Hypereport: Tren Mencari Pasangan, Dari Aplikasi Daring Kembali Ke Kencan Luring
15 July 2024 |
17:04 WIB
Perkembangan teknologi mengubah cara hidup masyarakat modern saat ini, tak terkecuali dalam urusan berkencan dan menemukan pasangan. Banyak platform dan aplikasi kencan yang memudahkan orang-orang dalam menemukan tambatan hatinya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, popularitas perjodohan digital dilaporkan menurun.
Hasil survei dari agensi kencan Lunch Actually pada 2024 melaporkan bahwa popularitas budaya swipe pada aplikasi kencan telah menurun secara bertahap. Survei ini menemukan bahwa hanya 12 persen lajang yang menggunakan aplikasi kencan setiap hari, sementara 42 persen lainnya tidak menggunakan aplikasi kencan sama sekali.
Faktor utama penurunan budaya swipe pada aplikasi kencan disebabkan adanya kesadaran di kalangan pengguna bahwa komunikasi dan hubungan emosional merupakan aspek yang sangat penting, yang perlu diprioritaskan agar suatu hubungan dapat bertahan dalam jangka panjang sebagaimana diakui oleh 72 persen responden di Indonesia.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Jalan Pintas Cari Pasangan Lewat Aplikasi Kencan dan Biro Jodoh
2. Hypereport: Mak Comblang Profesional Mempertemukan Pasangan lewat Blind Date dan Ta'aruf
3. Hypereport: Cerita Pasangan Berawal dari Dating Apps & Agency, Bermuara ke Pernikahan
4. Hypereport: Deretan Dating Show Populer di Berbagai Negara, Amerika Serikat hingga Korea Selatan
5. Hypereport: Fakta-fakta Menarik tentang Jodoh & Pernikahan di Indonesia
Hal lainnya yang menjadi faktor ialah berkurangnya gairah untuk kencan dan tidak merasakan urgensi untuk bertemu seseorang, lantaran pengguna cenderung berbicara dengan banyak orang dalam satu waktu dan merencanakan kencan dengan orang-orang yang berbeda.
Sehingga, mereka mudah untuk kehilangan minat dan menganggap remeh kecocokan dengan seseorang. Alhasil, aplikasi kencan membuat para jomblo merasakan paradoks dalam memilih, yaitu kondisi memiliki terlalu banyak pilihan, dan cenderung mengalami kelumpuhan analisis yang akhirnya membuat mereka tidak memilih siapapun.
Beberapa faktor lainnya termasuk kelelahan berkencan, berkurangnya tingkat kepercayaan dan keaslian profil di platform kencan, masalah privasi data yang membuat pengguna tidak nyaman, hingga keinginan berkencan untuk tujuan jangka panjang yang dinilai tidak bisa terakomodir jika melalui platform kencan daring.
"Tahun ini, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kami telah mengamati dampak yang berbeda di mana kenyamanan dalam menggunakan aplikasi kencan telah meningkatkan ekspektasi akan koneksi yang instan, sedangkan keinginan untuk mendapatkan koneksi mendalam dan hubungan yang nyata, semakin besar," kata Violet Lim, CEO dan Co-Founder Lunch Actually Group.
Tren hampir serupa juga terjadi di Tinder. Menurut laporan Pew Research Center 2023, sebanyak 46 persen pengguna aplikasi kencan daring mengatakan bahwa mereka telah menggunakan Tinder, tetapi unduhan tahunan turun lebih dari sepertiga dari puncaknya pada tahun 2014.
Match Group, perusahaan yang menaungi Tinder, melaporkan dalam laporan pendapatan terbarunya bahwa pengguna yang membayar turun 8 persen pada 2023, menjadi hanya di bawah US$10 juta. Di sisi lain, sejumlah aplikasi kencan lain seperti Bumble, Grindr, Hinge, dan OkCupid, mengalami peningkatan jumlah unduhan pada 2023 lebih dari dua kali lipat, dari jumlah unduhan pada 2012, tahun peluncuran Tinder.
Gen Z yang rerata berumur di bawah 30 tahun, menjadi kelompok usia yang mendominasi angka pengguna aplikasi kencan saat ini. Jumlahnya hampir dua kali lebih banyak dibandingkan pengguna dari kalangan Generasi Milenial, masih menurut laporan Pew Research Center.
Kondisi tersebut membuat beberapa perusahaan aplikasi kencan mulai menyesuaikan strategi mereka untuk menarik pengguna dari kalangan Gen Z. Tahun lalu, Tinder menargetkan kampus-kampus di AS sebagai bagian dari kampanye pemasaran mereka yang berfokus pada Gen Z.
Aplikasi ini menawarkan paket langganan jangka pendek untuk melayani pengguna yang lebih muda yang tidak terburu-buru untuk berkomitmen dalam menjalin hubungan. Match Group juga menemukan bahwa pengguna Gen Z cenderung mencari cara yang lebih rendah tekanan dan lebih autentik untuk menemukan koneksi.
Kepala Bagian Produk di Tinder, Mark Van Ryswyk mengungkapkan pengguna aplikasi saat ini lebih memprioritaskan beberapa karakter seperti respect atau sikap hormat sebagaimana dipilih oleh 78 persen responden, pemikiran yang terbuka (61% persen) dalam mencari pasangan, dibandingkan hanya melihatnya dari segi penampilan (56 persen).
Pengguna kini juga peduli tentang hubungan autentik yang terbentuk dari minat dan tujuan yang sama, dan tidak punya waktu untuk hubungan yang main-main seperti generasi sebelumnya. Dengan preferensi itu, Tinder pun meluncurkan sejumlah fitur untuk menampilkan sisi autentik pengguna seperti Prompts Tentang Saya, Kuis Profil, Label Informasi Dasar, hingga tampilan yang lebih menarik.
"Mereka ingin menunjukkan diri mereka serealistis mungkin dan berharap hal yang sama dari orang lain. Fitur baru ini membantu pengguna menampilkan hal-hal yang membuat mereka unik dengan cara yang lebih seru dan asyik," katanya.
Begitupun laporan tren kencan terbaru dari Bumble yang mengatakan para penggunanya juga tertarik pada kencan tanpa tekanan. "Satu dari tiga pengguna Bumble di AS mengatakan bahwa mereka berkencan perlahan dan secara aktif melakukan lebih sedikit kencan untuk melindungi kesehatan mental mereka dalam hal kencan," tulis Bumble.
Hal ini, paparnya, seiring waktu akan menghambat proses tiga tahapan cinta yang semestinya dilalui seseorang dalam mencari pasangan. Tiga tahapan tersebut merupakan teori psikologi yang dikembangkan oleh Robert J Sternberg yakni keintiman, gairah atau hasrat, dan keputusan atau komitmen.
Gairah atau hasrat (passion) mengacu pada dorongan yang mengarah pada romantisme, ketertarikan fisik, kesempurnaan seksual, dan fenomena terkait dalam hubungan cinta. Keintiman mengacu pada perasaan kedekatan, keterhubungan, dan ikatan dalam hubungan cinta. Adapun komitmen melibatkan keputusan sadar untuk tetap berpegang pada satu sama lain.
"Kalau di media sosial, kita enggak tahu yang ditampilkan itu seseorang itu apakah [profil] asli atau palsu, hanya supaya orang lain melihat dia. Jadi kepercayaan interpersonal itu kurang terbangun," katanya kepada Hypeabis.id.
Selain itu, perempuan yang akrab disapa Meri itu juga menilai banyaknya kasus penipuan di aplikasi kencan turut menjadi faktor berkurangnya minat masyarakat untuk berkencan secara daring. Hal itu membuat orang-orang lebih berhati-hati untuk berkenalan apalagi sampai menjalin hubungan di ruang maya.
"Secara manusiawi, orang-orang emang cenderung tidak memiliki kenginan berkencan kalau mereka tidak tahu tentang teman dekatnya. Jadi mungkin itu kenapa orang-orang balik lagi ke acara tradisional [dalam berkencan]," ujarnya.
Dia juga tidak menampik bahwa kehadiran platform kencan membantu orang-orang dalam menemukan pasangannya, khsususnya bagi mereka yang memiliki kesulitan dalam menjalin pertemanan atau hubungan dengan orang lain. Kehadiran platform tersebut bisa menjadi media untuk berkenalan lebih intens, membantu mereka dalam hal self disclosure atau keterbukaan diri.
"Mungkin lewat aplikasi ini mereka bisa lebih leluasa menyingkap tentang identitas diri," ucapnya.
Psikolog Gita Yolanda menjelaskan ada beberapa cara kencan yang aman untuk menghindari pengguna dari jeratan para penipu yang dikenal lewat aplikasi kencan. Hal pertama yang harus dilakukan ketika seseorang telah menemukan match di aplikasi kencan adalah mencari informasi tentang orang yang baru dikenal itu.
Tak dipungkiri, melihat media sosial seperti Instagram adalah salah satu cara paling mungkin yang dilakukan untuk mencari tahu profil seseorang. Namun, Gita mengingatkan untuk jangan mentah-mentah kita mempercayai persona seseorang di media sosial.
“Kita juga harus hati-hati bahwa keyakinan dari apa yang kita lihat itu bisa berubah, penilaian kita bisa aja salah. Karena apa yang dilihat di media sosial belum tentu sama dengan kenyataannya,” kata Gita kepada Hypeabis.id.
Ketika kalian match dengan seseorang di aplikasi kencan, biasanya akan melanjutkan perkenalan di ruang obrolan daring hingga melakukan pertemuan. Untuk hal yang satu ini, Gita menyarankan sebaiknya bertemu di tempat-tempat yang memang sudah kalian kenali dan jangan di tempat yang baru diketahui.
Selain itu, usahakan keluarga atau kerabat dekat kalian tahu bahwa kalian akan pergi dengan orang tersebut, termasuk memberi tahu informasi soal tempat dan waktu pertemuannya. “Terus jangan di tempat yang sepi, ketemunya di tempat yang ramai yang kamu sudah tahu gimana cara kesana dan cara pulangnya,” ucap Gita.
Untuk memastikan kalian aman, jangan biarkan orang yang baru dikenal boleh menjemput atau mengantarkan kalian pulang di kencan pertama. Menurut Gita, hal ini dilakukan untuk melindungi informasi privasi seseorang seperti alamat tempat tinggal, guna menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Hal yang tak kalah penting dalam proses perkenalan dengan orang yang baru dikenal lewat aplikasi kencan adalah melakukannya secara perlahan. Gita mengatakan bahwa pada pertemuan atau kencan pertama, sebaiknya kalian dan teman dekat dari aplikasi kencan mengenal terlebih dahulu satu sama lain pribadi masing-masing.
“Take it slow. Pertemuan pertama mungkin ngobrol-ngobrol saja dan jangan sampai ke hal yang lebih jauh misalnya langsung mau diajak pergi ke luar kota atau ke luar negeri,” imbuh Gita.
Baca juga: Survei Ungkap Dating App Mulai Ditinggalkan, Kencan Tradisional Kembali Dilirik
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Hasil survei dari agensi kencan Lunch Actually pada 2024 melaporkan bahwa popularitas budaya swipe pada aplikasi kencan telah menurun secara bertahap. Survei ini menemukan bahwa hanya 12 persen lajang yang menggunakan aplikasi kencan setiap hari, sementara 42 persen lainnya tidak menggunakan aplikasi kencan sama sekali.
Faktor utama penurunan budaya swipe pada aplikasi kencan disebabkan adanya kesadaran di kalangan pengguna bahwa komunikasi dan hubungan emosional merupakan aspek yang sangat penting, yang perlu diprioritaskan agar suatu hubungan dapat bertahan dalam jangka panjang sebagaimana diakui oleh 72 persen responden di Indonesia.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Jalan Pintas Cari Pasangan Lewat Aplikasi Kencan dan Biro Jodoh
2. Hypereport: Mak Comblang Profesional Mempertemukan Pasangan lewat Blind Date dan Ta'aruf
3. Hypereport: Cerita Pasangan Berawal dari Dating Apps & Agency, Bermuara ke Pernikahan
4. Hypereport: Deretan Dating Show Populer di Berbagai Negara, Amerika Serikat hingga Korea Selatan
5. Hypereport: Fakta-fakta Menarik tentang Jodoh & Pernikahan di Indonesia
Hal lainnya yang menjadi faktor ialah berkurangnya gairah untuk kencan dan tidak merasakan urgensi untuk bertemu seseorang, lantaran pengguna cenderung berbicara dengan banyak orang dalam satu waktu dan merencanakan kencan dengan orang-orang yang berbeda.
Sehingga, mereka mudah untuk kehilangan minat dan menganggap remeh kecocokan dengan seseorang. Alhasil, aplikasi kencan membuat para jomblo merasakan paradoks dalam memilih, yaitu kondisi memiliki terlalu banyak pilihan, dan cenderung mengalami kelumpuhan analisis yang akhirnya membuat mereka tidak memilih siapapun.
Beberapa faktor lainnya termasuk kelelahan berkencan, berkurangnya tingkat kepercayaan dan keaslian profil di platform kencan, masalah privasi data yang membuat pengguna tidak nyaman, hingga keinginan berkencan untuk tujuan jangka panjang yang dinilai tidak bisa terakomodir jika melalui platform kencan daring.
"Tahun ini, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kami telah mengamati dampak yang berbeda di mana kenyamanan dalam menggunakan aplikasi kencan telah meningkatkan ekspektasi akan koneksi yang instan, sedangkan keinginan untuk mendapatkan koneksi mendalam dan hubungan yang nyata, semakin besar," kata Violet Lim, CEO dan Co-Founder Lunch Actually Group.
Ilustrasi kencan daring. (Sumber gambar: Cottonbro/Pexels)
Match Group, perusahaan yang menaungi Tinder, melaporkan dalam laporan pendapatan terbarunya bahwa pengguna yang membayar turun 8 persen pada 2023, menjadi hanya di bawah US$10 juta. Di sisi lain, sejumlah aplikasi kencan lain seperti Bumble, Grindr, Hinge, dan OkCupid, mengalami peningkatan jumlah unduhan pada 2023 lebih dari dua kali lipat, dari jumlah unduhan pada 2012, tahun peluncuran Tinder.
Gen Z yang rerata berumur di bawah 30 tahun, menjadi kelompok usia yang mendominasi angka pengguna aplikasi kencan saat ini. Jumlahnya hampir dua kali lebih banyak dibandingkan pengguna dari kalangan Generasi Milenial, masih menurut laporan Pew Research Center.
Kondisi tersebut membuat beberapa perusahaan aplikasi kencan mulai menyesuaikan strategi mereka untuk menarik pengguna dari kalangan Gen Z. Tahun lalu, Tinder menargetkan kampus-kampus di AS sebagai bagian dari kampanye pemasaran mereka yang berfokus pada Gen Z.
Aplikasi ini menawarkan paket langganan jangka pendek untuk melayani pengguna yang lebih muda yang tidak terburu-buru untuk berkomitmen dalam menjalin hubungan. Match Group juga menemukan bahwa pengguna Gen Z cenderung mencari cara yang lebih rendah tekanan dan lebih autentik untuk menemukan koneksi.
Kepala Bagian Produk di Tinder, Mark Van Ryswyk mengungkapkan pengguna aplikasi saat ini lebih memprioritaskan beberapa karakter seperti respect atau sikap hormat sebagaimana dipilih oleh 78 persen responden, pemikiran yang terbuka (61% persen) dalam mencari pasangan, dibandingkan hanya melihatnya dari segi penampilan (56 persen).
Pengguna kini juga peduli tentang hubungan autentik yang terbentuk dari minat dan tujuan yang sama, dan tidak punya waktu untuk hubungan yang main-main seperti generasi sebelumnya. Dengan preferensi itu, Tinder pun meluncurkan sejumlah fitur untuk menampilkan sisi autentik pengguna seperti Prompts Tentang Saya, Kuis Profil, Label Informasi Dasar, hingga tampilan yang lebih menarik.
"Mereka ingin menunjukkan diri mereka serealistis mungkin dan berharap hal yang sama dari orang lain. Fitur baru ini membantu pengguna menampilkan hal-hal yang membuat mereka unik dengan cara yang lebih seru dan asyik," katanya.
Begitupun laporan tren kencan terbaru dari Bumble yang mengatakan para penggunanya juga tertarik pada kencan tanpa tekanan. "Satu dari tiga pengguna Bumble di AS mengatakan bahwa mereka berkencan perlahan dan secara aktif melakukan lebih sedikit kencan untuk melindungi kesehatan mental mereka dalam hal kencan," tulis Bumble.
Ilustrasi kencan daring. (Sumber gambar: Austin Distel/Unsplash)
Kurangnya Kepercayaan Interpersonal
Psikolog Klinis Sarita Candra Merida berpendapat penurunan tren minat masyarakat dalam menggunakan aplikasi kencan dikarenakan kurang terbentuknya interpersonal trust atau kepercayaan interpersonal seseorang dalam mencari pasangan, ketika menggunakan aplikasi tersebut.Hal ini, paparnya, seiring waktu akan menghambat proses tiga tahapan cinta yang semestinya dilalui seseorang dalam mencari pasangan. Tiga tahapan tersebut merupakan teori psikologi yang dikembangkan oleh Robert J Sternberg yakni keintiman, gairah atau hasrat, dan keputusan atau komitmen.
Gairah atau hasrat (passion) mengacu pada dorongan yang mengarah pada romantisme, ketertarikan fisik, kesempurnaan seksual, dan fenomena terkait dalam hubungan cinta. Keintiman mengacu pada perasaan kedekatan, keterhubungan, dan ikatan dalam hubungan cinta. Adapun komitmen melibatkan keputusan sadar untuk tetap berpegang pada satu sama lain.
"Kalau di media sosial, kita enggak tahu yang ditampilkan itu seseorang itu apakah [profil] asli atau palsu, hanya supaya orang lain melihat dia. Jadi kepercayaan interpersonal itu kurang terbangun," katanya kepada Hypeabis.id.
Selain itu, perempuan yang akrab disapa Meri itu juga menilai banyaknya kasus penipuan di aplikasi kencan turut menjadi faktor berkurangnya minat masyarakat untuk berkencan secara daring. Hal itu membuat orang-orang lebih berhati-hati untuk berkenalan apalagi sampai menjalin hubungan di ruang maya.
"Secara manusiawi, orang-orang emang cenderung tidak memiliki kenginan berkencan kalau mereka tidak tahu tentang teman dekatnya. Jadi mungkin itu kenapa orang-orang balik lagi ke acara tradisional [dalam berkencan]," ujarnya.
Dia juga tidak menampik bahwa kehadiran platform kencan membantu orang-orang dalam menemukan pasangannya, khsususnya bagi mereka yang memiliki kesulitan dalam menjalin pertemanan atau hubungan dengan orang lain. Kehadiran platform tersebut bisa menjadi media untuk berkenalan lebih intens, membantu mereka dalam hal self disclosure atau keterbukaan diri.
"Mungkin lewat aplikasi ini mereka bisa lebih leluasa menyingkap tentang identitas diri," ucapnya.
Tip Aman Berkencan Online
Psikolog Gita Yolanda menjelaskan ada beberapa cara kencan yang aman untuk menghindari pengguna dari jeratan para penipu yang dikenal lewat aplikasi kencan. Hal pertama yang harus dilakukan ketika seseorang telah menemukan match di aplikasi kencan adalah mencari informasi tentang orang yang baru dikenal itu.Tak dipungkiri, melihat media sosial seperti Instagram adalah salah satu cara paling mungkin yang dilakukan untuk mencari tahu profil seseorang. Namun, Gita mengingatkan untuk jangan mentah-mentah kita mempercayai persona seseorang di media sosial.
“Kita juga harus hati-hati bahwa keyakinan dari apa yang kita lihat itu bisa berubah, penilaian kita bisa aja salah. Karena apa yang dilihat di media sosial belum tentu sama dengan kenyataannya,” kata Gita kepada Hypeabis.id.
Ketika kalian match dengan seseorang di aplikasi kencan, biasanya akan melanjutkan perkenalan di ruang obrolan daring hingga melakukan pertemuan. Untuk hal yang satu ini, Gita menyarankan sebaiknya bertemu di tempat-tempat yang memang sudah kalian kenali dan jangan di tempat yang baru diketahui.
Selain itu, usahakan keluarga atau kerabat dekat kalian tahu bahwa kalian akan pergi dengan orang tersebut, termasuk memberi tahu informasi soal tempat dan waktu pertemuannya. “Terus jangan di tempat yang sepi, ketemunya di tempat yang ramai yang kamu sudah tahu gimana cara kesana dan cara pulangnya,” ucap Gita.
Untuk memastikan kalian aman, jangan biarkan orang yang baru dikenal boleh menjemput atau mengantarkan kalian pulang di kencan pertama. Menurut Gita, hal ini dilakukan untuk melindungi informasi privasi seseorang seperti alamat tempat tinggal, guna menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Hal yang tak kalah penting dalam proses perkenalan dengan orang yang baru dikenal lewat aplikasi kencan adalah melakukannya secara perlahan. Gita mengatakan bahwa pada pertemuan atau kencan pertama, sebaiknya kalian dan teman dekat dari aplikasi kencan mengenal terlebih dahulu satu sama lain pribadi masing-masing.
“Take it slow. Pertemuan pertama mungkin ngobrol-ngobrol saja dan jangan sampai ke hal yang lebih jauh misalnya langsung mau diajak pergi ke luar kota atau ke luar negeri,” imbuh Gita.
Baca juga: Survei Ungkap Dating App Mulai Ditinggalkan, Kencan Tradisional Kembali Dilirik
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.