Metafora Sugestif Goresan Goenawan Mohamad dalam Pameran Tunggal Kitab Hewan
20 February 2023 |
19:30 WIB
Bagi sastrawan Goenawan Mohamad, seni rupa mungkin menjadi medium terbarunya untuk menggurat ide yang tidak bisa diejawantahkan dalam prosa atau puisi. Begawan kebudayan itu, memang sejak beberapa tahun terakhir gencar menggelar pameran seni rupa di beberapa galeri di Tanah Air.
Terbaru, sastrawan gaek itu pun masih trengginas dalam membuat goresan metafora lewat sepilihan karya intaglio dan litografinya di Dia.Lo.Gue, Kemang, Jakarta Selatan. Pada pameran bertajuk Kitab Hewan: A Book of Beasts itu Goenawan Mohamad menghadirkan sekitar 35 karya grafis berukuran kecil hingga sedang.
Baca juga: Inilah Deretan Lukisan Potret Seniman Diantara Karya Goenawan Mohamad
Seluruh karya tersebut merupakan hasil residensi pria yang akrab disapa GM itu saat menekuni seni grafis di studio Devto Printmaking Institute di Ubud, Bali. Sebelumnya, seniman serba bisa asal Batang itu sekitar 10 bulan mengikuti residensi sejak pertengahan 2022 hingga awal 2023.
Adapun, dari puluhan karya bernuansa hitam putih itu memang terasa sangat sugestif dan menghamparkan renungan berlapis-lapis dari setiap judul yang dihadirkan oleh Goenawan Mohamad. Selain itu, juga mengundang pengunjung untuk mengaitkan dengan sosoknya yang dikenal sebagai penyair yang identik dengan dunia simbol.
Misalnya, karya bertajuk Melihat Bayangan (2022). Karya hasil teknik litografi berdimensi 34,5 cm x 47 cm itu menampilkan sosok manusia yang sedang duduk dan menengok ke belakang. Namun, bayangan yang muncul adalah sosok yang sedang menari dengan tambahan simbol lima jari tangan, yang seolah mengucapkan selamat tinggal.
Ada juga karya bertajuk, Tikus dan Manusia (2022) yang berukuran 61 X 52 cm. Adapun, dalam karya intaglio ini GM menghadirkan gambar seorang lelaki yang berhadap-hadapan dengan tikus dengan teknik goresan spontan. Judul karyanya pun mengingatkan pengunjung pada novella klasik karya John Ernst Steinbeck, seorang sastrawan asal Amerika peraih Nobel Sastra pada 1962.
Intaglio atau cetak dalam merupakan salah satu jenis teknik seni rupa grafis yang pembuatan karyanya menggunakan plat cetak almunium yang digores. Pada proses pembuatannya goresan dalam plat tersebut diberi tinta dan disapukan pada permukaan kertas yang dibasahi.
Baca juga: Mengulik Karya Goenawan Mohamad di Pameran Tunggalnya, Di Muka Jendela: Enigma
Pada teknik Intaglio, Goenawan Mohamad menghadirkan sekitar 15 kata yang berpokok pada perupaan aneka rupa dan gaya hewan. Beberapa di antaranya melket dalam judul seperti, Kuda, Kera, Kucing & Tikus, Ular-Ular, Para Katak, Ikan, Patung Naga, dan Dog, Fish & Flower.
Sementara itu, litografi atau cetak datar merupakan teknik cetak yang memanfaatkan plat datar untuk membuat bagian gambar dan bukan gambar berada pada ketinggian sama. Teknik ini memerlukan keahlian khusus karena menggunakan lapisan emulsi yang membuat bagian gambar akan menolak tinta dan bagian lainnya menerima tinta sebagai pencetak gambar.
Pada teknik ini Goenawan Mohamad menghadirkan sederet karya litografi yang berpusat pada sosok-sosok sureal. Antara lain dalam karya bertajuk Sang Ilmuwan dan Orang Suci & Burung-Burung yang berukuran 61 X 80 cm. Pada karya Sang Ilmuwan misalnya, sastrawan asal Batang, Jawa Tengah itu menggambarkannya sebagaimana burung berparuh panjang dengan mata yang culas.
Secara sederhana karya ini seolah ingin menggambarkan ironi kaum-kaum cerdas yang tidak cendekia dan kerap menjadi sosok licik untuk kepentingan pribadinya sendiri. Sikap kritis Goenawan Mohamad terhadap peran kaum intelektual itu memang kerap disinggung dalam esai-esainya yang tajam.
Srie Malela Mahargasari, kurator pameran mengatakan Kitab Hewan merupakan sehimpun karya grafis dengan pokok cerapan mengenai citra dunia hewan. Namun, sang perupa tidak menyalinnya dari realitas hewan sesungguhnya, melainkan dari spontanitas yang digerakkan oleh ide.
"Spontanitas dan dorongan bermain itulah merupakan kekuatan yang menghidupkan karya-karya grafis Goenawan. Oleh karena itu, hampir semua karya grafisnya cenderung tidak tertib atau malah cenderung rusuh," papar Srie.
Sementara itu, dalam catatan kuratorial, Goenawan Mohamad mengatakan sejak menekuni residensi seniman di Devfto Printmaking Institute untuk belajar mempraktikkan teknik etching, dia menemukan seni rupa yang disukai, layaknya anak-anak yang menemukan jalan pulang yang mengasyikkan.
Menurut penulis Catatan Pinggir di majalah Tempo ini proses pembuatan karya litografi dan intaglio terasa semakin akrab saat dia 'mendengarkan' tubuh dengan jari dan tangan yang berusaha agar pas dalam memegang jarum dan pisau saat memproduksi gambar di papan logam.
"Bagi saya, dalam berkarya intaglio dan litografi saya tidak digerakkan oleh ide. Saya menggambar itu tidak bertujuan. Ide bisa saja ada tapi hanya ada di awal. Selebihnya kebebasan tangan atas dorongan dari dalam yang menggerakkan," papar Goenawan Mohamad.
Baca juga: Pengaruh Zaini Dalam Karya Goenawan Mohamad
Terbaru, sastrawan gaek itu pun masih trengginas dalam membuat goresan metafora lewat sepilihan karya intaglio dan litografinya di Dia.Lo.Gue, Kemang, Jakarta Selatan. Pada pameran bertajuk Kitab Hewan: A Book of Beasts itu Goenawan Mohamad menghadirkan sekitar 35 karya grafis berukuran kecil hingga sedang.
Baca juga: Inilah Deretan Lukisan Potret Seniman Diantara Karya Goenawan Mohamad
Seluruh karya tersebut merupakan hasil residensi pria yang akrab disapa GM itu saat menekuni seni grafis di studio Devto Printmaking Institute di Ubud, Bali. Sebelumnya, seniman serba bisa asal Batang itu sekitar 10 bulan mengikuti residensi sejak pertengahan 2022 hingga awal 2023.
Adapun, dari puluhan karya bernuansa hitam putih itu memang terasa sangat sugestif dan menghamparkan renungan berlapis-lapis dari setiap judul yang dihadirkan oleh Goenawan Mohamad. Selain itu, juga mengundang pengunjung untuk mengaitkan dengan sosoknya yang dikenal sebagai penyair yang identik dengan dunia simbol.
Misalnya, karya bertajuk Melihat Bayangan (2022). Karya hasil teknik litografi berdimensi 34,5 cm x 47 cm itu menampilkan sosok manusia yang sedang duduk dan menengok ke belakang. Namun, bayangan yang muncul adalah sosok yang sedang menari dengan tambahan simbol lima jari tangan, yang seolah mengucapkan selamat tinggal.
Karya Goenawan Mohamad bertajuk Tikus & Manusia (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung)
Intaglio atau cetak dalam merupakan salah satu jenis teknik seni rupa grafis yang pembuatan karyanya menggunakan plat cetak almunium yang digores. Pada proses pembuatannya goresan dalam plat tersebut diberi tinta dan disapukan pada permukaan kertas yang dibasahi.
Baca juga: Mengulik Karya Goenawan Mohamad di Pameran Tunggalnya, Di Muka Jendela: Enigma
Pada teknik Intaglio, Goenawan Mohamad menghadirkan sekitar 15 kata yang berpokok pada perupaan aneka rupa dan gaya hewan. Beberapa di antaranya melket dalam judul seperti, Kuda, Kera, Kucing & Tikus, Ular-Ular, Para Katak, Ikan, Patung Naga, dan Dog, Fish & Flower.
Sementara itu, litografi atau cetak datar merupakan teknik cetak yang memanfaatkan plat datar untuk membuat bagian gambar dan bukan gambar berada pada ketinggian sama. Teknik ini memerlukan keahlian khusus karena menggunakan lapisan emulsi yang membuat bagian gambar akan menolak tinta dan bagian lainnya menerima tinta sebagai pencetak gambar.
Pada teknik ini Goenawan Mohamad menghadirkan sederet karya litografi yang berpusat pada sosok-sosok sureal. Antara lain dalam karya bertajuk Sang Ilmuwan dan Orang Suci & Burung-Burung yang berukuran 61 X 80 cm. Pada karya Sang Ilmuwan misalnya, sastrawan asal Batang, Jawa Tengah itu menggambarkannya sebagaimana burung berparuh panjang dengan mata yang culas.
Secara sederhana karya ini seolah ingin menggambarkan ironi kaum-kaum cerdas yang tidak cendekia dan kerap menjadi sosok licik untuk kepentingan pribadinya sendiri. Sikap kritis Goenawan Mohamad terhadap peran kaum intelektual itu memang kerap disinggung dalam esai-esainya yang tajam.
Srie Malela Mahargasari, kurator pameran mengatakan Kitab Hewan merupakan sehimpun karya grafis dengan pokok cerapan mengenai citra dunia hewan. Namun, sang perupa tidak menyalinnya dari realitas hewan sesungguhnya, melainkan dari spontanitas yang digerakkan oleh ide.
"Spontanitas dan dorongan bermain itulah merupakan kekuatan yang menghidupkan karya-karya grafis Goenawan. Oleh karena itu, hampir semua karya grafisnya cenderung tidak tertib atau malah cenderung rusuh," papar Srie.
Sementara itu, dalam catatan kuratorial, Goenawan Mohamad mengatakan sejak menekuni residensi seniman di Devfto Printmaking Institute untuk belajar mempraktikkan teknik etching, dia menemukan seni rupa yang disukai, layaknya anak-anak yang menemukan jalan pulang yang mengasyikkan.
Menurut penulis Catatan Pinggir di majalah Tempo ini proses pembuatan karya litografi dan intaglio terasa semakin akrab saat dia 'mendengarkan' tubuh dengan jari dan tangan yang berusaha agar pas dalam memegang jarum dan pisau saat memproduksi gambar di papan logam.
"Bagi saya, dalam berkarya intaglio dan litografi saya tidak digerakkan oleh ide. Saya menggambar itu tidak bertujuan. Ide bisa saja ada tapi hanya ada di awal. Selebihnya kebebasan tangan atas dorongan dari dalam yang menggerakkan," papar Goenawan Mohamad.
Baca juga: Pengaruh Zaini Dalam Karya Goenawan Mohamad
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.