Serunya Menelusuri Jejak Arab di Batavia Bersama Komunitas Historia Indonesia
16 April 2023 |
21:37 WIB
Berbicara jejak Islam di Jakarta, tentu saja tidak lepas dari kedatangan para saudagar asal jazirah Arab yang masuk melalui Pelabuhan Sunda Kelapa sejak sekitar abad 18. Mereka aktif berinteraksi dalam perdagangan, bahkan sebagian para saudagar tersebut menetap secara turun temurun di beberapa kawasan di Jakarta.
Komunitas Historia Indonesia (KHI), yang didirikan Asep Kambali pada 20 tahun yang lalu, atau tepatnya 22 Maret 2003, mengajak kalangan muda untuk memahami jejak sejarah Islam di Indonesia lewat kegiatan walking tour yang seru dan menyenangkan.
Baca juga: Simak Sejarah dan Transformasi Masjid Jakarta Islamic Center, Pusat Kajian Islam di Utara Jakarta
Komunitas yang menjadi pelopor kegiatan walking tour Jakarta Heritage ini dulunya lebih dikenal dengan sebutan Jakarta Walk. Salah satu kegiatannya kali ini adalah dengan menggelar Jakarta Heritage Trails: Jejak Arab di Batavia sebagai temanya.
Acara tersebut diadakan di Kampung Arab Pekojan, Tambora, Jakarta Barat pada Sabtu, (15/4/2023) dengan menggandeng Google Indonesia yang sekaligus memperkenalkan fitur Google Lens Place. Peserta mengakses aplikasi Google Lens melalui ponsel pintar miliknya untuk mencari tahu informasi mengenai situs atau benda bersejarah selama tur berlangsung.
Dalam sejarahnya, Kampung Arab Pekojan merupakan tempat singgah para saudagar dari Yaman, Gujarat, dan Semenanjung Arab yang aktif melakukan perdagangan di kawasan Sunda Kelapa. Dari perdagangan tersebut terjadilah penyebaran agama Islam secara tidak langsung.
Beberapa bangunan bersejarah menyimpan artefak penting tentang eksistensi para saudagar kala itu, yang dapat dilihat di beberapa masjid. Ada empat masjid didirikan oleh para saudagar itu, yang ditunjukkan KHI kepada peserta. Yakni, Masjid Jami’ Al-Anshor, Masjid Raudah, Masjid Jami’ Annawier, dan Langgar Tinggi yang menjadi cagar budaya dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 5/1992.
Saat berada di Masjid Jami’ Al-Anshor peserta diajak untuk melihat arsitektur atap masjid yang dipenuhi kayu jati yang kokoh dan terdapat beberapa makam saudagar yang wafat saat berada di daerah Pekojan. Sayangnya, peserta tidak dapat mengetahui siapa nama saudagar-saudagar tersebut karena nisan yang sudah tua membuat tulisan menjadi tidak terbaca.
Kemudian, keunikan hadir di Masjid Raudah. Masjid ini dulunya hanya difungsikan untuk kegiatan para wanita, seperti majlis taklim. Begitu pula saat salat berjamaah, para makmum diimami oleh wanita. Namun saat ini, masjid tersebut sudah berfungsi seperti biasanya dan dapat dimasuki oleh siapa pun.
Selain itu Masjid Jami’ Annawier juga memiliki kisah yang membuat peserta kagum. Banyak peserta acara singgah untuk salat di masjid ini dan mencoba berwudu di tempat penampungan air yang terbuat dari batu bata yang tersusun rapi.
Setiap tanggal 27 Ramadan, Masjid ini akan membuat jamuan bagi jamaah seusai salat tarawih yang dilanjutkan dengan dzikir bersama. Biasanya hidangan yang disajikan adalah nasi kebuli khas Timur Tengah dan ada juga makanan dari para warga sekitar.
Masjid terakhir yang disambangi peserta memiliki nilai arsitektur yang klasik khas abad 1800an sampai 1900an. Masjid yang dimaksud adalah Langgar Tinggi. Masjid ini memiliki dua tingkat, di lantai bawah digunakan untuk toko-toko minyak wangi. Sedangkan, lantai atasnya digunakan untuk kegiatan beribadah seperti salat, dakwah, dan pengajian.
Baca juga: Menelusuri Jejak Islam hingga ke Australia
Dulunya, Langgar Tinggi dibangun sebagai tempat para saudagar beristirahat dan beribadah. Sementara sebelum Masjid Annawier selesai direnovasi, masjid bergaya moor ini, masih mempertahankan bangunan lamanya.
Namun, saat ini Kampung Arab Pekojan tidak lagi didominasi oleh para masyarakat yang beretnis Arab, melainkan bercampur dengan segala etnis seperti Tionghoa. Sementara itu, masyarakat keturunan Arab sudah banyak yang menyebar ke daerah Bogor, dan sekitar Jakarta.
Editor: Fajar Sidik
Komunitas Historia Indonesia (KHI), yang didirikan Asep Kambali pada 20 tahun yang lalu, atau tepatnya 22 Maret 2003, mengajak kalangan muda untuk memahami jejak sejarah Islam di Indonesia lewat kegiatan walking tour yang seru dan menyenangkan.
Baca juga: Simak Sejarah dan Transformasi Masjid Jakarta Islamic Center, Pusat Kajian Islam di Utara Jakarta
Komunitas yang menjadi pelopor kegiatan walking tour Jakarta Heritage ini dulunya lebih dikenal dengan sebutan Jakarta Walk. Salah satu kegiatannya kali ini adalah dengan menggelar Jakarta Heritage Trails: Jejak Arab di Batavia sebagai temanya.
Acara tersebut diadakan di Kampung Arab Pekojan, Tambora, Jakarta Barat pada Sabtu, (15/4/2023) dengan menggandeng Google Indonesia yang sekaligus memperkenalkan fitur Google Lens Place. Peserta mengakses aplikasi Google Lens melalui ponsel pintar miliknya untuk mencari tahu informasi mengenai situs atau benda bersejarah selama tur berlangsung.
Dalam sejarahnya, Kampung Arab Pekojan merupakan tempat singgah para saudagar dari Yaman, Gujarat, dan Semenanjung Arab yang aktif melakukan perdagangan di kawasan Sunda Kelapa. Dari perdagangan tersebut terjadilah penyebaran agama Islam secara tidak langsung.
Beberapa bangunan bersejarah menyimpan artefak penting tentang eksistensi para saudagar kala itu, yang dapat dilihat di beberapa masjid. Ada empat masjid didirikan oleh para saudagar itu, yang ditunjukkan KHI kepada peserta. Yakni, Masjid Jami’ Al-Anshor, Masjid Raudah, Masjid Jami’ Annawier, dan Langgar Tinggi yang menjadi cagar budaya dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 5/1992.
Saat berada di Masjid Jami’ Al-Anshor peserta diajak untuk melihat arsitektur atap masjid yang dipenuhi kayu jati yang kokoh dan terdapat beberapa makam saudagar yang wafat saat berada di daerah Pekojan. Sayangnya, peserta tidak dapat mengetahui siapa nama saudagar-saudagar tersebut karena nisan yang sudah tua membuat tulisan menjadi tidak terbaca.
Kemudian, keunikan hadir di Masjid Raudah. Masjid ini dulunya hanya difungsikan untuk kegiatan para wanita, seperti majlis taklim. Begitu pula saat salat berjamaah, para makmum diimami oleh wanita. Namun saat ini, masjid tersebut sudah berfungsi seperti biasanya dan dapat dimasuki oleh siapa pun.
Selain itu Masjid Jami’ Annawier juga memiliki kisah yang membuat peserta kagum. Banyak peserta acara singgah untuk salat di masjid ini dan mencoba berwudu di tempat penampungan air yang terbuat dari batu bata yang tersusun rapi.
Setiap tanggal 27 Ramadan, Masjid ini akan membuat jamuan bagi jamaah seusai salat tarawih yang dilanjutkan dengan dzikir bersama. Biasanya hidangan yang disajikan adalah nasi kebuli khas Timur Tengah dan ada juga makanan dari para warga sekitar.
Masjid terakhir yang disambangi peserta memiliki nilai arsitektur yang klasik khas abad 1800an sampai 1900an. Masjid yang dimaksud adalah Langgar Tinggi. Masjid ini memiliki dua tingkat, di lantai bawah digunakan untuk toko-toko minyak wangi. Sedangkan, lantai atasnya digunakan untuk kegiatan beribadah seperti salat, dakwah, dan pengajian.
Baca juga: Menelusuri Jejak Islam hingga ke Australia
Dulunya, Langgar Tinggi dibangun sebagai tempat para saudagar beristirahat dan beribadah. Sementara sebelum Masjid Annawier selesai direnovasi, masjid bergaya moor ini, masih mempertahankan bangunan lamanya.
Namun, saat ini Kampung Arab Pekojan tidak lagi didominasi oleh para masyarakat yang beretnis Arab, melainkan bercampur dengan segala etnis seperti Tionghoa. Sementara itu, masyarakat keturunan Arab sudah banyak yang menyebar ke daerah Bogor, dan sekitar Jakarta.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.