Ilustrasi Hari raya Idulfitri (sumber gambar Unsplash)

Hypereport: Lebaran di Negeri Orang, Ada Cerita Seru dari London hingga Nanjing

16 April 2023   |   20:34 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

London memasuki musim semi. Suhu termometer berkisar antara 5-16°C. Cukup dingin untuk kulit Asia. Jalanan ramai orang berlalu-lalang, tapi perasaan Hasya Nindita sepi. Ini tahun pertama dia merayakan Lebaran di luar negeri. Terpisah jarak ribuan mil jauhnya dari keluarganya di Yogyakarta.

Genap 6 bulan sudah Hasya menjalani rutinitas sebagai perantau di Negeri Britania. Saat ini, dia sedang menempuh S2 di Goldsmiths College of London, program MA Race, Media and Social Justice. Namun, rindu terhadap Tanah Air, sesekali tetap menyeruak dalam hatinya.

"Iya, ini pertama kali Lebaran jauh dari keluarga. Dulu pernah juga pas kerja di Jakarta. Cuma sekarang beda ya, jaraknya tuh jauh banget," papar perempuan berusia 25 tahun itu saat dihubungi Hypeabis.id.

Baca juga:
> Hypereport: Kisah Para Penjaga Hari Raya
> Hypereport: Beragam Cara Ditempuh untuk Merayakan Hari Kemenangan di Kampung Halaman
> Hypereport: Cerita-Cerita Tak Terungkap tentang Mudik

Ramadan dan Lebaran memang selalu dinanti umat muslim di belahan dunia manapun. Namun, saat merayakannya jauh dari keluarga, tentu saja ada sesuatu yang kurang dan mengganjal di hati. Terlebih kemeriahan momen Lebaran di tanah rantau tentu berbeda dengan di saat berada di kampung halaman.

Kendati begitu, Hasya bisa sedikit benapas lega. Sebab, setiap akhir pekan KBRI di London sering mengadakan buka puasa bersama. Di sinilah lidahnya bisa kembali mengecap masakan-masakan khas Indonesia yang selama ini jarang ditemukan di London.

Namun, pada siang harinya dia tetap harus menahan diri dengan berpuasa lebih lama. Saat musim semi di London, matahari memang akan seharian penuh memelototi kota tersebut. Jelang Magrib, Hasya pun tidak bisa menemukan jajanan takjil laiknya yang dijajakan di Indonesia.

"Puasanya itu lebih dari 15 jam. Terus di sini tidak seramai di Indonesia. Enggak ada pasar Ramadan yang jual takjil gitu, jadinya lebih sepi," imbuhnya.

Adapun, untuk merayakan Lebaran tahun ini Hasya akan melaksanakan salat Idulfitri di KBRI London. Setiap tahunnya warga Indonesia di Inggris memang selalu melakukan acara halal bi halal di sana sambil menyantap kudapan khas Idulfitri. 

Setelah itu, mungkin dia akan ke Greenwich, menikmati luas taman hijau yang cantik, atau mampir ke Thames, duduk di tepi sungai yang membelah London sambil membaca kembali buku Homegoing karangan novelis Ghana-Amerika, Yaa Gyasi. 

Kisah merayakan Lebaran di tanah rantau tak hanya dialami Hasya. Ade Aryuningsih pun harus merayakan Idulfitri di Thailand pada Lebaran kali ini. Perempuan asal Bintaro itu sudah melalui empat momen Idulfitri di Negeri Gajah Putih.

Ade adalah Mahasiswa S2 di Universitas Hasanuddin, Makassar. Dia kuliah sembari bekerja di KBRI Thailand sebagai salah satu staf di sana. Peraih Medali perak PON XIX di Jawa Barat itu memang sudah 5 tahun hidup sebagai perantau di Thailand.

Namun, berbeda dengan Hasya yang tidak bisa mudik, tahun ini Ade bisa sedikit semringah. Sebab, setelah salat Ied dan halal bihalal di KBRI Thailand, dia akan langsung terbang ke Tanah Air untuk nyekar ke makam orang tuanya yang sudah meninggal di Tanah Air.

"Habis dari makam mungkin silaturahmi ke saudara mendiang ibu saya yang lebih tua. Setelah itu main ke tempat teman atau kulineran di Jakarta," papar Ade.

Mengenai proses imigrasi sendiri, Ade mengungkapkan bahwa tidak begitu rumit dibanding saat pageblug melanda global. Dia memang sempat mudik pada saat menjelang momen Ramadan tahun lalu, tapi selang beberapa hari, kembali lagi ke Thailand dan merayakan Lebaran di sana. 

Menjalani momen Idulfitri di perantauan bagi Ade sudah menjadi hal biasa. Sebab, dia bisa tetap bertemu para perantau lain yang berkunjung ke KBRI setelah salat Idulfitri. Terlebih, Ade memang selalu menjadi salah satu panitia untuk acara tersebut.

"Ini karena liburan panjang saja dan enggak tahu mau ngapain, akhirnya pulang kampung. Tadinya mau ke Korea tapi males. Mau muterin Asia tapi juga sendirian, akhirnya pulanglah," kata Ade.

Ada juga kisah Lina yang tak kalah seru. Perempuan asal Pemalang itu sudah 3 tahun tinggal di Jerman. Dia saat ini sedang mengikuti program Ausbildung, semacam pendidikan keahlian sembari bekerja sebagai koki di sebuah restoran ternama di Munchen.

Namun, kisah Lina cukup menjadi antitesis bagi perantau. Alih-alih menikmati lebaran di kampung halaman, Lina justru lebih betah merayakannya di negeri orang. Sebab, dia selalu risih terhadap basa-basi pertanyaan yang diajukan masyarakat Indonesia saat lebaran tiba.

Selain itu, ongkos perjalanan yang mahal untuk biaya mudik juga membuat Lina memilih tetap berlebaran di Jerman. Terlebih saat ini sudah ada teknologi video call agar dapat menghubungi keluarganya di Pemalang untuk saling bermaaf-maafan dan melepas kangen.

"Ongkos pulangnya itu kalau dipakai di sini bisa buat keliling ke sembilan negara. Jadi aku lebih prefer ke kegiatan tersebut," papar Lina yang baru-baru ini ngetrip seminggu ke Luksemburg, Belgia, hingga Paris.

Merayakan Lebaran di Jerman juga menjadi pengalaman seru buat Lina. Sebab dia bakal bisa menggasak berbagai menu yang dibuat warga Indonesia pada momen Hari Raya. Kendati begitu, dia harus mendaftar terlebih dulu secara online sejak dua pekan sebelumnya agar bisa mengikuti salat Idulfitri di tempat yang terbatas.

"Meski hobi masak, kalau Lebaran tiba, dari malam aku pasti udah ngosongin perut biar besoknya bisa makan puas penganan Lebaran. Ini karena memang masakan teman-teman di sana enak banget, bahkan sering dibungkus dibawa pulang," kata Lina sambil tertawa.

Cerita Yuda pun tak kalah unik. Sama seperti Hasya, ini tahun pertama bagi lelaki asal Jakarta itu merayakan Lebaran di luar negeri. Yuda baru sepekan di China untuk menunggu wisuda di Nanjing Xiaozhuang University. 

Karena baru terbilang hari, dia pun mengaku sempat gegar budaya. Salah satunya, dia harus membawa saus dan kecap sachet di kantongnya setiap hari. Sebab saat menyantap makan, lidahnya masih belum bisa menerima rasa masakan di sana. Tak hanya itu, untuk mencari makanan halal pun cukup susah.

Baca juga: Hypereport: Upaya Melebarkan Sayap Industri Perfilman Nasional

Adapun, untuk merayakan Idulfitri kali ini Yuda akan mengikuti salat Ied di salah satu masjid di Nanjing. Bersama warga Indonesia lainnya mereka biasanya juga akan ada semacam acara kumpul-kumpul untuk merayakan hari istimewa tersebut di KBRI terdekat.

"Karena masih baru di China, kemungkinan bakal mengikuti teman lain untuk salat Ied di masjid terdekat. Biasanya sih saya menggunakan sepeda, sekitar 25 menitan lah dari asrama untuk ke masjid," papar Yuda.
 

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Mau Coba Olahraga Tenis Lapangan? Ini Teknik-Teknik Dasar yang Wajib Dipahami Pemula

BERIKUTNYA

Serunya Menelusuri Jejak Arab di Batavia Bersama Komunitas Historia Indonesia

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: