Ilustrasi pramugari. (Sumber Foto: Pexels/Vinh Lâm)

Hypereport: Kisah Para Penjaga Hari Raya

16 April 2023   |   16:07 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Idulfitri menjadi momen yang pas untuk bersilaturahmi bersama keluarga. Namun demikian, tidak sedikit yang harus merelakan waktu berharga tersebut demi menjaga perayaan ini berjalan lancar. Layaknya sutradara, mereka lah yang bekerja di balik layar.

Jika diingat-ingat, mungkin sudah separuh waktu pengabdian, Zaidan Ramli tidak merayakan momen Idulfitri bersama keluarga besar. Dari 30 tahun bekerja di maskapai swasta, selama 15 tahun dia justru bertugas pada saat hari raya. 

Tidak dipungkiri, dia terbilang memegang peranan penting untuk melancarkan jalannya Idulfitri di tengah masyarakat. Zaidan berprofesi sebagai pramugara yang menemani pilot untuk menghantarkan para pemudik terbang ke kampung halaman.
 


Zaidan harus menerima konsekuensi ketika memutuskan bekerja sebagai air crew. Jika tanggal merah menjadi waktu yang tepat bagi masyarakat untuk berlibur, pramugara ini justru harus bersiap menjalani pekerjaan yang padat. “Mungkin 15 tahun (Lebaran) tidak di rumah. Sekarang sudah 30 tahun terbang,” ujarnya ketika berbincang dengan Hypeabis.id.

Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Cerita-Cerita Tak Terungkap tentang Mudik
2. Hypereport: Beragam Cara Ditempuh untuk Merayakan Hari Kemenangan di Kampung Halaman
3. Hypereport: Lebaran di Negeri Orang, Ada Cerita Seru dari London hingga Nanjing


Pada awal masa kerja, Zaidan bahkan harus ikhlas untuk melewatkan masa Lebaran lebih dari sepekan. Malam takbiran ada di Solo, baru pulang ke rumah yang ada di Jakarta tengah malam. Pagi hanya bisa menjalankan salat Id, belum sampai tengah hari dia sudah dijemput untuk melayani penerbangan. 

Ketika sudah menjadi senior dan berkeluarga pun, pria asal Palembang itu juga harus bersiap jika sewaktu-waktu ada panggilan terbang tepat pada hari raya. Zaidan terus memenuhi tanggung jawab tersebut walaupun keluarga agak sedikit kecewa karena tidak bisa merayakan Lebaran bersama dan seiring waktu menjadi terbiasa.

Seperti masyarakat lainnya, Zaidan menilai Idulfitri menjadi momen yang sangat penting karena pada saat itu, semua orang bisa berkumpul. Bersilaturahmi, berbincang santai dengan sanak saudara, kerabat, atau orang terdekat, seraya menyantap makanan khas Lebaran sangatlah menyenangkan. 

Walaupun setelah berkeluarga hanya mudik ke kampung halaman istri di Bogor, Zaidan sangat merindukan momen kebersamaan itu. Kendati demikian, kini kerinduan tersebut bisa sedikit terobati dengan kehadiran teknologi untuk bersilaturahmi dengan keluarga dan sanak saudara melalui panggilan video di ponselnya.

Suasana perayaan pun kerap diciptakan di tempat kerja. Sesekali perusahaan maskapai menyediakan santapan Lebaran seperti opor, rendang, hingga ketupat untuk kru yang bertugas. 

Sebelum pandemi, para kru yang bertugas saat Idulfitri juga mendapat insentif khusus, tidak terkecuali parcel berisikan kue khas Lebaran. “Sekarang zaman lagi susah, semua dianggap normal. Dulu terbang hari raya mewah karena dianggap mengambil hak orang tersebut, ada kompensasinya,” sebut Zaidan.


Menjaga Keamanan di Hari yang Fitri

Jika Zaidan siap melayani lewat udara, lain halnya dengan Komisaris Polisi (Kompol) Multazam Lisendra. Tahun ini bukan Lebaran pertama dia melewatkan momen bersama keluarga. 

Sebagai abdi negara, Multazam harus melancarkan jalannya hari raya dengan menjaga keamanan untuk warga sekitar. Seperti saat ini, ketika dia menjabat sebagai Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Jagakarsa. 

Selama momen Idulfitri, justru dia menjaga rumah hingga kendaraan warga yang sedang mudik. Layanan gratis ‘Titip Rumah' dan ‘Titip Motor’ ini diusungnya untuk mencegah tindak pidana pencurian rumah kosong dan pencurian kendaraan motor saat ditinggal mudik di wilayah Jagakarsa.
 

Suasana pemudik di Terminal Bayangan Pondok Pinang, Jakarta. (Sumber foto: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)

Suasana pemudik di Terminal Bayangan Pondok Pinang, Jakarta. (Sumber foto: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)


“Sebelum kejahatan terjadi, lebih baik lapor ke kami. Pencurian rumah kosong memang tidak terjadi saat Lebaran saja, namun banyak rumah yang kosong ditinggalkan saat mudik,” tuturnya kepada Hypeabis.id.

Multazam mengatakan setelah layanan 'Titip Rumah' dikonfirmasi, dia dan tim bersama dengan satuan keamanan setempat akan memastikan rumah tersebut dijaga selama pemiliknya mudik. Polisi akan berpatroli hingga di depan rumah pemilik yang telah menitipkan rumahnya. Sementara kendaraan bisa dititipkan langsung di Polsek Jagakarsa. 

Pria kelahiran Ujungberung, Bandung, Jawa Barat ini merasa sudah menjadi tugasnya untuk memberikan pelayanan, keamanan, dan kenyamanan bagi publik. Walaupun, momen bersama keluarga saat hari raya sangat dirindukannya. 

Jika dihitung, mungkin sudah 12 tahun setelah ditetapkan sebagai anggota polisi, Multazam tidak merayakan Idulfitri di waktu yang tepat. “Tetapi namanya sudah mewakafkan diri untuk bangsa dan negara, orang tua juga sudah paham. Toh, setelah Lebaran selesai, kami dapat kesempatan untuk cuti,” ujar Multazam. 

Ya, sejak bertugas, orang tua Multazam pun sudah mengikhlaskan putranya untuk menjalani fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Kalaupun tidak bisa berjabat tangan langsung, kini kerinduan mereka sedikit terobati dengan adanya teknologi. Multazam bisa bertatap muka melalui layar ponsel atau berkirim paket makanan hingga pakaian ke orang tua maupun keluarga tercinta.

“Cium tangan virtual kan bisa, berbakti dengan orang tua banyak caranya,” imbuhnya.

Sementara untuk menghibur sesama anggota polisi yang tidak bisa mudik karena harus bekerja, ada tradisi untuk menghadirkan makanan khas Lebaran di tempat tugas mereka. Tidak jarang masyarakat mengirimkan makanan kepada petugas yang sedang berjaga. Polisi pun turut bersilaturahmi ke rumah masyarakat seraya mengontrol keamanan setempat.


Mengubah Kebiasaan

Tidak hanya pramugara atau polisi, para awak media pun kerap bertugas pada saat Hari Raya Idulfitri. Mereka mengabarkan suasana dan kondisi yang terjadi di jalur mudik, area ibu kota, daerah, hingga tempat wisata. Seperti Fakhrizal Fakhri, jurnalis yang bekerja di sebuah media swasta. 

Hampir 10 tahun sejak kerja sebagai jurnalis di Jakarta, dia tidak pernah pulang ke kampung halamannya di Medan ketika hari raya tiba. Selain karena harus bertugas, Fakhri memang bukan tipe orang yang suka berkumpul pada saat Lebaran. 

“Dari waktu SMA enggak suka hari raya. Soalnya banyak orang datang ke rumah. Karena orang Melayu itu sama kayak Betawi, Lebarannya sebulan,” ungkapnya.

Fakhri menyebut rumahnya di kampung selalu ramai didatangi tamu. Bahkan, kerap tidak mengenal waktu sehingga membuatnya lelah ketika harus menjamu. Dia juga menilai pada saat Lebaran, banyak orang yang terlalu berlebihan. “Kayaknya kita terlalu menyambutnya secara berlebihan,” imbuhnya. 

Lagi pula jika harus pulang kampung saat momen hari raya, ongkosnya terbilang mahal dan perjalanan yang ditempuh sangat jauh hingga melelahkan karena macet. Orang tua Fakhri pun memaklumi dengan kondisi ini. Toh, silaturahmi tidak selalu harus di momen Idulfitri. Masih banyak waktu dalam setahun untuk berkumpul bersama keluarga tercinta.

Kendati demikian, pada tahun ini, dia memutuskan pulang kampung agar anaknya memiliki memori merayakan momen Lebaran bersama kakek dan neneknya. Itupun dia baru akan pergi tiga hari setelah Idulfitri.

“Sekarang pulang pas Lebaran karena ya sudah punya anak. Biar ada momen anak-anakku sama kakek neneknya,” sebut Fakhri. 

Baca juga: 5 Alasan Pemudik Menggunakan Pesawat Untuk Pulang ke Kampung Halaman

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

4 Tip Jaga Kebugaran Tubuh selama Puasa ala Hesti Purwadinata

BERIKUTNYA

Mengenal Skin Fasting, Benarkah Kulit Juga Butuh Puasa?

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: