Para mantan pendiri startup yang usahanya sukses rupanya punya peluang lebih kecil 33 persen untuk diundang wawancara kerja. (Sumber gambar: Pexels/Kindel Media)

Apa Benar Mantan Founder Startup Berpeluang Lebih Kecil di Bursa Kerja?

03 August 2022   |   20:37 WIB
Image
Nirmala Aninda Manajer Konten Hypeabis.id

Like
Kita mungkin sering mendengar umumnya perusahaan menginginkan karyawan yang berjiwa wirausaha dan inovatif. Tetapi ketika mempertimbangkan wirausahawan untuk bergabung dengan mereka, penelitian terbaru Tristan Botelho, asisten profesor perilaku organisasi di Yale School of Management menemukan lamaran kerja mantan pendiri startup kurang menarik di mata perusahaan.

Botelho terinspirasi untuk membuat penelitian dengan murid-muridnya, yang sering bertanya tentang prospek pekerjaan bagi pengusaha. Mereka akan mengajukan pertanyaan seperti, “Apa yang terjadi pada saya jika semuanya tidak berhasil? Apakah saya menghambat karier saya, atau saya membantunya? Apakah perusahaan menghargai pengalaman semacam ini?” ujar Botelho.

Dia sendiri tidak yakin harus menjawab apa.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Buku Wajib Buat Kalian Para Calon Founder Startup

Kekhawatiran seperti itu bukan tanpa alasan. Menurut laporan dari situs layoffs.fyi,  hingga 22 Juli 2022, ada sebanyak 56.224 karyawan dari 381 perusahaan startup global yang terkena PHK. Jumlah itu bisa jadi jauh lebih besar, karena tidak semua perusahaan mengumumkan data pengurangan karyawannya. Data itu juga belum termasuk dengan perusahaan rintisan yang harus berhenti beroperasi dan tutup.

Dinamika semacam ini memunculkan sejumlah keresahan terkait kondisi terkini bursa kerja pasca-gelombang pemecatan karyawan startup, dan seperti apa peluang mereka untuk kembali mendapatkan pekerjaan. Perhatian besar juga muncul terkait nasib para founder startup yang perusahaannya terpaksa tutup karena kekurangan pendanaan atau faktor lain.

Dilansir melalui riset yang digelar Yale University, Amerika Serikat, dan dipublikasikan dalam Harvard Business Review, 28 Juni lalu menunjukan kondisi anomali. Riset bertajuk Are Former Startup Founders Less Hireable? itu melaporkan, para mantan pendiri usaha rintisan di sektor teknologi 43 persen lebih kecil berpeluang mendapat panggilan kedua (setelah menjalani wawancara kerja) saat melamar pekerjaan, jika dibandingkan dengan pelamar kerja yang bukan berlatar belakang pendiri perusahaan startup. 

Survei yang melibatkan 2.400 responden itu juga menyebutkan, para mantan pendiri startup yang usahanya sukses rupanya punya peluang lebih kecil 33 persen untuk diundang wawancara kerja. Hal ini memperlihatkan kondisi yang bertolak belakang dengan kecenderungan sebagian besar perusahaan yang ingin mempekerjakan karyawan berjiwa wirausaha dan inovatif. 

Alasannya, menurut survei itu, ketika dihadapkan dengan kandidat pekerja yang memiliki dua nilai tersebut, yang lazimnya dimiliki para pendiri startup, ternyata perusahaan lebih berpeluang memilih kandidat yang bukan berlatar belakang pendiri startup.
 

Ilustrasi. (Sumber gambar: Pexels/fauxels)

Ilustrasi. (Sumber gambar: Pexels/fauxels)

 

Kondisi di Indonesia

Meski hasil survei ini lebih menggambarkan kondisi dunia kerja di Amerika Serikat, namun pengamat kewirausahaan sosial Universitas Prasetiya Mulya, Rudy Handoko, berpendapat situasi serupa berpeluang terjadi di Indonesia. 

“Bukan hal aneh seorang founder startup masuk ke bursa kerja setelah bisnisnya gagal, atau pertumbuhan bisnisnya lambat," katanya seperti dikutip melalui keterangan resmi yang diterima Hypeabis.id.

Masalahnya, kata Rudy, ada semacam stigma pada para founder startup, atau mereka yang pernah berstatus sebagai chief executive officer, chief financial officer, chief marketing officer pada sebuah perusahaan startup punya karakter arogan, merasa serba tahu, dan stigma negatif lainnya. Padahal perekrut membutuhkan karyawan yang rendah hati, dan berpikiran terbuka untuk belajar hal baru.

Masih dari riset tim Yale University, berdasarkan pengamatan para perekrut, mantan pendiri akan memiliki seperangkat keterampilan yang lebih luas, pola pikir berkembang, dan kecenderungan untuk berinovasi. Tetapi pengalaman sebagai founders perusahaan, terutama mereka yang pernah meraih sukses, mengindikasikan kandidat tersebut kurang cocok dan kurang berkomitmen dalam peran sebagai karyawan, sehingga perekrut meragukan kecocokan mereka sebagai karyawan.

Partner di Living Lab Ventures Bayu Seto menilai para pendiri startup memiliki sejumlah kelebihan yang didapat dari pengalaman mereka merintis perusahaan seperti wawasan luas, sikap kritis dalam mencermati peluang bisnis serta peka terhadap risiko. 

Baca Juga: 5 Perbedaan Usaha & Startup yang Perlu Dipahami

Namun dia juga menemukan, kebanyakan mantan founder startup cenderung hyper-focus atas produk atau jasa yang sedang mereka bangun. Hal ini membuat mereka melupakan gambaran besar dari solusi yang sedang mereka coba hadirkan di market. Bahkan membuat mereka cenderung enggan untuk melakukan pivot saat tren pasar berubah.

Menurut Bayu, pilihan merekrut mantan pendiri startup sebagai seorang profesional dapat memunculkan sejumlah risiko. Misalnya risiko kompatibilitas kultur (cultural fit), di mana perusahaan-perusahaan konvensional memiliki kultur hierarki yang rigid. Oleh karena itu, menciptakan situasi kerja yang terbuka dan fleksibel, serta sebisa mungkin membentuk budaya non-hirarki merupakan kunci utama untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh para mantan pendiri.

Dengan berbagai pandangan itu, bagaimana kemudian solusi untuk mebangun karakter calon wirausahawan yang kuat, namun juga tetap adaptif dengan dunia kerja? Menurut Direktur Pengembangan Mahasiswa Universitas Prasetiya Mulya Rudy Handoko, hal itu, salah satunya, ditentukan oleh proses yang mereka lalui saat menempuh pendidikan, terutama di tingkat perguruan tinggi.

“Dunia pendidikan dapat menciptakan karakter pebisnis yang kuat. Di kampus, misalnya, kami menekankan proses dalam membentuk pebisnis atau professional sukses. Tidak ada yang instan karena semua hasil butuh ketekunan,” ujar Rudy.

Banyaknya kompetisi yang diikuti pun melatih karakter mereka sebagai sosok yang terbiasa ketika menang maupun kalah, dan tak mudah menyerah meski harus mulai lagi dari bawah. Pengenalan terhadap berbagai iklim dunia kerja pada mahasiswa juga penting untuk pembentukan karakter calon pebisnis, maupun karyawan.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Profil Owner Es Gak Beres, Bermula dari Gerobak Pinggir Jalan kini Punya Omzet Ratusan Juta per Bulan

BERIKUTNYA

Audisi Mentjari Bang Maing & Djoewita Temukan 29 Kandidat Potensial

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: