ilustrasi (sumber gambar: Unsplash/Fitsum Admasu)

Yuk Terapkan Gaya Hidup Sehat, Saatnya Cegah Sindrom Metabolik

23 June 2022   |   16:00 WIB
Image
Roni Yunianto Hypeabis.id

Genhype seberapa rutin kalian memeriksakan kesehatan akan menggambarkan seberapa waspada kalian terhadap risiko sindrom metabolik dan pencegahan faktor pemicu risiko sindrom ini. Di balik sindrom metabolik ternyata ada sejumlah faktor risiko kesehatan yang bisa berpotensi menyebabkan kematian.

Paling tidak, ada lima faktor risiko yang sering dikenali. Sebut saja, mulai dari peningkatan tekanan darah, tingginya kadar gula darah, lemak yang berlebih di sekitar pinggang, rendahnya high density lipoprotein (HDL) atau kolesterol baik hingga trigliserida yang tinggi.

Jika tekanan darah optimal kalian sesuai dengan yang disarankan, yaitu di bawah 120 dan di bawah 80 mungkin kalian boleh lega. Namun, jangan lupa pula untuk memeriksakan kadar gula dengan parameter tanpa puasa, dengan puasa, maupun menggunakan indikator HbA1c (hemoglobin A1c).

Dalam satu kesempatan Combiphar Media Workshop Getaway, pakar medis, dr. Sandi Perutama Gani, seperti dilansir Bisnis Indonesia Weekend, mengatakan bahwa apabila pada pemeriksaan kesehatan terdapat tiga dari lima faktor risiko tadi yang hasilnya positif maka berarti seseorang sudah mengalami sindrom metabolik.

Sindrom metabolik biasanya diakibatkan oleh faktor gaya hidup yang tidak sehat yaitu kurangnya olahraga, pola makan yang tidak sehat termasuk mengonsumsi gorengan, kurangnya istirahat, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan.

Sindrom ini bisa pula disebabkan faktor genetik, kemudian penyakit tertentu yang bisa menimbulkan gula darah meningkat, tensi darah yang meningkat, dan menurunkan HDL dan lainnya. Sementara itu, faktor penyebab sindrom yang terakhir adalah faktor karena seseorang memasuki usia lanjut. Lalu dari ketiga itu mana yang bisa diubah? Gaya hidup.

Menurut dr. Sandi, bila ada kebiasaan yang tidak sehat yang dilakukan maka sebaiknya segera diubah, sedangkan bila belum dilakukan, maka sebaiknya segera dicegah. Sindrom metabolik yang dahulu dialami oleh para usia lanjut, kini bisa muncul pada usia remaja dalam rentang usia 20-an tahun dengan prevalensi sudah sampai 24%. Pasalnya, hal itu bisa menjadi pertanda bahaya.

Padahal, usia 20-an adalah generasi penopang negara dan usia produktif. Bayangkan jika kelompok usia ini sudah terkena sindrom metabolik akibat gaya hidup tidak sehat yang tidak berubah. Menurutnya, prevalensi itu pada usia 50-an tahun bisa mencapai 30?n mencapai 40% pada usia 60-an tahun dengan kondisi tidak ada perbedaan prevalensi antara pria maupun wanita.

Pada masa pubertas, tubuh mengalami perubahan hormon secara pesat yang dapat mempengaruhi kemunculan sindrom metabolik. Bila tak segera disadari, dampaknya bisa membawa perubahan besar dalam tubuh. Tranformasi gaya hidup yang signifikan, yaitu cukup beraktivitas fisik dan mengonsumsi makanan sehat secara teratur, perlu segera diaplikasikan guna menghindari sindrom metabolik pada remaja. Pasalnya, pesatnya perubahan hormon akan memperlambat metabolisme.

“Remaja usia 15 tahun membakar kalori 400—500 kalori lebih sedikit ketimbang saat masih berusia 10 tahun, berarti mereka mengalami peningkatan jumlah konsumsi makanan yang tidak dibakar atau dibuang, yang akan menimbulkan obesitas dan sindrom metabolik,” paparnya.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018), prevalensi sindrom metabolik di Indonesia mencapai 23%. “Yang mengejutkan pada 2013, proporsi obesitas pada dewasa mencapai 11%, sedangkan pada 2018, mencapai 21,8%.”
 

Obesitas

Sementara itu, pada 2013 proporsi obesitas sentral atau kegemukan pada satu titik seperti lemak di perut, meningkat dari 26,6% pada 2018 menjadi 31% di Indonesia. Dari sisi jumlah penderita akibat sindrom metabolik, di antaranya stroke meningkat dari 7% pada 2013 menjadi 10,9% pada 2018.

Dalam kurun waktu yang sama, penderita diabetes melitus berada dalam jumlah yang sama masing-masing 2%, sedangkan penderita hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. “Hipertensi paling banyak terjadi karena adanya peningkatan prevalensi sindrom metabolik. Apa yang berbahaya dari hipertensi bila dibiarkan? mereka akan terkena risiko gagal ginjal sehingga harus cuci darah dan sebagainya.

Berdasarkan data WHO, terdapat 124 juta remaja dan 216 juta anak dengan berat badan berlebih secara global. Sementara itu penyebab tingginya sindrom metabolik di Indonesia adalah kebiasaan ngemil. Indonesia adalah negara nomor satu di Asia Pasifik yang paling hobi mengonsumsi camilan, diikuti oleh Australia di posisi kedua. "Problemnya, di Indonesia, hanya 2% saja dari yang suka camilan memilih camilan sehat [buah atau sayur], mayoritas lebih memilih keripik, biskuit, roti atau kue-kue,” kata Sandi.

Terlebih lagi, masih dengan data Riskesda 2018, ada peningkatan belanja makanan kemasan sebesar 38% pada platform e-commerce dan 95% penduduk Indonesia masih kurang mengonsumsi sayur dan buah. Indonesia bahkan pernah menjadi negara nomor satu di dunia dengan penduduk yang paling malas berjalan kaki.

Per hari, langkah orang Indonesia rata-rata 3.513 langkah per hari dari yang disarankan 10.000 langkah. Ditemukan pula data 33,5% penduduk Indonesia – termasuk remaja, belum cukup beraktivitas fisik. Dengan banyaknya problem seperti itu, Dokter Sandi menyarankan agar masyarakat mengatasi sindrom metabolik yaitu dengan memperbaiki pola makan, dengan memilih karbohidrat kompleks, tinggi serat, dan lemak tidak jenuh.

Adapun rekomendasi langkah pencegahan yang bisa diterapkan adalah dengan berolahraga lari, berolahraga di gym per pekan atau aktivitas fisik lainnya bagi remaja. Menurutnya, aktivitas fisik dapat dilakukan dengan waktu minimal 30 menit untuk berjalan cepat atau berlari rutin. “Dengan [lari selama itu] kita akan dapat mengurangi 17% persentase risiko sindrom metabolik,” ujarnya.

Lari, menurut dia, menjadi pilihan karena mudah dilakukan oleh siapapun dan kapanpun, lari membantu menjaga keseimbangan metabolisme tubuh karena mengurangi risiko obesitas, membantu tidur lebih nyenyak, menjaga kesehatan tulang dan sendi serta jantung dan paru-paru, membantu meningkatkan fokus, bahkan membangun ketahanan fisik untuk berolahraga yang lebih berat.


Editor: Roni Yunianto

 

SEBELUMNYA

Cara Baru Ciptakan Gaya Hidup Sehat

BERIKUTNYA

5 Cara Memilih & Mengolah Daging Kurban untuk Terhindari dari PMK

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: