Hypereport: Lika-Liku Menata Karier & Masa Depan
26 June 2023 |
21:00 WIB
1
Like
Like
Like
Semua tentang dunia kerja serba tidak pasti. Tidak mudah dipikirkan juga dikejar. Seringkali menimbulkan kekhawatiran dan dilema. Di tengah hiruk pikuk dunia kerja yang berputar cepat saat ini, banyak dari kita yang merasa terombang-ambing dalam pencarian jalur karier yang pas.
Ada banyak pertanyaan yang muncul seiring proses terjun ke ‘dunia nyata’ itu berlangsung. Bagaimana kita bisa menemukan titik temu antara minat pribadi dan peluang yang ada? Bagaimana menemukan jalur yang tepat di dunia kerja yang serba dinamis? Apakah kerja di luar jurusan pendidikan akan jadi pengkhianatan atau pintu sukses yang tak terduga?
Baca juga: Hypereport: Dilema Gaya Hidup Wah di Balik Barang Mewah
Hal-hal ini tak jarang berkecamuk bagi para pencari kerja baru maupun yang sudah lama bekerja. Pasalnya, bagaimanapun, mencari pekerjaan dan karier yang tepat adalah impian setiap orang.
Dalam sebuah wawancara di ABC World News, wartawan Amerika Serikat Diane Sawyer bertanya kepada ilmuwan dan penulis Stephen Hawking soal nasihat apa yang akan dia berikan kepada anak-anaknya. Ketika itu, Hawking menjawab “pekerjaan memberikan Anda makna dan tujuan, dan hidup tanpanya terasa kosong”.
Dari sini, bisa dilihat betapa pentingnya pekerjaan dalam kehidupan sehingga tidak disarankan sembarang atau asal memilih aktivitas tersebut. Pengusaha Gary ‘Vee’ Vaynerchuk dalam sebuah wawancara dengan The Huffington Post juga pernah menggarisbawahi pentingnya hal ini. ‘Kerja adalah cinta yang terlihat dari tindakan kita setiap hari,” katanya.
Seiring dengan bergeraknya kita dan waktu, ada banyak isu terkait dunia kerja yang menarik untuk ditelisik. Dalam Hypereport kali ini, tim Hypeabis.id coba mengeksplorasi tema-tema yang mencakup kiat memulai karier, kerja tidak sesuai jurusan kuliah, fenomena ‘kutu loncat’, hingga pegawai loyal di sebuah perusahaan.
Yuk ikuti cerita utuhnya berikut ini. (klik sub-judul untuk membaca tulisan selengkapnya).
Yulie Asil, Head of Recruitment PT Sesa Indonesia mengatakan, persiapan diri dalam meniti karier memang harus dilakukan secara matang, bahkan sejak kandidat duduk di bangku sekolah atau universitas. Pasalnya dengan perencanaan yang tepat maka akan memudahkan seseorang saat hendak meniti karier untuk masa depan.
Di samping persiapan yang matang, ada berbagai hal yang juga harus disiapkan sebelum memasuki dunia kerja. Salah satunya dengan mengikuti organisasi intra atau luar kampus. Sebab di tempat itu, orang bakal mampu mengasah keterampilan personal mereka yang kelas dibutuhkan untuk meniti karier.
Sementara itu, Career Coach Aditiyo Indrasanto memberikan beberapa kiat khusus bagi lulusan baru untuk memaksimalkan potensinya di dunia kerja. Pertama, dengan mengasah keterampilan serta memiliki tujuan yang jelas.
Kedua, memiliki mindset dan attitude yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, interpersonal skill atau cara berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Keempat, action alias tindakan dari yang mereka rencanakan sejak awal.
Kondisi ini selaras dengan pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim beberapa waktu lalu. Dia mengatakan hanya ada maksimal 20 persen lulusan mahasiswa yang bekerja sesuai dengan program studinya. Sedangkan 80 persen sisanya, bekerja di luar prodi mereka.
Omar Adibaskoro adalah salah satunya. Dia merupakan lulusan Bahasa Jepang dari kampus ternama. Saat banyak temannya menjadi penerjemah dan guru bahasa, dia memilih untuk bekerja di bidang jurnalistik dan media. Selain ada ketertarikan pribadi, dia melihat sektor ini masih awam di kalangan generasi z.
Menurutnya, bidang yang banyak diminati generasinya saat ini adalah copywriter, UI/UX designer, digital marketing, dan SEO specialist. “Untuk masuk ke situ saingannya berat. Peluang saya kerja di jurnalis lebih besar. Jarang orang yang mau ambil dan jarang yang passion-nya di situ,” katanya.
Lain lagi dengan Hanum Indra Sari. Sarjana ilmu komunikasi jurusan jurnalistik itu telah menjalani peran sebagai guru untuk anak-anak prasekolah. Selama 13 tahun dia setia dengan profesinya itu. Hanum menemukan passion di dunia pendidikan ketika lulus kuliah.
Bermula dari ajakan seorang teman untuk mengajar di sebuah kelas prasekolah, akhirnya dia kecanduan. Dia sempat berhenti mengajar setelah 6 tahun bekerja sebagai guru. Namun, gairahnya untuk kembali ke dunia pendidikan begitu tinggi. “[Jadinya] tetap ngajar di dunia anak-anak. Usianya dari bayi sampai 6 tahun,” tuturnya.
Imam Nugroho, seorang karyawan swasta, tidak pernah memiliki pikiran untuk berpindah-pindah kerja sejak lulus dari kampus di Bandung, Jawa Barat. Namun, nyatanya dia banyak beralih dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Alasannya beragam, tapi motivasi belajar dan berkembang adalah yang utama.
Dalam setahun pertama, dia bekerja di sejumlah perusahaan. Di posisi HRD bagian pelatihan hingga staf di perusahaan ritel. Bahkan hingga pada tahun ke-7 berkarier, Imam mendapat tawaran di tempat lain dan mengambil peluang tersebut.
Windy Prastiwi, Head of Human Capital PT United Family Food (Unifam), mengatakan bahwa tren individu yang sering berpindah perusahaan menunjukkan bahwa kondisi karyawan pada saat ini sudah berbeda.
“Dahulu kita sering melihat orang yang bertahan di perusahaan hingga 10 sampai 15 tahun. Saat ini jangka waktu orang bekerja di suatu perusahaan jauh lebih pendek, terutama dari Generasi milenial dan Z yang cenderung lebih mungkin untuk berpindah-pindah perusahaan,” katanya.
Menariknya, tren kutu loncat ini sering terjadi di kalangan usia milenial saja. Data mengenai masa kerja pendek di kalangan usia milenial pun terang benderang. Survei yang dilakukan Sheahan (2009) menunjukan bahwa rata-rata masa kerja karyawan milenial, yang disebut juga sebagai generasi y, adalah 18 bulan.
Angka ini lebih pendek dibandingkan dengan masa kerja generasi x dan baby boomer (kelahiran 1946 hingga 1980) yang memiliki rata-rata masa kerja 4 tahun. Pergeseran fenomena ini mengajak milenial untuk sejenak menyimak kisah dari perjalanan karier karyawan loyal dari generasi x.
Contohnya Untung Sukarman (58 tahun), karyawan di sebuah perusahaan FMCG yang telah bekerja selama 38 tahun. Artinya, lebih dari separuh hidupnya diabdikan untuk perusahaan yang menemaninya hingga masa tua. Tahun ini, karyawan dari generasi baby boomer itu akan resmi mengakhiri masa berkariernya bersama perusahaan.
“Saya malah merasa kerjanya enggak bosan. Kalau bicara tantangan pasti ada terus, tinggal bagaimana cara kita menyikapi dan menyesuaikan adaptasinya saja. Jangan dijadikan beban. Mau enggak mau kita harus bisa melihat suasana, bangun jejaring, dan minta ilmu sama senior. Pasti bisa dilewati,” ujarnya.
Baca juga: Hypereport: Dinamika dan Pesona Dunia Komik Indonesia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Ada banyak pertanyaan yang muncul seiring proses terjun ke ‘dunia nyata’ itu berlangsung. Bagaimana kita bisa menemukan titik temu antara minat pribadi dan peluang yang ada? Bagaimana menemukan jalur yang tepat di dunia kerja yang serba dinamis? Apakah kerja di luar jurusan pendidikan akan jadi pengkhianatan atau pintu sukses yang tak terduga?
Baca juga: Hypereport: Dilema Gaya Hidup Wah di Balik Barang Mewah
Hal-hal ini tak jarang berkecamuk bagi para pencari kerja baru maupun yang sudah lama bekerja. Pasalnya, bagaimanapun, mencari pekerjaan dan karier yang tepat adalah impian setiap orang.
Dalam sebuah wawancara di ABC World News, wartawan Amerika Serikat Diane Sawyer bertanya kepada ilmuwan dan penulis Stephen Hawking soal nasihat apa yang akan dia berikan kepada anak-anaknya. Ketika itu, Hawking menjawab “pekerjaan memberikan Anda makna dan tujuan, dan hidup tanpanya terasa kosong”.
Dari sini, bisa dilihat betapa pentingnya pekerjaan dalam kehidupan sehingga tidak disarankan sembarang atau asal memilih aktivitas tersebut. Pengusaha Gary ‘Vee’ Vaynerchuk dalam sebuah wawancara dengan The Huffington Post juga pernah menggarisbawahi pentingnya hal ini. ‘Kerja adalah cinta yang terlihat dari tindakan kita setiap hari,” katanya.
Seiring dengan bergeraknya kita dan waktu, ada banyak isu terkait dunia kerja yang menarik untuk ditelisik. Dalam Hypereport kali ini, tim Hypeabis.id coba mengeksplorasi tema-tema yang mencakup kiat memulai karier, kerja tidak sesuai jurusan kuliah, fenomena ‘kutu loncat’, hingga pegawai loyal di sebuah perusahaan.
Yuk ikuti cerita utuhnya berikut ini. (klik sub-judul untuk membaca tulisan selengkapnya).
1. Hypereport: Kiat Menemukan Karier yang Tepat bagi Fresh Graduate
Meniti karier setelah lulus kuliah memang susah-susah gampang. Di tengah dunia yang makin kompetitif, masyarakat kita ditantang untuk memperjuangkan daya hidupnya agar dapat meraih kesuksesan sesuai tujuan yang diimpikan atau untuk sekadar bertahan hidup.Yulie Asil, Head of Recruitment PT Sesa Indonesia mengatakan, persiapan diri dalam meniti karier memang harus dilakukan secara matang, bahkan sejak kandidat duduk di bangku sekolah atau universitas. Pasalnya dengan perencanaan yang tepat maka akan memudahkan seseorang saat hendak meniti karier untuk masa depan.
Di samping persiapan yang matang, ada berbagai hal yang juga harus disiapkan sebelum memasuki dunia kerja. Salah satunya dengan mengikuti organisasi intra atau luar kampus. Sebab di tempat itu, orang bakal mampu mengasah keterampilan personal mereka yang kelas dibutuhkan untuk meniti karier.
Sementara itu, Career Coach Aditiyo Indrasanto memberikan beberapa kiat khusus bagi lulusan baru untuk memaksimalkan potensinya di dunia kerja. Pertama, dengan mengasah keterampilan serta memiliki tujuan yang jelas.
Kedua, memiliki mindset dan attitude yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, interpersonal skill atau cara berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Keempat, action alias tindakan dari yang mereka rencanakan sejak awal.
2. Hypereport: Kerja Tidak Sesuai Jurusan Enggak Masalah, Selagi Karier Lancar
Sudah bukan rahasia lagi, di dunia kerja kita sering menemukan seseorang berkarier tak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Sejauh ini, tidak ada peraturan tertulis dari Pemerintah yang mewajibkan perusahaan mempekerjakan karyawan berdasarkan latar belakang pendidikannya.Kondisi ini selaras dengan pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim beberapa waktu lalu. Dia mengatakan hanya ada maksimal 20 persen lulusan mahasiswa yang bekerja sesuai dengan program studinya. Sedangkan 80 persen sisanya, bekerja di luar prodi mereka.
Omar Adibaskoro adalah salah satunya. Dia merupakan lulusan Bahasa Jepang dari kampus ternama. Saat banyak temannya menjadi penerjemah dan guru bahasa, dia memilih untuk bekerja di bidang jurnalistik dan media. Selain ada ketertarikan pribadi, dia melihat sektor ini masih awam di kalangan generasi z.
Menurutnya, bidang yang banyak diminati generasinya saat ini adalah copywriter, UI/UX designer, digital marketing, dan SEO specialist. “Untuk masuk ke situ saingannya berat. Peluang saya kerja di jurnalis lebih besar. Jarang orang yang mau ambil dan jarang yang passion-nya di situ,” katanya.
Lain lagi dengan Hanum Indra Sari. Sarjana ilmu komunikasi jurusan jurnalistik itu telah menjalani peran sebagai guru untuk anak-anak prasekolah. Selama 13 tahun dia setia dengan profesinya itu. Hanum menemukan passion di dunia pendidikan ketika lulus kuliah.
Bermula dari ajakan seorang teman untuk mengajar di sebuah kelas prasekolah, akhirnya dia kecanduan. Dia sempat berhenti mengajar setelah 6 tahun bekerja sebagai guru. Namun, gairahnya untuk kembali ke dunia pendidikan begitu tinggi. “[Jadinya] tetap ngajar di dunia anak-anak. Usianya dari bayi sampai 6 tahun,” tuturnya.
3. Hypereport: Jatuh Bangun si Kutu Loncat Mengejar Karier yang Lebih Baik
Bukan cuma pendapatan, ada banyak alasan yang membuat seseorang memilih untuk menjadi ‘kutu loncat’. Salah satunya adalah keinginan untuk belajar dan meningkatkan diri sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik untuk pengembangan karier.Imam Nugroho, seorang karyawan swasta, tidak pernah memiliki pikiran untuk berpindah-pindah kerja sejak lulus dari kampus di Bandung, Jawa Barat. Namun, nyatanya dia banyak beralih dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Alasannya beragam, tapi motivasi belajar dan berkembang adalah yang utama.
Dalam setahun pertama, dia bekerja di sejumlah perusahaan. Di posisi HRD bagian pelatihan hingga staf di perusahaan ritel. Bahkan hingga pada tahun ke-7 berkarier, Imam mendapat tawaran di tempat lain dan mengambil peluang tersebut.
Windy Prastiwi, Head of Human Capital PT United Family Food (Unifam), mengatakan bahwa tren individu yang sering berpindah perusahaan menunjukkan bahwa kondisi karyawan pada saat ini sudah berbeda.
“Dahulu kita sering melihat orang yang bertahan di perusahaan hingga 10 sampai 15 tahun. Saat ini jangka waktu orang bekerja di suatu perusahaan jauh lebih pendek, terutama dari Generasi milenial dan Z yang cenderung lebih mungkin untuk berpindah-pindah perusahaan,” katanya.
4. Hypereport: Potret Pekerja Loyal, Mendedikasikan Separuh Umur di Satu Perusahaan
Mental tempe jadi istilah yang kerap disematkan terhadap orang yang sering berpindah-pindah perusahaan dalam waktu singkat. Fenomena ini juga disebut sebagai job-hopping atau kutu loncat yang sering kali dicap buruk sebagai tanda ketidakmampuan karyawan dalam mengelola mental dan kegagalan beradaptasi di tempat kerjanya.Menariknya, tren kutu loncat ini sering terjadi di kalangan usia milenial saja. Data mengenai masa kerja pendek di kalangan usia milenial pun terang benderang. Survei yang dilakukan Sheahan (2009) menunjukan bahwa rata-rata masa kerja karyawan milenial, yang disebut juga sebagai generasi y, adalah 18 bulan.
Angka ini lebih pendek dibandingkan dengan masa kerja generasi x dan baby boomer (kelahiran 1946 hingga 1980) yang memiliki rata-rata masa kerja 4 tahun. Pergeseran fenomena ini mengajak milenial untuk sejenak menyimak kisah dari perjalanan karier karyawan loyal dari generasi x.
Contohnya Untung Sukarman (58 tahun), karyawan di sebuah perusahaan FMCG yang telah bekerja selama 38 tahun. Artinya, lebih dari separuh hidupnya diabdikan untuk perusahaan yang menemaninya hingga masa tua. Tahun ini, karyawan dari generasi baby boomer itu akan resmi mengakhiri masa berkariernya bersama perusahaan.
“Saya malah merasa kerjanya enggak bosan. Kalau bicara tantangan pasti ada terus, tinggal bagaimana cara kita menyikapi dan menyesuaikan adaptasinya saja. Jangan dijadikan beban. Mau enggak mau kita harus bisa melihat suasana, bangun jejaring, dan minta ilmu sama senior. Pasti bisa dilewati,” ujarnya.
Baca juga: Hypereport: Dinamika dan Pesona Dunia Komik Indonesia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.