Melihat Karya Seni Cetak Surealistik Nan Sugestif Goenawan Mohamad dalam Pameran Kitab Hewan
15 March 2023 |
09:30 WIB
1
Like
Like
Like
Sejak menggelar pameran seni rupa sketsa di kertas di Yogyakarta pada 2016 silam, Goenawan Mohamad tak lagi hanya dikenal sebagai sastrawan atau pendiri majalah Tempo, tapi juga sebagai perupa. Usianya yang telah memasuki delapan dasawarsa tak menyurutkan daya ciptanya hingga dia intens dan produktif dalam berpameran seni rupa.
Setelah tujuh tahun, perupa kelahiran Batang, Jawa Tengah, itu setidaknya telah melahirkan sekitar 500 karya kertas, 100 lebih lukisan di kanvas, dan sekitar 200 karya kolaborasi. Seluruh karyanya itu telah dipamerkan di lebih dari 20 eksibisi baik secara solo maupun kolaborasi di berbagai daerah di Indonesia hingga Malaysia.
Hasrat dalam berkeseniannya menjadi sebuah energi yang terus berkesinambungan tanpa jeda. Seolah tak ada yang bisa menghentikannya, bagai sebuah kelahiran baru yang mengasyikkan. Begawan kebudayaan ini terus mengasah daya ciptanya sebagai perupa, hingga akhirnya menggeluti seni cetak grafis yang belakangan ditekuninya.
Baca juga: Goenawan Mohamad & Jejak Puitik dalam Pameran Kitab Hewan
Bersama Devfto Printmaking Institute, salah satu studio printmaking di Ubud, Bali, esais kenamaan Indonesia itu menggeluti teknik seni rupa intaglio dan litografi dalam satu residensi yang berlangsung selama sepuluh bulan, yakni sejak pertengahan 2022 hingga awal 2023.
Hasilnya, kini dia menggelar pameran tunggal Kitab Hewan: A Book of Beasts di dua lokasi sekaligus yakni di Sika Gallery, Gianyar, Bali, dan di Dia.lo.gue, Kemang, Jakarta Selatan. Masing-masing sekitar 40 karya grafis dengan teknik intaglio dan litografi karya Goenawan Mohamad dipamerkan dalam dua eksibisi tersebut.
Secara visual, karya-karya hitam-putihnya tampak surealistik namun terasa sangat sugestif, menghamparkan renungan di tiap judul. Renungan multilapis. Gambar-gambar hewan yang menjadi tema utama dalam pamerannya tidak divisualisasikan dengan citra yang sebagaimana mestinya. Sebaliknya, Goenawan Mohamad turut mengisinya dengan bermacam figur lain.
Misalnya dalam karya yang diberi judul Sirkus. Karya grafis berdimensi 52 cm x 61 cm dengan teknik etching atau etsa itu menampilkan sosok kuda dengan figur manusia yang tidak jelas bentuknya. Bisa saja dilihat sebagai seorang prajurit atau perempuan berkerudung. Meski guratannya tampak sederhana, karya-karyanya menimbulkan penafsiran berlapis.
Begitupun dengan karya bertajuk Diantara Dua Burung berdimensi 61 cm x 52 cm dengan teknik serupa. Sang perupa tampak menggambarkan dua ekor burung berwarna putih dan di tengahnya hadir seperti bayangan dengan warna hitam yang kontras. Karya grafis ini juga penuh coretan terarah yang tampak menyiratkan simbol ketegangan.
Selain dua karya tersebut, Goenawan Mohamad juga bereksplorasi dengan citra hewan lainnya seperti ular, kuda, tikus, dan lainnya, yang tidak tampil secara utuh dan rinci. Kendati begitu, Goenawan memang tidak hendak menyalinnya dari realitas hewan sesungguhnya. Oleh sebab itu, acapkali pada karya-karyanya tak dikenali secara persis jenis hewan yang ada.
"Dalam berkarya, saya tidak digerakkan oleh ide. Saya menggambar itu tidak bertujuan. Ide barangkali bisa saja ada, tapi hanya di awal. Selebihnya, kebebasan tangan atas dorongan dari dalam yang menggerakkan," kata seniman lulusan College of Europe di Belgia itu.
Meski baru menggeluti seni cetak grafis selama beberapa bulan ini, sejatinya Goenawan telah memiliki ketertarikan terhadap jenis karya ini sejak dia kecil berkat temuan beberapa buku milik sang ayah. Kala itu, dia tidak mengerti apa arti dari gambar-gambar tersebut. Namun, justru itulah dia terpikat karena bisa mereka-reka tiap gambarnya.
Seiring waktu, dia juga dekat dengan karya-karya grafis dari para seniman Tanah Air seperti Tisna Sanjaya, T. Sutanto, dan Haryadi, yang sering menghiasi surat kabar Mingguan Indonesia pada pertengahan 1960-an. Latar belakang itulah yang membuatnya menikmati residensi seni grafis intaglio dan litografi yang dia jalani di Devfto Printmaking Institute.
Baca juga: Metafora Sugestif Goresan Goenawan Mohamad dalam Pameran Tunggal Kitab Hewan
Setelah tujuh tahun, perupa kelahiran Batang, Jawa Tengah, itu setidaknya telah melahirkan sekitar 500 karya kertas, 100 lebih lukisan di kanvas, dan sekitar 200 karya kolaborasi. Seluruh karyanya itu telah dipamerkan di lebih dari 20 eksibisi baik secara solo maupun kolaborasi di berbagai daerah di Indonesia hingga Malaysia.
Hasrat dalam berkeseniannya menjadi sebuah energi yang terus berkesinambungan tanpa jeda. Seolah tak ada yang bisa menghentikannya, bagai sebuah kelahiran baru yang mengasyikkan. Begawan kebudayaan ini terus mengasah daya ciptanya sebagai perupa, hingga akhirnya menggeluti seni cetak grafis yang belakangan ditekuninya.
Baca juga: Goenawan Mohamad & Jejak Puitik dalam Pameran Kitab Hewan
Bersama Devfto Printmaking Institute, salah satu studio printmaking di Ubud, Bali, esais kenamaan Indonesia itu menggeluti teknik seni rupa intaglio dan litografi dalam satu residensi yang berlangsung selama sepuluh bulan, yakni sejak pertengahan 2022 hingga awal 2023.
Hasilnya, kini dia menggelar pameran tunggal Kitab Hewan: A Book of Beasts di dua lokasi sekaligus yakni di Sika Gallery, Gianyar, Bali, dan di Dia.lo.gue, Kemang, Jakarta Selatan. Masing-masing sekitar 40 karya grafis dengan teknik intaglio dan litografi karya Goenawan Mohamad dipamerkan dalam dua eksibisi tersebut.
Secara visual, karya-karya hitam-putihnya tampak surealistik namun terasa sangat sugestif, menghamparkan renungan di tiap judul. Renungan multilapis. Gambar-gambar hewan yang menjadi tema utama dalam pamerannya tidak divisualisasikan dengan citra yang sebagaimana mestinya. Sebaliknya, Goenawan Mohamad turut mengisinya dengan bermacam figur lain.
Misalnya dalam karya yang diberi judul Sirkus. Karya grafis berdimensi 52 cm x 61 cm dengan teknik etching atau etsa itu menampilkan sosok kuda dengan figur manusia yang tidak jelas bentuknya. Bisa saja dilihat sebagai seorang prajurit atau perempuan berkerudung. Meski guratannya tampak sederhana, karya-karyanya menimbulkan penafsiran berlapis.
Salah satu karya di pameran Kitab Hewan di Dialogue Arts Kemang, Jakarta Selatan. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)
Selain dua karya tersebut, Goenawan Mohamad juga bereksplorasi dengan citra hewan lainnya seperti ular, kuda, tikus, dan lainnya, yang tidak tampil secara utuh dan rinci. Kendati begitu, Goenawan memang tidak hendak menyalinnya dari realitas hewan sesungguhnya. Oleh sebab itu, acapkali pada karya-karyanya tak dikenali secara persis jenis hewan yang ada.
"Dalam berkarya, saya tidak digerakkan oleh ide. Saya menggambar itu tidak bertujuan. Ide barangkali bisa saja ada, tapi hanya di awal. Selebihnya, kebebasan tangan atas dorongan dari dalam yang menggerakkan," kata seniman lulusan College of Europe di Belgia itu.
Meski baru menggeluti seni cetak grafis selama beberapa bulan ini, sejatinya Goenawan telah memiliki ketertarikan terhadap jenis karya ini sejak dia kecil berkat temuan beberapa buku milik sang ayah. Kala itu, dia tidak mengerti apa arti dari gambar-gambar tersebut. Namun, justru itulah dia terpikat karena bisa mereka-reka tiap gambarnya.
Seiring waktu, dia juga dekat dengan karya-karya grafis dari para seniman Tanah Air seperti Tisna Sanjaya, T. Sutanto, dan Haryadi, yang sering menghiasi surat kabar Mingguan Indonesia pada pertengahan 1960-an. Latar belakang itulah yang membuatnya menikmati residensi seni grafis intaglio dan litografi yang dia jalani di Devfto Printmaking Institute.
Baca juga: Metafora Sugestif Goresan Goenawan Mohamad dalam Pameran Tunggal Kitab Hewan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.