Inkonsistensi Jadi Ciri Khas Goenawan Mohamad dalam Seni Rupa
18 August 2021 |
23:36 WIB
Gagasan Goenawan Mohamad (GM) dalam menumpahkan karya seni rupa sulit untuk ditebak. Semua mengalir seusai apa yang terlintas di pikiran atau situasi yang terjadi di hadapan. Begitulah yang disampaikan Sri Malela Mahargasarie, kurator pameran Di Muka Jendela: Enigma.
Malela, yang pernah menjadi rekan GM saat bekerja di Majalah Tempo, teringat bahwa pria 80 tahun tersebut sering menggambar atau melukis di ruangannya. Namun ketika ditanya apa yang mau dilukis, GM tidak pernah tahu dan menjawab asal corat-coret.
“GM mengikuti proses kreatif itu tidak dengan alasan sudah selesai. Ketika dia nyoret, baru bereaksi terhadap coretan yang terbentuk, mengarah ke sesuatu dan dilanjutkan. Ini yang kemudian secara tidak langsung seperti tidak konsisten,” ujarnya dalam bincang karya GM, Di Muka Jendela: Enigma, secara virtual, Rabu (18/8/2021).
Pada karya seni drawing, lanjut Malela, di satu sisi ada ide dalam kepala GM, tapi ide ini tidak terlalu ketat. Artinya ide ini bisa berubah, misal dipengaruhi oleh bacaan dan pengetahuan GM yang melintas. Belum lagi dia menangkap situasi yang ada di hadapannya.
“Ketika dituang di kertas, ada unsur sensasi, warna, garis yang sudah melebur dengan ide yang selintas tadi. Mas Goen karyanya mengalir saja, kadang idenya belakangan,” jelasnya.
Malela menyebut GM memang sangat suka menggambar. Dia senang bermain dengan suasana garis yang telanjur menempel dan kemudian berkembang. Namun ketika karya itu dianggap tidak menarik, dengan cepat dia akan mengubahnya menjadi sesuatu yang baru.
GM memang orang baru di dalam seni rupa. Namun kata Malela, perhatian rekannya itu terhadap seni sudah ada puluhan tahun lalu. Ini terlihat ketika GM yang saat itu harus menangani urusan artistik di Tempo sangat serius dalam tampilan utama sampul majalah.
Malela berkisah ketika GM yang menempati posisi pimpinan redaksi harus ikut terlibat dalam artistik. Sampul majalah Tempo lebih banyak menghadirkan ilustrasi daripada tokoh atau sosok yang menjadi laporan utama. Ilustrasi yang sulit ditebak dan dibaca saat pertama kali melihat, seperti halnya karya seni.
“Perhatian seni rupa itu tidak hanya diejawantahkan dengan berteman tapi GM mengurus beberapa seni rupa yang dimuat di berbagai media,” imbuhnya.
Memang kala itu ia kerap menggambar tanpa gagasan yang tegas dan asal suka saja, namun belakangan ini kata Malela, GM mulai mempelajari teknis, terutama dalam melukis. Salah satunya bisa dilihat dalam karya Monyet Tanpa Teman dalam pameran Di Muka Jendela: Enigma.
“Bagaimana sentuhan warna yang bisa menggambarkan kulit ari monyet tampak sekali di sekitar muka dan mata. Ada kulit ari yang ringkih, secara gagasan luar biasa,” ungkap Malela.
Editor: Avicenna
Malela, yang pernah menjadi rekan GM saat bekerja di Majalah Tempo, teringat bahwa pria 80 tahun tersebut sering menggambar atau melukis di ruangannya. Namun ketika ditanya apa yang mau dilukis, GM tidak pernah tahu dan menjawab asal corat-coret.
“GM mengikuti proses kreatif itu tidak dengan alasan sudah selesai. Ketika dia nyoret, baru bereaksi terhadap coretan yang terbentuk, mengarah ke sesuatu dan dilanjutkan. Ini yang kemudian secara tidak langsung seperti tidak konsisten,” ujarnya dalam bincang karya GM, Di Muka Jendela: Enigma, secara virtual, Rabu (18/8/2021).
Pada karya seni drawing, lanjut Malela, di satu sisi ada ide dalam kepala GM, tapi ide ini tidak terlalu ketat. Artinya ide ini bisa berubah, misal dipengaruhi oleh bacaan dan pengetahuan GM yang melintas. Belum lagi dia menangkap situasi yang ada di hadapannya.
“Ketika dituang di kertas, ada unsur sensasi, warna, garis yang sudah melebur dengan ide yang selintas tadi. Mas Goen karyanya mengalir saja, kadang idenya belakangan,” jelasnya.
Malela menyebut GM memang sangat suka menggambar. Dia senang bermain dengan suasana garis yang telanjur menempel dan kemudian berkembang. Namun ketika karya itu dianggap tidak menarik, dengan cepat dia akan mengubahnya menjadi sesuatu yang baru.
GM memang orang baru di dalam seni rupa. Namun kata Malela, perhatian rekannya itu terhadap seni sudah ada puluhan tahun lalu. Ini terlihat ketika GM yang saat itu harus menangani urusan artistik di Tempo sangat serius dalam tampilan utama sampul majalah.
Malela berkisah ketika GM yang menempati posisi pimpinan redaksi harus ikut terlibat dalam artistik. Sampul majalah Tempo lebih banyak menghadirkan ilustrasi daripada tokoh atau sosok yang menjadi laporan utama. Ilustrasi yang sulit ditebak dan dibaca saat pertama kali melihat, seperti halnya karya seni.
“Perhatian seni rupa itu tidak hanya diejawantahkan dengan berteman tapi GM mengurus beberapa seni rupa yang dimuat di berbagai media,” imbuhnya.
Memang kala itu ia kerap menggambar tanpa gagasan yang tegas dan asal suka saja, namun belakangan ini kata Malela, GM mulai mempelajari teknis, terutama dalam melukis. Salah satunya bisa dilihat dalam karya Monyet Tanpa Teman dalam pameran Di Muka Jendela: Enigma.
“Bagaimana sentuhan warna yang bisa menggambarkan kulit ari monyet tampak sekali di sekitar muka dan mata. Ada kulit ari yang ringkih, secara gagasan luar biasa,” ungkap Malela.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.