Grup Orkes Taman Bunga saat tampil di acara Madani International Film Festival 2023 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini Jakarta. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Hypereport: Orkes Terus Berdendang, Musik dari Kampus yang Membius Banyak Orang

16 October 2023   |   11:19 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Like
Malam itu, area belakang Teater Besar di Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini Jakarta tampak ramai. Puluhan orang berkumpul, berjoget, dan bersuka cita menikmati alunan musik. Di atas panggung berukuran kecil, tampak sekelompok laki-laki berpakaian nyentrik, bersemangat memainkan alat musik mereka.

Sebelas orang yang terdiri dari pemusik dan penyanyi itu melantunkan lagu-lagu berbahasa Indonesia dan Minangkabau dengan irama musik orkes Melayu yang khas. Nyaris semua penonton yang hadir larut dengan suguhan pertunjukan musik yang menghibur sekaligus membuat siapapun tak tahan untuk bergoyang itu.

Mereka adalah Orkes Taman Bunga (OTB), grup musik orkes yang berbasis di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Berdiri sejak 2012, OTB konsisten mengusung perpaduan antara musik Minangkabau-Melayu dan dangdut yang dikemas ke dalam bentuk populer.

Baca Hypereport lainnya:
Hypereport: Jalan Panjang Dangdut Menuju Pengakuan UNESCO
Hypereport: Dari Orkes Melayu sampai Koplo, Regenerasi Dangdut Terus Berlanjut
Hypereport: Joget Dangdut Makin Asyik Berkat Merebaknya Lirik Berbahasa Daerah

 


Lagu-lagu yang diciptakan OTB mayoritas merupakan refleksi dari cerita-cerita dan pengalaman keseharian di lingkungan mereka, yang dinyanyikan dengan memadukan antara bahasa Minangkabau dan Indonesia. Semua itu disajikan dengan melodi instrumen etnik rumpun Melayu dan sentuhan modern.

"Kami menyebutnya orkes lokal irama kultural. Kami menggunakan tradisi [musik] Minang Melayu mulai dari instrumen dan teks-teks yang dibawakan. Kami menyuarakan persoalan di sekitar [lingkungan] kami," kata Leva K. Balti selaku vokalis OTB saat ditemui Hypeabis.id, baru-baru ini.

OTB hanyalah satu dari sekian banyak grup orkes serupa yang kian masif bermunculan di berbagai daerah di Tanah Air. Sebut saja Pemuda Harapan Bangsa (PHB), Nunung CS, Olsam, OM PMS, Pasukan Perang, OMPLR, Babaloman, OM Lawan, Serempet Gudal, Orkes PJM, dan Orkes Pensil Alis. Kehadiran mereka memberikan warna tersendiri di tengah perkembangan industri musik dalam negeri yang semakin pesat saat ini.

Tidak ada definisi yang ajeg jika bicara mengenai orkes. Ada yang sepakat bahwa ini merupakan subgenre dari musik dangdut, tapi ada pula yang mengatakan bahwa orkes adalah jenis irama yang berbeda dari dangdut. Namun, yang pasti, kelompok musik orkes identik dengan lagu-lagu dengan lirik yang humoris serta irama musik yang mengajak pendengarnya untuk bergembira dan bergoyang bersama.

Mandolin sekaligus back vocal OTB Jumaidil Firdaus berpendapat musik orkes berbeda dengan musik dangdut yang dipopulerkan oleh Rhoma Irama. Menurutnya, perbedaan mencolok datang dari segi materi lagu. Dangdut klasik cenderung menampilkan lirik-lirik lagu yang melankolis sekaligus puitis, sedangkan orkes konsisten mendendangkan lagu-lagu berlirik humoris yang nyeleneh dan sesekali menyelipkan pesan moral.
 

Raja dangdut Rhoma Irama, salah satu pelopor dangdut di Indonesia. (Sumber foto: Hypeabis.id/Nurul Hidayat)

Raja dangdut Rhoma Irama, salah satu pelopor dangdut di Indonesia. (Sumber foto: Hypeabis.id/Nurul Hidayat)


"Patokan dangdut itu ya seperti Rhoma Irama dengan Soneta-nya. Rasa dangdut memang ada dalam grup orkes OM PSP dan PMR sebagai pendahulu, tapi mereka seperti lebih nyatu sama anak muda atau mahasiswa," katanya.

Berbeda dari pandangan tersebut, Founder Kobra Musik Dado Darmawan berpendapat orkes merupakan musik turunan langsung dari dangdut, seperti halnya musik metal dan punk yang berakar dari genre rock. Menurutnya, musik dangdut identik dengan irama yang berasal dari tiga alat musik yakni gendang, mandolin, dan suling. Ketiga alat musik itu pulalah yang hadir dalam musik orkes.

"Ketika unsur [musiknya] sudah ada di dalamnya [orkes], menurut saya sih akarnya memang dari dangdut. Tapi bebas-bebas aja kalau ada pendapat lain tentang orkes," ujarnya.

Musik orkes muncul dan populer di Indonesia sejak tahun 1970-an. Kemunculan kelompok musik orkes banyak berasal dari kalangan mahasiswa di kampus-kampus. Meski terdengar humoris, lagu-lagu orkes juga tak jarang menjadi wahana bagi mahasiswa untuk menyampaikan kritik mereka kepada rezim pemerintahan terhadap situasi sosial politik kala itu.

Mereka memotret ketimpangan sosial kala dimulainya era kapitalisasi spasio-stemporal di Jakarta saat itu, dalam kemasan lagu-lagu yang terdengar ringan. Irama musik yang terdengar lebih ringan itu diracik oleh mereka sebagai alternatif ketika komposisi dangdut klasik dinilai lebih rumit dan tidak sembarang orang bisa memainkannya. Hal inilah yang membuat istilah Orkes Melayu yang identik dari dangdut klasik, diplesetkan menjadi Orkes Moral oleh musik orkes.

Dua grup yang sering disebut sebagai pelopor jenis musik satu ini ialah Orkes Moral Pancaran Sinar Petromak (OM PSP) dan Orkes Moral Pengantar Minum Racun (PMR). Para personel OM PSP kebanyakan merupakan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang terdiri dari Ade Anwar, Monos, Omen, Rizali, Dindin, Aditya, Andra, dan James R Lapian.

Kala itu, grup yang berdiri pada 1978 ini sering tampil bersama grup komedi Warkop DKI yang kerap memainkan dan memelesetkan lagu-lagu dangdut populer era 1960-an dan 1970-an salah satunya Siksa Kubur. Di samping itu, mereka juga dikenal dengan lagu-lagu yang diciptakan sendiri seperti Fatime, Gaya Mahasiswa, dan Drakula.

Baca juga: Saat Pemerintah Orde Baru Jatuh Hati pada Dendang Dangdut

Sementara PMR adalah kelompok musik yang dimotori oleh musisi Jhonny Iskandar dan digawangi oleh Adjie Cetti Bahadursyah, Yuri Mahippal, Harry Muka Kapoor, Budi Padukone, dan Imma Maranaan.

Dengan gaya yang nyeleneh, mereka dikenal dengan lagu-lagu berlirik humor seperti Judul-judulan, Bintangku Bintangmu, dan lain-lain. Aspek komedi ini pula yang membuat mereka mempelesetkan singkatan OM dari Orkes Melayu menjadi Orkes Madun atau Orkes Moral.

Di samping menghadirkan lagu-lagu berlirik humor dengan sisipan pesan moral, musik orkes juga kerap mempelesetkan atau memparodikan lagu-lagu dangdut klasik populer yang cenderung bernuansa melankolis dan nestapa menjadi lebih gembira. Dua hal itu yang setidaknya menjadi karakteristik kuat dari musik orkes. Hal inilah yang membuat musik orkes mudah diterima oleh penikmat musik dari kalangan manapun.

"Ada lagu yang enak didengar, ada lagu yang enak dinyanyikan, ada lagu yang enak dijogetin, dan di orkes ini tiga-tiganya masuk semua. Karena kadang ada lagu enak tapi enggak bisa dijogetin," kata Dado.

Sampai saat ini, musik orkes terus berkembang dan digemari di kalangan anak muda. Tak jarang konser-konser musik dari berbagai skala menghadirkan grup orkes sebagai salah satu lineup mereka. Bahkan, salah satu festival musik terbesar di Indonesia, Synchronize Fest, tahun ini menghadirkan satu panggung khusus untuk menampilkan sederet grup orkes dari berbagai daerah yang diberi nama Panggung Getar.

Dado sepakat jika musik orkes masih populer dan terus mengalami regenerasi sampai saat ini. Menurutnya, sejak tahun 1970-an, musik orkes tidak pernah punah dan selalu memiliki penikmatnya dari generasi ke generasi. Sama seperti genre musik lainnya, orkes juga terus mengalami perkembangan dan eksplorasi dari segi aransemen musik.

Dado menilai perkembangan musik orkes yang terjadi sampai saat ini salah satunya dipicu oleh kembalinya OM PMR aktif bermusik pada 2014 setelah vakum beberapa lama. Kala itu, mereka merilis album mini Orkeslah Kalau Bergitar yang berisi sejumlah lagu parodi gubahan dari band-band populer seperti Naif, Efek Rumah Kaca, dan Seringai. Termasuk, meluncurkan single baru berjudul Time is Money.

Begitupun grup OM PSP yang masih terus aktif bermusik dan tampil di sejumlah acara televisi. "Itu yang akhirnya mungkin jadi pemancing musik orkes masuk ke lingkungan atau tongkrongan skena dan ternyata penikmatnya banyak hingga akhirnya berkembang," tuturnya.

Selain itu, faktor lain yang membuat musik orkes juga berkembang adalah makin luasnya ruang-ruang para musisi dan grup band untuk tampil menunjukkan karya-karya mereka. Masifnya gelaran konser dan festival musik dari berbagai skala dan memberikan ruang bagi grup-grup orkes, membuat musik mereka semakin menjangkau kalangan pendengar yang lebih luas.

Dado juga menuturkan selain dari kampus-kampus, grup musik orkes juga ada yang datang dari satu tongkrongan tertentu seperti yang terjadi pada kelompok OM PMR. Meski demikian, pria yang juga aktif sebagai musisi itu menilai kemunculan grup-grup orkes di kalangan anak muda saat ini sebagian besar masih berasal dari kampus.

Misalnya OTB yang berasal dari Institut Indonesia Padang Panjang, Pasukan Perang dari Institut Seni Budaya Indonesia Bandung, serta Nunung CS dan Orkes Hamba Allah dari UI. Hal ini menandakan bahwa regenerasi grup orkes yang berawal dari kampus-kampus sejak tahun 1970-an, masih tetap berjalan hingga sekarang.

Meski mengalami perkembangan, dalam tataran dangdut, dia menilai bahwa orkes saat ini belum menjadi genre mainstream di kalangan penikmat musik dalam negeri. Eksistensinya tidak sebesar dan sepopuler saat era 1970-an hingga 1980-an. Menurutnya, saat ini, masyarakat cenderung lebih karib dengan musik dangdut koplo ambyar seperti yang dibawakan Denny Caknan dan Ndarboy Genk serta dangdut-pop elektronik yang dibawakan oleh NDX AKA dan Feel Koplo.

Dado berpendapat saat ini, belum ada grup yang bisa menciptakan lagu-lagu orkes ikonik dan akrab di telinga penikmat musik seperti Judul-judulan dan Fatime yang populer pada era 1970-an hingga 1980-an, sehingga memberikan dampak yang besar bagi kelompok musik mereka. Hal ini pulalah yang menurutnya menjadi tantangan tersendiri di kalangan musisi dan grup band saat ini, untuk menciptakan engagement dan ikatan dengan pendengar melalui lagu-lagu mereka.

"Di orkes sendiri mungkin belum lahir satu grup yang bisa memberikan sebuah karya yang dampaknya luas. Mungkin itu yang menjadi PR buat teman-teman orkes. Pada akhirnya yang membuktikan karyanya, seberapa luas itu bisa sampai ke semua pendengar," katanya.

Baca juga: Punya Penggemar yang Tak Kalah Banyak, Dangdut Berpotensi Bersaing dengan K-Pop

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

10 Kata-kata Bijak untuk Merayakan Hari Pelajar Sedunia

BERIKUTNYA

Trauma Bisa Diwariskan & Menciptakan Rantai Konflik dalam Keluarga, Begini Kata Psikolog

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: