Hypeprofil Monica Gunawan: Telaten Merestorasi untuk Merawat Karya Seni
13 February 2024 |
19:00 WIB
Sejak kecil, Monica Gunawan sudah karib dengan dunia seni. Dia sering mengunjungi museum di dalam dan luar negeri. Setumpuk pengalaman itu bisa saja membuatnya tertarik untuk menjadi perupa. Namun, yang menggelitiknya justru tentang bagaimana karya-karya seni itu dirawat sehingga bisa terus dinikmati meski telah berusia lama.
Lambat laun, keresahan itu semakin menyeruak dalam diri Monica ketika dia melihat banyaknya koleksi karya seni berharga di sejumlah museum di Indonesia tidak mendapatkan perawatan khusus atau presentasi yang layak. Hal itu membuatnya tertarik untuk menyelami ilmu manajemen seni. Lebih spesifik lagi, tentang restorasi dan konservasi seni.
Akhirnya, Monica memilih untuk mengambil studi master Cultural Heritage, Art Conservation and Restoration di Instituto d'Arte e Restauro di Italia. Dia lulus pada 2003 dengan menggondol gelar Master of Museum Management (M.A). Sebelumnya, dia juga menempuh pendidikan sarjana di RMIT University Australia dengan jurusan Interior Architecture.
Baca juga: Hypereport: Menggali Kembali Harta Karun Warisan Budaya
Baca juga: Hypereport: Menggali Kembali Harta Karun Warisan Budaya
Kedekatan Monic, begitu sapaan akrabnya, dengan dunia seni tak terlepas dari sosok sang ibunda. Ibunya, Martha Gunawan, adalah pemilik galeri Art:1 New Museum yang berbasis di Jakarta, yang telah puluhan tahun menggeluti dunia jual-beli karya seni. Sementara sang ayah, Ricky Gunawan, adalah seorang pengusaha.
Latar belakang itu membuatnya sering mengunjungi museum, dan akrab dengan karya-karya seni. Termasuk, membantu ibunya mengurus operasional galeri. Diakui olehnya sang ibu tidak pernah memaksanya untuk terjun ke bidang seni. Namun, pada saat bersamaan juga mendukung keputusannya untuk menjadi bagian dari industri seni.
"Sarannya adalah jadilah se-spesifik mungkin, dan jadilah ahli di bidangmu. Saya pikir kedua orang tua saya memengaruhi saya untuk menjadi diri saya yang sekarang. Ayah saya sangat pandai mengelola bisnis, sedangkan ibu saya memiliki keahlian di bidang seni. Ini membantu saya menjaga keseimbangan di antara keduanya," katanya.
Pemilik Arte Restauro Monica Gunawan. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)
Berbekal ilmu dan pengalaman tersebut, pada 2005, Monic akhirnya mulai membuka jasa restorasi seni kecil-kecilan dengan nama Arte Restauro, sembari membantu keluarganya mengelola Mondecor Gallery (sekarang Art:1 New Museum). Dari situ, dia banyak bertemu dengan para kolektor yang ingin merawat ataupun memperbaiki koleksi karya seni mereka yang rusak.
Enam tahun berjalan, dia akhirnya mulai membuka studio kecil yang terletak di lantai rubanah (basement) Art:1 New Museum khusus untuk mengerjakan proyek konservasi dan restorasi seni. Akan tetapi, kala itu dia masih sebatas menerima proyek konservasi dan restorasi karya seni dari klien-klien Art:1 New Museum, dan belum membukanya untuk kalangan publik yang lebih luas.
Barulah ketika pandemi Covid-19 merebak pada akhir 2019 hingga awal 2020, dan aktivitas di dunia seni mulai melambat, Monic memutuskan untuk menceburkan diri sepenuhnya sebagai konservator dan restorer seni profesional di bawah payung Arte Restauro. Sejak itu, dia banyak menerima klien dari berbagai kalangan baik kolektor pribadi, swasta, maupun institusi pemerintah.
Studio yang telah berdiri selama 15 tahun itu telah mengerjakan ribuan proyek restorasi lukisan, baik dari dalam maupun luar negeri. Sejumlah karya seni maestro yang pernah direstorasi oleh Arte Restauro meliputi buatan Picasso, Salvador Dali, Raden Saleh, Hendra Gunawan, S. Sudjojono, Basuki Abdullah, Lee Man Fong, Affandi, R. Locatelli, Le Mayeur, Nieuwenkamp, Henk Ngantung, R. Bonnet, dan masih banyak lagi.
Baca juga: Hypereport: Menengok Upaya Restorasi Aset Seni Nasional
Baca juga: Hypereport: Menengok Upaya Restorasi Aset Seni Nasional
Restorasi seni memiliki peran penting dalam menjaga warisan budaya sekaligus meningkatkan daya tarik visual dari karya-karya seni berharga dan bernilai sejarah tinggi. Sentuhan perbaikan dan peremajaan yang dilakukan dalam praktik restorasi, bisa memperpanjang usia karya sehingga dapat dinikmati sampai masa-masa mendatang.
Restorasi adalah cara yang dilakukan untuk mengembalikan atau memulihkan sesuatu (tidak hanya dalam bidang seni) kepada kondisi dan bentuk semulanya. Proyek restorasi seni umumnya dilakukan pada karya-karya seni ikonik ciptaan para maestro di seluruh dunia. Tapi tak menutup kemungkinan juga dilakukan pada karya yang lebih kontemporer.
Seiring waktu, karya seni tentu akan mengalami kerusakan mulai dari warnanya yang memudar, kanvas yang robek dan berjamur, cat yang menghilang, dan sebagainya. Tak ayal, restorasi merupakan pekerjaan yang sulit lantaran memerlukan disiplin banyak ilmu, dana, dan kemauan tinggi. Namun, upaya itu perlu dilakukan untuk merawat warisan budaya sebagai inspirasi membangun masa depan.
Praktik restorasi seni harus menyeimbangkan antara perbaikan dan pelestarian. Di satu sisi, restorasi harus meningkatkan nilai estetika dari sebuah karya seni, namun di sisi lain harus tetap menjaga keutuhan nilai-nilai sejarahnya. Termasuk, penting untuk tetap menjaga keaslian materi karya dan tidak mengubah ide artistik seniman.
Dengan meningkatkan nilai estetika, audiens dapat menikmati dan mengapresiasi karya secara utuh sebagaimana yang dimaksudkan oleh sang seniman. Restorasi membantu mengembalikan karya baik secara fisik maupun ide seperti bentuk awalnya, dan memungkinkan audiens untuk terhubung dengan emosi dan pesan yang disampaikan oleh si empunya karya.
Suasana di studio Arte Restauro. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)
Kepada Hypeabis.id, Monica bercerita mengenai perjalanan Arte Restauro, antusiasmenya dalam merawat karya seni, serta proses merestorasi seni itu sendiri. Termasuk, upayanya untuk membangun kesadaran publik akan pentingnya perawatan karya seni secara holistik. Seperti apa kisah inspiratifnya? Berikut petikan wawancaranya.
Boleh diceritakan apa yang Anda kerjakan di Arte Restauro?
Kami merestorasi seni dengan latar belakang European Style Fiorentina Conservation. Jadi kami punya metode adalah mengembalikan lukisan yang rusak ke aslinya, tapi metode ini juga reversible jadi bisa dibuka atau dibongkar lagi, dan sifatnya bukan permanen.
Intinya sih kalau di Indonesia karena tingkat kelembapannya cukup tinggi apalagi masuk bulan September-Maret relatif kelembapannya di 80%-90% karena sering hujan. Nah, tingkat kelembapan yang ideal buat lukisan mestinya di 55%. Itu kenapa lukisan kanvas di Indonesia cenderung lebih gampang rusak dibanding di Eropa.
Untuk tempat penyimpanannya mesti di suhu ruangan 19-21 derajat Celcius, sedangkan kita di sini suhunya panas bahkan sempat sampai 27-30 derajat Celcius jadi sudah lumayan tinggi. Itu juga kenapa lagi lukisan di Indonesia jadi gampang rusak. Kalau terlalu panas, kondisi cat lukisannya kering dan menyebabkan retak. Kalau terlalu lembap, bisa mengakibatkan jamur.
Lukisan yang terlanjur rusak karena berbagai alasan seperti suhu, kecelakaan di ruang penyimpanan, ataupun vandalisme, nah itu kami disini one stop solution untuk memperbaiki semua kerusakan tersebut. Jadi kami biasa menangani lukisan yang sobek, jamuran, kotor, atau indikasi kerusakan lukisan di atas 5 tahun.
Jadi di sini kami banyak menerima lukisan dari zaman modern sampai kontemporer. Dari Basuki Abdullah, Raden Saleh, Sudjojono, Entang Wiharso, sampai yang kontemporer. Semakin karya itu tua, kerusakannya biasanya makin menumpuk. Itulah kenapa tipe pengerjaan restorasi untuk lukisan tua lebih banyak dibandingkan dengan lukisan di bawah 10 tahun. Jadi memang lukisan itu harus rutin dirawat.
Apa saja tipe pengerjaan yang ada dalam proses merestorasi karya? Berapa tarifnya?
Ada 30 jenis tindakan dalam pengerjaan restorasi karya seni yang terbagi atas pembersihan (cleaning), pengecekan struktural, estetika, pelapisan akhir (final coating), dan tindakan tambahan. Untuk tahap cleaning, tindakannya meliputi seperti pembersihan permukaan lukisan dari debu, jamur, juga pernis yang telah kecoklatan.
Lalu untuk bagian struktural, meliputi pengecekan terhadap kondisi kanvas yang bisa saja mengalami kerusakan seperti bergelombang, sobek, ataupun retak. Setelah itu, barulah masuk pada tahap estetika yang meliputi retouching atau memperbaiki baik itu warna maupun gambar lukisan. Lalu, agar lukisan yang telah direstorasi bisa tahan lama, akan dilakukan pelapisan pernis.
Tapi tidak semua lukisan perlu mendapatkan penanganan sebanyak 30 tindakan restorasi. Hal tersebut tergantung dari masing-masing tingkat kerusakan lukisan. Nantinya, setiap lukisan yang akan direstorasi akan dianalisis dan dibuatkan laporan kondisi (condition report) terlebih dahulu untuk tahu sakitnya apa saja, baru kemudian diberikan rekomendasi penanganannya mulai dari 2-30 tindakan.
Tarifnya sendiri dilihat dari jumlah tipe pengerjaan dan jam kerjanya. Yang bisa saya informasikan di awal ke klien adalah kira-kira saya akan habis berapa jam untuk lukisan tersebut, nah setelah saya kerjakan, baru saya pastikan lagi.
Paling cepat pengerjaan itu biasanya empat minggu, dan yang paling lama setahun dengan 20 tindakan. Dari pembersihan dasar itu bisa Rp5 juta-Rp6 juta sampai ratusan juta rupiah.
Baca juga: Eksklusif Profil Dwi Sasono: Patung Restorasi Lebur, Penelusuran dan Pemaknaan Kehidupan
Paling cepat pengerjaan itu biasanya empat minggu, dan yang paling lama setahun dengan 20 tindakan. Dari pembersihan dasar itu bisa Rp5 juta-Rp6 juta sampai ratusan juta rupiah.
Baca juga: Eksklusif Profil Dwi Sasono: Patung Restorasi Lebur, Penelusuran dan Pemaknaan Kehidupan
Proses restorasi lukisan di studio Arte Restauro. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)
Apa indikator sebuah lukisan yang rusak telah selesai atau cukup untuk direstorasi?
Karya dinyatakan selesai direstorasi itu dilihat dari apa saja kerusakannya. Jadi selama kita sudah memperbaiki semua kerusakan dari lukisan itu, ya selesai. Jadi ketika bikin laporan analisa kerusakan itu, saya sudah bikin foto-foto kerusakan sebelum direstorasi. Nanti saya akan foto lagi bagian-bagian itu dalam versi yang sudah diperbaiki. Jadi bagian yang tidak rusak, ya tidak perlu diperbaiki.
Sebenarnya apa perbedaan antara konservasi dan restorasi pada karya seni?
Sebenarnya sama saja. Jadi payung besarnya adalah konservasi. Di bawahnya ada penyajian karya, restorasi, preservasi data atau mendata karya yang baik, pengkinian data, dan cataloging. Termasuk juga ada manajemen risiko, asuransi karya, dan logistik atau cara memindahkan satu karya dari satu tempat ke tempat lain. Jadi, banyak hal yang termasuk dalam payung konservasi untuk menjaga dan merawat karya seni.
Selama menjadi restorer seni, kesulitan apa saja yang Anda hadapi?
Kesulitan sih pasti ada ya karena setiap lukisan punya penyakit beda-beda, jadi tidak bisa ketok rata semuanya dengan pengerjaan yang sama. Jadi biasanya kita lihat dan analisis satu-satu, kemudian carikan solusi yang paling tepat untuk setiap lukisan.
Mirip-mirip mungkin ada, tapi sama persis dan menjiplak pengerjaan sebelumnya itu hampir tidak pernah, sekalipun kita sudah terima banyak lukisan. Semuanya memang benar-benar diformulasikan khusus untuk tiap lukisan. Biasanya satu lukisan butuh waktu pengerjaan yang lama bukan karena sulit, tapi kami mesti riset data, bentuk, dan anatomi dari lukisan itu sendiri.
Kualifikasi apa saja yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi restorer seni?
Selain butuh latar belakang pendidikan restorasi seni, kita juga mesti punya pengalaman, training, belajar sama orang lain, sampai akhirnya punya kemampuan untuk bisa membuat keputusan atau solusi terbaik untuk karya seni karena penanganan setiap karya beda-beda.
Karena sekalipun punya latar belakang pendidikan restorasi seni, kita tetap butuh aplikasikan itu langsung melalui praktik. Dengan begitu, kita makin terbiasa membaca kerusakan pada lukisan, dan mengasah kemampuan.
Untuk menjadi konservator profesional dan ingin membuat studio sendiri, minimal sudah punya semua pengalaman itu selama 10 tahun. Sebaliknya, kalau pengalamannya tidak cukup, kita tidak bisa memutuskan solusi untuk sebuah karya, karena tidak ada template atau copy-paste penanganan restorasi.
Untuk menjadi konservator profesional dan ingin membuat studio sendiri, minimal sudah punya semua pengalaman itu selama 10 tahun. Sebaliknya, kalau pengalamannya tidak cukup, kita tidak bisa memutuskan solusi untuk sebuah karya, karena tidak ada template atau copy-paste penanganan restorasi.
Bagaimana Anda melihat ketersediaan tenaga restorer di Indonesia saat ini?
Minat untuk bidang ini sebenarnya sudah ada. Dari situ harus dipraktikkan dengan proses yang panjang untuk bisa mendapatkan pengetahuan yang menyeluruh. Mungkin kalau generasi yang baru suka cepat bosan atau kurang sabar, jadi sebenarnya pengalamannya belum cukup lalu sudah pindah lagi.
Kalau di pemerintahan, cenderung mereka diberi pelatihan atau training seputar restorasi tapi terus dirotasi lagi pindah untuk mengurusi pekerjaan lain yang tidak ada hubungannya dengan konservasi. Jadi mereka tidak punya kesempatan untuk menaikkan skill di bidang konservasi, karena baru di level intermediate sudah dipindah lagi.
Orang-orang yang sudah di level advance untuk urusan konservasi biasanya mereka yang memutuskan untuk membuka studio sendiri, tapi banyak tantangannya juga. Saya pikir kalau memang tertarik di bidang ini, mesti punya passion ketimbang skill, karena passion itu membuat kita stay di suatu bidang, dan akhirnya kita jadi spesial di bidang itu.
Menurut Anda, bagaimana upaya konservasi aset seni nasional di Indonesia saat ini?
Usahanya sudah ada, tapi kadang-kadang realisasinya tidak berjalan berkelanjutan. Misalnya setahun programnya jalan, lalu tahun depan enggak diterusin. Bikin proyek juga tapi tahun depan enggak lanjut karena tidak ada bujet dan segala macamnya. Usaha-usaha yang sudah ada sebenarnya sudah bagus, tapi kadang pemerintah tidak bisa sustainable.
Itu juga yang bikin sumber daya manusia di bidang konservasinya jadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kalau cuma bikin departemennya tapi dalam aplikasi sehari-harinya tidak ada tenaga konservasinya, itu sulit juga. Jadi secara institusi itu mungkin masih belum mengerti kalau ini tuh dibutuhkan untuk merawat koleksi karya.
Baca juga: 5 Film Nasional Hasil Restorasi Kemendikbudristek, dari Darah & Doa hingga Dr Samsi
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.