamin menilai kehadiran biduan laki-laki ini bukanlah hal yang baru-baru banget. Sebab, penyanyi yang dijuluki Raja Dangdut, yakni Rhoma Irama, juga adalah biduan laki-laki.

Baca juga: Hypereport: Gaya Hidup Kekinian & Problem Kesehatan Generasi Masa Depan

Lalu, era setelahnya, ada Meggy Z, Muchsin Alatas, A. Rafiq, Jaja Miharja, Mansyur S, Hamdan ATT, Nazar, dan lain-lain juga masih terus bermunculan di setiap generasi. Namun, jika kini jumlahnya cenderung lebih banyak, tentu ini jadi pertanda bagus.

“Namun, harus dibarengi dengan kualitas juga karena yang paling sulit adalah brtahan lama atau eksis lebih lama,” ucapnya.

Dalam pandangan Mustamin, Dangdut kini juga perlahan mulai mengurangi tren goyangan, sesuatu yang sempat begitu melekat pada musik ini. Memang, para penonton dan penyanyinya tentu masih bergoyang ketika lagu dimainkan. Namun, tidak lagi harus jadi sesuatu yang ditonjolkan bahkan hingga diberi nama.

Era setiap penyanyi memiliki ciri khas goyangan mulai berlahan berkurang. “Namun, kalau bicara dangdut akar rumput, terbilang masih banyak juga suguhan dangdut yang menjual goyangan, apalagi yang mengandalkan saweran.

Kini, dangdut justru lebih populer sebagai musik untuk menjogeti patah hati. Anggapan ini tentu tak bisa dilepaskan dari apa yang telah dipupuk The Godfather of Broken Heart Didi Kempot. Bagi Mustamin, tema cinta dan patah hati memang jadi ladang yang menarik bagi dangdut.

Sebab, lirik dangdut selalu terinspirasi dari kehidupan sehari-hari. Termasuk, di dalamnya masalah percintaan hingga prahara rumah tangga. Secara komersial, terbukti formula ini disukai. Terlebih, cara penyampaiannya yang ringan dan tidak membutuhkan kemampuan berpikir juga membuat liriknya begitu mudah diterima banyak orang.


Kedekatan Lirik Bahasa Daerah

Lirik lagu dangdut belakangan banyak memakai bahasa daerah. Uniknya, meski menggunakan bahasa daerah, lagu-lagu tersebut tetap bisa dinikmati banyak orang, bahkan oleh bukan penuturnya.

Bagi penikmat musik dangdut, Aldo menilai penggunaan musik daerah ini pertanda yang baik. Hal itu juga jadi penunjuk identitas dari si penyanyi. Misalnya, penyanyi yang berasal dari Kediri, Tegal, Batang, atau bahkan Sumatra, akan menonjolkan kekayaan bahasanya sendiri.

“Penggunaan lirik bahasa daerah sekarang memang lebih bisa diterima. Mau ada artinya atau enggak, semua diterima. Padahal, dulu mungkin banyak produser yang takut bereksplorasi dan takut rugi. Kini, justru berkebalikan,” terang Aldo.

Di sisi lain, penggunaan bahasa daerah juga kerap dipakai penyanyi untuk mengambil market di daerah tertentu. Akhirnya, ada strategi dalam pemilihan-pemilihan tersebut. Apa pun itu, lagu berbahasa daerah kini jadi makin masif terdengar.

Anak-anak muda bahkan tak malu untuk berdendang dengan bahasa daerah masing-masing. Citra sebuah bahasa menjadi ikut terangkat dan sedikit banyak membantu kepopuleran penuturnya.

Pakar Forensik Bahasa Universitas Nasional Jakarta Wahyu Wibowo mengatakan penggunaan lirik bahasa daerah di dalam sebuah lagi bisa menciptakan efek perlokutif. Yakni, masyarakat pendengar akan segera tahu bahwa negeri ini punya kekayaan kosa kata yang beragam.

Meskipun demikian, penggunaan bahasa daerah dalam lirik lagu tidak serta merta menjadi upaya pelestarian bahasa daerah itu sendiri. Sebab, jika disebut upaya, perlakuannya mesti dilakukan konsisten dan terus menerus.

“Jika hanya satu dua kali atau sebatas tren, penggunaan bahasa daerah tak lebih hanya pemanis untuk lagu atau bahkan bahan marketing,” jelasnya.

Baca juga: Hypereport: Badai Live Selling yang Mengubah Perilaku Belanja hingga Strategi Bisnis

Namun, musik adalah sebuah bahasa yang universal. Oleh karena itu, saat ini muncul fenomena lagu bahasa daerah bisa menasional atau dinyanyikan oleh bukan si penutur aslinya. Sebab, dalam sebuah lagu, bahasa yang lebih universal ialah riama atau nadanya. Sebuah lagu dalam kenyataannya tidak hanya ditentukan oleh sebatas lirik.

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Awas Perangkap Toxic Parenting, Begini Cara Memutusnya?

BERIKUTNYA

Trofi & Maskot Piala Dunia U-17 Dipamerkan di Bundaran HI, Bakal Hadir Juga di 3 Kota Lain

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: