Hypereport: Demam Lari Meluas, Tapi Kurangnya Nutrisi dan Cedera Jadi Risiko Tersembunyi
29 October 2024 |
09:33 WIB
Lari telah menjadi tren baru yang kian populer di kalangan masyarakat umum. Sejumlah event lari seperti lomba 5K, 10K, hingga maraton kini tak hanya diikuti para atlet atau pelari profesional, namun sudah menarik minat berbagai kalangan.
Bahkan, ada event lari unik dengan tema tertentu seperti color run, night run, hingga charity run yang membuat olahraga ini makin digemari. Dengan adanya variasi jarak dan tema menarik, para pelari rekreasional bisa memilih ajang lari yang sesuai dengan kemampuan fisik mereka.
Selain untuk kesehatan, tak sedikit orang-orang yang mengikuti ajang lari untuk mendapatkan pengalaman baru, bersosialisasi, atau hanya sekadar berpartisipasi dalam acara yang sedang populer.
Sayang, di balik meningkatnya popularitas olahraga lari, para pesertanya belum menyadari betapa pentingnya melakukan pemanasan, memahami teknik lari, serta proses pemulihan untuk menghindari cedera fatal.
Baca juga artikel terkait:
1. Hypereport: Ragam Motivasi Pegiat Lari, Melatih Fisik hingga Rekreasi
2. Hypereport: Deretan Profesi Unik di Event Lari, Ada Rabbit & Pacer
3. Hypereport: Derap Lari Marathon Mesti Dibarengi Race Management yang Baik
Cedera pada event lari cenderung sering terjadi, terutama di kalangan pelari rekreasional yang kurang persiapan. Penelitian dari British Journal of Sports Medicine menunjukkan bahwa hampir 26 persen pelari rekreasional mengalami cedera saat persiapan acara lari 4 mil, dengan tingkat cedera sekitar 30,1 per 1.000 jam latihan.
Faktor utama yang jadi penyebabnya adalah kurangnya pengalaman lari, terutama pada pelari pemula yang tidak mengikuti panduan latihan yang tepat, sehingga meningkatkan risiko cedera di bagian tungkai dan punggung bawah.
Sementara di Amerika Serikat, mengutip dari Yale Medicine, sekitar 50 persen pelari reguler mengalami cedera setiap tahunnya. Cedera yang umum terjadi termasuk sindrom pita iliotibial, patah tulang stres, dan nyeri lutut akibat beban berlebih. Sering kali disebabkan oleh latihan berlebihan atau kurangnya pemanasan dan penguatan otot yang memadai sebelum berlari.
Agung Mulyawan, running coach sekaligus founder Gantarvelocity memaparkan, belakangan ini event lari jadi semakin populer. Seperti yang kita tahu, daya tarik utama olahraga ini adalah kemudahannya, lari bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, dan tidak memerlukan peralatan khusus.
Pengaruh positif dari komunitas lari, influencer, hingga artis yang aktif berlari turut memotivasi banyak orang untuk mengikuti kegiatan olahraga tersebut. Ajang ini diikuti baik oleh pelari amatir atau yang disebut pelari rekreasional, maupun atlet dan pelari profesional yang sudah berpengalaman.
Bagi para pelari pemula yang baru pertama kali mengikuti ajang lari, sangat disarankan untuk mulai dari jarak yang lebih pendek, sebelum mencoba jarak yang lebih jauh seperti half marathon (21K) atau marathon penuh (42K).
"Pelari pemula yang sama sekali tidak ada basic olahraga sebaiknya mulai dari jarak 5K dulu, enggak bisa tiba-tiba marathon karena bahaya," kata Agung kepada Hypeabis.id.
Hal ini penting, karena jarak yang terlalu panjang tanpa latihan yang cukup bisa meningkatkan risiko cedera. Jika seseorang sudah memiliki latar belakang olahraga, mungkin mereka bisa langsung mencoba half marathon atau marathon dengan syarat menjalani latihan intensif selama setidaknya 6 bulan.
Lebih lanjut dia menekankan bahwa latihan sebelum event sangat krusial untuk meningkatkan efisiensi energi dan kenyamanan selama berlari. Latihan rutin akan membantu pelari menyesuaikan kecepatan dan mengenali pola lari yang cocok bagi mereka, sehingga tidak kehabisan energi saat lomba.
Selain itu, penting juga menyesuaikan strategi berdasarkan kondisi cuaca dan rute untuk menjaga performa yang stabil sampai garis finis.
"Kalau cuaca panas tentu pace-nya harus dikurangi di awal, kalau cuaca dan kelembabannya mendukung, serta rute-nya flat enggak banyak naik turun, bisa menggunakan pace race seperti yang diterapkan saat latihan," ujarnya.
Namun, seringkali pelari kehabisan energi di tengah lomba. Agung menyarankan sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk menanganinya. Pertama evaluasi kondisi tubuh, jika mengalami gejala pusing, pandangan kabur, mual, dan muntah, lebih baik segera istirahat atau mencari bantuan medis.
"Kalau hanya kram-kram sedikit dan napas mulai sesak, bisa dengan mengurangi kecepatan atau jalan kaki, lalu lanjut lari," katanya.
Selanjutnya atur pernapasan, disarankan untuk napas dari hidung dan keluar dari mulut. Sesuaikan napas dengan langkah kaki. Saat menarik napas pertama, kaki kanan di depan. Nanti saat menarik napas berikutnya kaki kiri di depan.
Selain itu, minumlah air mineral atau energy drink untuk menjaga tubuh tetap terhidrasi dan bertenaga. Saat menemukan water station, selalu sempatkan untuk minum, minimal 100 ml per 15 menit. Idealnya dua jam sebelum perlombaan, bisa minum air putih sekitar 250 sampai dengan 500 ml. Nanti satu jam sebelum mulai bisa minum sedikit-sedikit saja supaya tidak kembung dan sering buang air kecil.
"Saat race, setiap 60 menit harus masuk karbohidrat, kita bisa mengonsumsi energy gel atau pisang," papar Agung.
Pada beberapa kondisi, pelari harus bijak mempertimbangkan untuk berhenti atau DNF (Do Not Finish). Cedera serius pada kaki, seperti runner's knee, shin splints atau achilles tendonitis, bisa menjadi alasan kuat untuk tidak melanjutkan. Pelari juga perlu peka terhadap tanda-tanda seperti heat stroke, yang memerlukan penanganan medis khusus.
Setelah lari, tubuh memerlukan pemulihan yang memadai. Agung menyarankan untuk melakukan istirahat total, melakukan ice bath untuk mengurangi nyeri otot, serta mengonsumsi makanan bernutrisi yang bagus untuk proses pemulihan sel-sel otot dan sendi.
"Selama 24 jam sebaiknya tidak berkegiatan atau melakukan aktivitas olahraga berat yang membebani kaki," katanya.
Setelahnya, kita dapat melakukan olahraga ringan seperti jalan kaki atau jogging kecil selama 1 sampai 2 minggu. Pijatan atau fisioterapi juga bisa membantu jika badan terasa sangat pegal dan ada nyeri yang cukup parah.
Dengan melakukan persiapan yang matang, latihan yang intensif, serta pemulihan yang optimal, pelari pemula maupun profesional dapat menikmati setiap event lari dengan aman.
Namun, di sisi lain lari juga merupakan olahraga yang bersifat high impact, sehingga risiko cederanya juga cukup tinggi. Mengutip Runner Connect, sebanyak 80 persen pelari, atau 8 dari 10 pelari mengalami cedera setidaknya sekali dalam setahun.
"Permasalahannya yang terjadi pelari amatir atau rekreasional ini, mereka berlari melebihi kemampuan tubuhnya, sehingga bisa menyebabkan cedera atau masalah kesehatan yang mungkin fatal," kata dokter Andi pada Hypeabis.
Sebelum mengikuti ajang lari, dia menyarankan untuk mengecek kesehatan tubuh. Minimal seminggu sebelumnya, pastikan apakah kondisi sedang tidak fit, misalnya batuk, flu, atau demam.
Selanjutnya, periksa apakah ada cedera, terutama di tulang, otot, dan persendian. Yang paling penting, apakah belakangan ini kita tidak mendapatkan istirahat yang cukup, seperti kurang tidur atau masalah stress.
"Stress akan menyebabkan heart rate meningkat, tentu kondisi ini tidak ideal untuk berlari jarak jauh," katanya.
Apabila kondisi tubuh sudah prima, lakukan latihan intensif dengan pelatih lari dan penuhi asupan makanan bernutrisi tinggi untuk menambah tenaga.
"Cukupi asupan karbohidrat, protein, serta vitamin dan mineral sebelum lari," ujarnya.
Karbohidrat seperti nasi, roti, dan umbi-umbian akan menambah energi. Selanjutnya konsumsi makanan berprotein tinggi seperti telur, dada ayam, dan kacang-kacangan sangat penting untuk otak karena bisa meningkatkan fokus dan mood.
Protein juga berperan dalam memperbaiki dan membangun jaringan otot, serta berfungsi sebagai sumber energi cadangan. Terakhir penuhi kebutuhan vitamin dan mineral, terutama kalsium dan vitamin D yang baik untuk tulang.
Makanan berkalsium tinggi misalnya susu dan produk susu. Sementara makanan yang mengandung vitamin D misalnya ikan berlemak, jamur, dan lainnya.
"Pelari sekarang banyak sekali yang defisiensi kalsium dan vitamin D, jadi banyak yang rentan cedera tulang tulang," katanya
Sebelum lari, pastikan perut sudah terisi. Mengingat start lari yang dimulai pagi-pagi sekali. Setidaknya, beri jarak antara makan dengan lari kurang lebih satu sampai dua jam. Ini akan memberikan waktu bagi tubuh untuk mencerna makanan dan menghindari rasa tidak nyaman saat berlari karena gangguan pencernaan, seperti kram atau mual.
Hidrasi juga sangat penting untuk mencegah dehidrasi, pastikan untuk minum air sekitar 1-2 jam sebelum perlombaan, tapi jangan berlebihan agar tidak merasa kembung dan sering buang air kecil.
Baca juga: Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Setelah Maraton Supaya Terhindar dari Cedera
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Bahkan, ada event lari unik dengan tema tertentu seperti color run, night run, hingga charity run yang membuat olahraga ini makin digemari. Dengan adanya variasi jarak dan tema menarik, para pelari rekreasional bisa memilih ajang lari yang sesuai dengan kemampuan fisik mereka.
Selain untuk kesehatan, tak sedikit orang-orang yang mengikuti ajang lari untuk mendapatkan pengalaman baru, bersosialisasi, atau hanya sekadar berpartisipasi dalam acara yang sedang populer.
Sayang, di balik meningkatnya popularitas olahraga lari, para pesertanya belum menyadari betapa pentingnya melakukan pemanasan, memahami teknik lari, serta proses pemulihan untuk menghindari cedera fatal.
Baca juga artikel terkait:
1. Hypereport: Ragam Motivasi Pegiat Lari, Melatih Fisik hingga Rekreasi
2. Hypereport: Deretan Profesi Unik di Event Lari, Ada Rabbit & Pacer
3. Hypereport: Derap Lari Marathon Mesti Dibarengi Race Management yang Baik
Cedera pada event lari cenderung sering terjadi, terutama di kalangan pelari rekreasional yang kurang persiapan. Penelitian dari British Journal of Sports Medicine menunjukkan bahwa hampir 26 persen pelari rekreasional mengalami cedera saat persiapan acara lari 4 mil, dengan tingkat cedera sekitar 30,1 per 1.000 jam latihan.
Faktor utama yang jadi penyebabnya adalah kurangnya pengalaman lari, terutama pada pelari pemula yang tidak mengikuti panduan latihan yang tepat, sehingga meningkatkan risiko cedera di bagian tungkai dan punggung bawah.
Sementara di Amerika Serikat, mengutip dari Yale Medicine, sekitar 50 persen pelari reguler mengalami cedera setiap tahunnya. Cedera yang umum terjadi termasuk sindrom pita iliotibial, patah tulang stres, dan nyeri lutut akibat beban berlebih. Sering kali disebabkan oleh latihan berlebihan atau kurangnya pemanasan dan penguatan otot yang memadai sebelum berlari.
Agung Mulyawan, running coach sekaligus founder Gantarvelocity memaparkan, belakangan ini event lari jadi semakin populer. Seperti yang kita tahu, daya tarik utama olahraga ini adalah kemudahannya, lari bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, dan tidak memerlukan peralatan khusus.
Pengaruh positif dari komunitas lari, influencer, hingga artis yang aktif berlari turut memotivasi banyak orang untuk mengikuti kegiatan olahraga tersebut. Ajang ini diikuti baik oleh pelari amatir atau yang disebut pelari rekreasional, maupun atlet dan pelari profesional yang sudah berpengalaman.
Bagi para pelari pemula yang baru pertama kali mengikuti ajang lari, sangat disarankan untuk mulai dari jarak yang lebih pendek, sebelum mencoba jarak yang lebih jauh seperti half marathon (21K) atau marathon penuh (42K).
"Pelari pemula yang sama sekali tidak ada basic olahraga sebaiknya mulai dari jarak 5K dulu, enggak bisa tiba-tiba marathon karena bahaya," kata Agung kepada Hypeabis.id.
Hal ini penting, karena jarak yang terlalu panjang tanpa latihan yang cukup bisa meningkatkan risiko cedera. Jika seseorang sudah memiliki latar belakang olahraga, mungkin mereka bisa langsung mencoba half marathon atau marathon dengan syarat menjalani latihan intensif selama setidaknya 6 bulan.
Lebih lanjut dia menekankan bahwa latihan sebelum event sangat krusial untuk meningkatkan efisiensi energi dan kenyamanan selama berlari. Latihan rutin akan membantu pelari menyesuaikan kecepatan dan mengenali pola lari yang cocok bagi mereka, sehingga tidak kehabisan energi saat lomba.
Selain itu, penting juga menyesuaikan strategi berdasarkan kondisi cuaca dan rute untuk menjaga performa yang stabil sampai garis finis.
"Kalau cuaca panas tentu pace-nya harus dikurangi di awal, kalau cuaca dan kelembabannya mendukung, serta rute-nya flat enggak banyak naik turun, bisa menggunakan pace race seperti yang diterapkan saat latihan," ujarnya.
Namun, seringkali pelari kehabisan energi di tengah lomba. Agung menyarankan sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk menanganinya. Pertama evaluasi kondisi tubuh, jika mengalami gejala pusing, pandangan kabur, mual, dan muntah, lebih baik segera istirahat atau mencari bantuan medis.
"Kalau hanya kram-kram sedikit dan napas mulai sesak, bisa dengan mengurangi kecepatan atau jalan kaki, lalu lanjut lari," katanya.
Selanjutnya atur pernapasan, disarankan untuk napas dari hidung dan keluar dari mulut. Sesuaikan napas dengan langkah kaki. Saat menarik napas pertama, kaki kanan di depan. Nanti saat menarik napas berikutnya kaki kiri di depan.
Selain itu, minumlah air mineral atau energy drink untuk menjaga tubuh tetap terhidrasi dan bertenaga. Saat menemukan water station, selalu sempatkan untuk minum, minimal 100 ml per 15 menit. Idealnya dua jam sebelum perlombaan, bisa minum air putih sekitar 250 sampai dengan 500 ml. Nanti satu jam sebelum mulai bisa minum sedikit-sedikit saja supaya tidak kembung dan sering buang air kecil.
"Saat race, setiap 60 menit harus masuk karbohidrat, kita bisa mengonsumsi energy gel atau pisang," papar Agung.
Pada beberapa kondisi, pelari harus bijak mempertimbangkan untuk berhenti atau DNF (Do Not Finish). Cedera serius pada kaki, seperti runner's knee, shin splints atau achilles tendonitis, bisa menjadi alasan kuat untuk tidak melanjutkan. Pelari juga perlu peka terhadap tanda-tanda seperti heat stroke, yang memerlukan penanganan medis khusus.
Setelah lari, tubuh memerlukan pemulihan yang memadai. Agung menyarankan untuk melakukan istirahat total, melakukan ice bath untuk mengurangi nyeri otot, serta mengonsumsi makanan bernutrisi yang bagus untuk proses pemulihan sel-sel otot dan sendi.
"Selama 24 jam sebaiknya tidak berkegiatan atau melakukan aktivitas olahraga berat yang membebani kaki," katanya.
Setelahnya, kita dapat melakukan olahraga ringan seperti jalan kaki atau jogging kecil selama 1 sampai 2 minggu. Pijatan atau fisioterapi juga bisa membantu jika badan terasa sangat pegal dan ada nyeri yang cukup parah.
Dengan melakukan persiapan yang matang, latihan yang intensif, serta pemulihan yang optimal, pelari pemula maupun profesional dapat menikmati setiap event lari dengan aman.
Cek Kondisi Tubuh dan Penuhi Asupan Nutrisi Sebelum Lari
Antonius Andi Kurniawan, dokter spesialis kedokteran olahraga yang juga merupakan pendiri Indonesia Sports Medicine Centre (ISMC), memaparkan bahwa lari adalah olahraga yang mudah dilakukan semua orang.Namun, di sisi lain lari juga merupakan olahraga yang bersifat high impact, sehingga risiko cederanya juga cukup tinggi. Mengutip Runner Connect, sebanyak 80 persen pelari, atau 8 dari 10 pelari mengalami cedera setidaknya sekali dalam setahun.
"Permasalahannya yang terjadi pelari amatir atau rekreasional ini, mereka berlari melebihi kemampuan tubuhnya, sehingga bisa menyebabkan cedera atau masalah kesehatan yang mungkin fatal," kata dokter Andi pada Hypeabis.
Sebelum mengikuti ajang lari, dia menyarankan untuk mengecek kesehatan tubuh. Minimal seminggu sebelumnya, pastikan apakah kondisi sedang tidak fit, misalnya batuk, flu, atau demam.
Selanjutnya, periksa apakah ada cedera, terutama di tulang, otot, dan persendian. Yang paling penting, apakah belakangan ini kita tidak mendapatkan istirahat yang cukup, seperti kurang tidur atau masalah stress.
"Stress akan menyebabkan heart rate meningkat, tentu kondisi ini tidak ideal untuk berlari jarak jauh," katanya.
Apabila kondisi tubuh sudah prima, lakukan latihan intensif dengan pelatih lari dan penuhi asupan makanan bernutrisi tinggi untuk menambah tenaga.
"Cukupi asupan karbohidrat, protein, serta vitamin dan mineral sebelum lari," ujarnya.
Karbohidrat seperti nasi, roti, dan umbi-umbian akan menambah energi. Selanjutnya konsumsi makanan berprotein tinggi seperti telur, dada ayam, dan kacang-kacangan sangat penting untuk otak karena bisa meningkatkan fokus dan mood.
Protein juga berperan dalam memperbaiki dan membangun jaringan otot, serta berfungsi sebagai sumber energi cadangan. Terakhir penuhi kebutuhan vitamin dan mineral, terutama kalsium dan vitamin D yang baik untuk tulang.
Makanan berkalsium tinggi misalnya susu dan produk susu. Sementara makanan yang mengandung vitamin D misalnya ikan berlemak, jamur, dan lainnya.
"Pelari sekarang banyak sekali yang defisiensi kalsium dan vitamin D, jadi banyak yang rentan cedera tulang tulang," katanya
Sebelum lari, pastikan perut sudah terisi. Mengingat start lari yang dimulai pagi-pagi sekali. Setidaknya, beri jarak antara makan dengan lari kurang lebih satu sampai dua jam. Ini akan memberikan waktu bagi tubuh untuk mencerna makanan dan menghindari rasa tidak nyaman saat berlari karena gangguan pencernaan, seperti kram atau mual.
Hidrasi juga sangat penting untuk mencegah dehidrasi, pastikan untuk minum air sekitar 1-2 jam sebelum perlombaan, tapi jangan berlebihan agar tidak merasa kembung dan sering buang air kecil.
Baca juga: Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Setelah Maraton Supaya Terhindar dari Cedera
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.