Hirka Shoes, Kulit Ceker Ayam Naik Kelas
31 December 2022 |
19:13 WIB
1
Like
Like
Like
“Banyak yang menyangka saya itu penjual bakso” ujar Nurman Farieka Ramdhany memulai percakapan dengan Hypeabis.id. Kenapa tidak? Pada awal mula bisnisnya, Nurman sendiri berbelanja di pasar untuk membeli berkilo-kilo ceker ayam.
Sudah barang tentu, penjual di pasar mencurigainya sebagai penjual bakso atau pembuat pakan untuk ikan.
Sebelum memulai Hirka, setidaknya empat usaha pernah dirintis pria peraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards (2019) bidang kewirausahaan ini.
Baca juga: Tips Sukses Naik Kelas dari Pedagang Menjadi Pengusaha
Salah satu bisnis yang dijalankannya awal itu adalah brand sepatu kanvas. Namun, dia merasa lelah dengan semakin naiknya harga kanvas yang tidak sebanding dengan pengerjaan yang dilakukan.
Tak mau putus asa, dia terus memutar otak untuk mendapatkan sesuatu ide yang beda. Sambil menjalankan bisnis sepatu kanvas, dia tertarik dengan hasil penelitian sang ayah 20 tahun lalu. Sang ayah berusaha mengembangkan kulir ceker ayam sebagai raw material saat berkuliah di Politeknik Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta.
Bukan waktu yang singkat Nurman melakukan penelitian, butuh satu tahun untuk menjadikan raw material tersebut menjadi material yang cocok sebagai produk fesyen. Pada 2016, Nurman melakukan riset lagi selama setahun untuk mengetahui bagaimana mengolah material ini menjadi produk, disini ada beberapa komposisi yang masih dicari.
Tak hanya riset produk, Nurman turut mempelajari desain dan kontruksi sepatu, dan karakteristik produk di Cibaduyut selama hampir 2 tahun.
Barulah pada 2017, lahirlah produk sepatu wanita dengan menggunakan bahan kulit ceker ayam ini. Dinamailah dengan Hirka, berasal dari bahasa dari negara yang dikaguminya, Turki, yang berarti dicintai.
Namun dia juga mendapat banyak feedback. “Beberapa menanyakan kenapa harganya bisa mahal padahal hanya menggunakan kulit ceker?” ujarnya. Tampaknya Nurman sangat menggemari riset, karena lagi-lagi dia mempelajari behaviour pembeli wanita dan wanita.
Pada 2019 akhir, barulah Hirka masuk ke market fesyen pria. Nurman juga melakukan banyak endorse ke artis-artis lokal, seperti Dokter Tirta, Amrazing, Dian Sastro, dan lainnya.
Baca juga: 5 Cara Alami yang Efektif Hilangkan Bau Sepatu Membandel
Sesuai dugaan, sepatu tersebut diterima pasar. Apalagi penampilan kulit ceker ayam dan teksturnya mirip dengan kulit reptil. Nurman menuturkan kulit kaki ayam dipilih karena memiliki tektur layaknya kulit buaya. Meski bahan ini juga mudah didapat dan tersedia dalam jumlah tidak terbatas, setiap sepatu memiliki pola yang berbeda.
Dalam pembuatan sepasang sepatu, kulit ceker ayam yang dibutuhkan bervariasi tergantung leveling produk – minor dan mayor – dan aksen. “Sepasang sepatu bisa membutuhkan 16 lembar, 64 lembar, hingga 80 lembar kulit ceker. Selain kulit ceker, kita juga melakukan mix and match dengan bahan berkualitas lainnya seperti kulit sapi," tambahnya.
Lantaran eksklusivitasnya, Nurman tidak ngoyo untuk mencari pembeli. Target market Hirka sendiri disadarinya masih terbatas, mulai dari pekerja kantoram, artis, dan pekerja seni.
Beruntung Nurman masih memiliki ceruk di pasar sepatu kanvas, pada bulan pertama saja Hirka menembus pendapatan sebesar Rp40 juta. Pandemi juga tampaknya tak menyurutkan langkah Hirka. Kini, omzet yang diperoleh perbulan saja bisa mencapai Rp200-300 juta.
Harga sepatu Hirka dibagi menjadi dua tipe, untuk pembeli lokal mulai dari Rp490.000 hingga Rp2,5 juta, sedang untuk buyer internasional seharga Rp2 juta hingga Rp10 juta. Untuk karya yang tak ternilai ini, sepertinya sebanding.
Selain Indonesia, sepatu kulit ceker ayam ini juga membawa Indonesia mendunia. Buktinya, sepatu ini sudah menembus banyak negara seperti Jepang, Singapura, Hong Kong, Malaysia, Turki, Prancis, Inggris, Belanda, dan Amerika Serikat. “Pembeli internasional lebih menyukai keeklusifitasannya dan isu yang disampaikan yaitu masa depan yang kita harapkan," ujar pria berkacamata ini.
Popularitas kulit eksotis seperti ular piton, aligator, dan buaya telah mengalir bertahun-tahun di industri fashion, tentunya di kalangan pencinta merek mewah. Baik itu terwujud dalam tas, sepatu bots, ikat pinggang, hells, sampai name tag, kulit reptil memiliki peran dalam tren couture. Adalah Jaket Patchwork Phyton dari Fendi yang seharga US$11.500, hingga tas buaya Hermes yang harganya tidak kurang dari US$91.000.
Kontroversi penggunaan kulit reptil ini semakin meningkat karena kekhawatiran tentang konservasi satwa liar, keberlanjutan, ilegalitas di sepanjang rantai perdagangan dan masalah kesejahteraan hewan.
Laporan tahun 2012, The Trade in South-East Asian Python Skins, pada 2012 oleh International Trade Center (ITC), International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan Traffic International, menunjukkan sekitar 500.000 kulit ular sanca diekspor setiap tahun dari Asia Tenggara, dengan sebagian besar dari kulit tersebut berakhir di industri mode Eropa.
Parahnya, negara pengekspor piton tersebut adalah Indonesia dan Malaysia, sedang negara Laos, Vietnam, dan Singapura juga berada dalam lingkar perdagangan.
Mengutip dari Ipb.ac.id, Indonesia telah lama menjadi negara pengekspor reptil baik dalam bentuk kulit maupun reptil hidup. Data ekspor reptil tahun 1983 hingga 1999 diperoleh dari Management Authority CITES Indonesia menunjukkan sebanyak 30 juta lembar reptil telah diekspor dari Indonesia.
Kulit ular yang paling diminati adalah Ptyas mucosus, Acrochordus javanicus, Python reticzrlatus, Cerberus rhynchops, Acrochordus granulatus, Naja sputatrix dan Hamdopsis buccata. Kulit biawak (Varanus salzlator) dan buaya (Crocodyius novaeguineae, C. porosus) juga memiliki pasar yang besar. Negara pembeli utamanya adalah Amerika Serikat, Jepang Singapura, Meksiko, dan Italia.
Baca juga: Aktivis Lingkungan Protes di Tengah Runway Louis Vuitton di Paris Fashion Week
Sebenarnya pria asal Bandung ini juga mencoba berbagai macam limbah seperti kulit ikan ayam, kulit ikan tuna, dan lainnya. Tapi untuk saat ini, Hirka tidak menyentuh material lain selain kulit ceker ayam agar brand awareness-nya lebih dikenal.
Saat ini memang Hirka sedang melangsungkan dua campaign, sebagai alternatif material yang digunakan untuk produk fesyen, dan menaikkan value dari merek lokal ini.
Untuk pemasarannya, Hirka dijual ke beberapa marketplace seperti Shoppe, Tokopedia, dan IG shop. Menjelang 2023 ini, Nurman berharap Hirka semakin bertumbuh dan mendapatkan pembeli yang aware akan isu lingkungan dan keeksklusifan brand ini. “Saya berharap semakin tamabh tahun, knowledge pasar akan Hirka meningkat".
Baca juga: Majukan Tanah Kelahirannya, Pengusaha Muda Ini Kembangkan Kawasan Agro Wisata Eptilu
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Dika Irawan
Sudah barang tentu, penjual di pasar mencurigainya sebagai penjual bakso atau pembuat pakan untuk ikan.
Sebelum memulai Hirka, setidaknya empat usaha pernah dirintis pria peraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards (2019) bidang kewirausahaan ini.
Baca juga: Tips Sukses Naik Kelas dari Pedagang Menjadi Pengusaha
Salah satu bisnis yang dijalankannya awal itu adalah brand sepatu kanvas. Namun, dia merasa lelah dengan semakin naiknya harga kanvas yang tidak sebanding dengan pengerjaan yang dilakukan.
Tak mau putus asa, dia terus memutar otak untuk mendapatkan sesuatu ide yang beda. Sambil menjalankan bisnis sepatu kanvas, dia tertarik dengan hasil penelitian sang ayah 20 tahun lalu. Sang ayah berusaha mengembangkan kulir ceker ayam sebagai raw material saat berkuliah di Politeknik Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta.
Bukan waktu yang singkat Nurman melakukan penelitian, butuh satu tahun untuk menjadikan raw material tersebut menjadi material yang cocok sebagai produk fesyen. Pada 2016, Nurman melakukan riset lagi selama setahun untuk mengetahui bagaimana mengolah material ini menjadi produk, disini ada beberapa komposisi yang masih dicari.
Tak hanya riset produk, Nurman turut mempelajari desain dan kontruksi sepatu, dan karakteristik produk di Cibaduyut selama hampir 2 tahun.
Barulah pada 2017, lahirlah produk sepatu wanita dengan menggunakan bahan kulit ceker ayam ini. Dinamailah dengan Hirka, berasal dari bahasa dari negara yang dikaguminya, Turki, yang berarti dicintai.
Namun dia juga mendapat banyak feedback. “Beberapa menanyakan kenapa harganya bisa mahal padahal hanya menggunakan kulit ceker?” ujarnya. Tampaknya Nurman sangat menggemari riset, karena lagi-lagi dia mempelajari behaviour pembeli wanita dan wanita.
Pada 2019 akhir, barulah Hirka masuk ke market fesyen pria. Nurman juga melakukan banyak endorse ke artis-artis lokal, seperti Dokter Tirta, Amrazing, Dian Sastro, dan lainnya.
Baca juga: 5 Cara Alami yang Efektif Hilangkan Bau Sepatu Membandel
Sesuai dugaan, sepatu tersebut diterima pasar. Apalagi penampilan kulit ceker ayam dan teksturnya mirip dengan kulit reptil. Nurman menuturkan kulit kaki ayam dipilih karena memiliki tektur layaknya kulit buaya. Meski bahan ini juga mudah didapat dan tersedia dalam jumlah tidak terbatas, setiap sepatu memiliki pola yang berbeda.
“Potongan kecil-kecil kulit ceker disusun sedemikian rupa hingga memiliki rupa yang berbeda-beda. Bisa dibilang kita menawarkan keeksklusivan dan kemewahan dalam setiap produk yang kita punya,” tuturnya.
Dalam pembuatan sepasang sepatu, kulit ceker ayam yang dibutuhkan bervariasi tergantung leveling produk – minor dan mayor – dan aksen. “Sepasang sepatu bisa membutuhkan 16 lembar, 64 lembar, hingga 80 lembar kulit ceker. Selain kulit ceker, kita juga melakukan mix and match dengan bahan berkualitas lainnya seperti kulit sapi," tambahnya.
Lantaran eksklusivitasnya, Nurman tidak ngoyo untuk mencari pembeli. Target market Hirka sendiri disadarinya masih terbatas, mulai dari pekerja kantoram, artis, dan pekerja seni.
“Kita bukan hanya menjual fungsi dari sepatu itu tapi estetika yang tidak bisa mereka temukan di produk lain.”
Bukan Berarti Murahan
Suasana di bengkel Hirka (Sumber gambar: Instagram/Hirka.Official)
Harga sepatu Hirka dibagi menjadi dua tipe, untuk pembeli lokal mulai dari Rp490.000 hingga Rp2,5 juta, sedang untuk buyer internasional seharga Rp2 juta hingga Rp10 juta. Untuk karya yang tak ternilai ini, sepertinya sebanding.
Selain Indonesia, sepatu kulit ceker ayam ini juga membawa Indonesia mendunia. Buktinya, sepatu ini sudah menembus banyak negara seperti Jepang, Singapura, Hong Kong, Malaysia, Turki, Prancis, Inggris, Belanda, dan Amerika Serikat. “Pembeli internasional lebih menyukai keeklusifitasannya dan isu yang disampaikan yaitu masa depan yang kita harapkan," ujar pria berkacamata ini.
Ada Isu Lingkungan yang Digaungkan
Popularitas kulit eksotis seperti ular piton, aligator, dan buaya telah mengalir bertahun-tahun di industri fashion, tentunya di kalangan pencinta merek mewah. Baik itu terwujud dalam tas, sepatu bots, ikat pinggang, hells, sampai name tag, kulit reptil memiliki peran dalam tren couture. Adalah Jaket Patchwork Phyton dari Fendi yang seharga US$11.500, hingga tas buaya Hermes yang harganya tidak kurang dari US$91.000.Kontroversi penggunaan kulit reptil ini semakin meningkat karena kekhawatiran tentang konservasi satwa liar, keberlanjutan, ilegalitas di sepanjang rantai perdagangan dan masalah kesejahteraan hewan.
Laporan tahun 2012, The Trade in South-East Asian Python Skins, pada 2012 oleh International Trade Center (ITC), International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan Traffic International, menunjukkan sekitar 500.000 kulit ular sanca diekspor setiap tahun dari Asia Tenggara, dengan sebagian besar dari kulit tersebut berakhir di industri mode Eropa.
Parahnya, negara pengekspor piton tersebut adalah Indonesia dan Malaysia, sedang negara Laos, Vietnam, dan Singapura juga berada dalam lingkar perdagangan.
Mengutip dari Ipb.ac.id, Indonesia telah lama menjadi negara pengekspor reptil baik dalam bentuk kulit maupun reptil hidup. Data ekspor reptil tahun 1983 hingga 1999 diperoleh dari Management Authority CITES Indonesia menunjukkan sebanyak 30 juta lembar reptil telah diekspor dari Indonesia.
Kulit ular yang paling diminati adalah Ptyas mucosus, Acrochordus javanicus, Python reticzrlatus, Cerberus rhynchops, Acrochordus granulatus, Naja sputatrix dan Hamdopsis buccata. Kulit biawak (Varanus salzlator) dan buaya (Crocodyius novaeguineae, C. porosus) juga memiliki pasar yang besar. Negara pembeli utamanya adalah Amerika Serikat, Jepang Singapura, Meksiko, dan Italia.
Baca juga: Aktivis Lingkungan Protes di Tengah Runway Louis Vuitton di Paris Fashion Week
Harapan Hirka
Sebenarnya pria asal Bandung ini juga mencoba berbagai macam limbah seperti kulit ikan ayam, kulit ikan tuna, dan lainnya. Tapi untuk saat ini, Hirka tidak menyentuh material lain selain kulit ceker ayam agar brand awareness-nya lebih dikenal. Saat ini memang Hirka sedang melangsungkan dua campaign, sebagai alternatif material yang digunakan untuk produk fesyen, dan menaikkan value dari merek lokal ini.
Untuk pemasarannya, Hirka dijual ke beberapa marketplace seperti Shoppe, Tokopedia, dan IG shop. Menjelang 2023 ini, Nurman berharap Hirka semakin bertumbuh dan mendapatkan pembeli yang aware akan isu lingkungan dan keeksklusifan brand ini. “Saya berharap semakin tamabh tahun, knowledge pasar akan Hirka meningkat".
Baca juga: Majukan Tanah Kelahirannya, Pengusaha Muda Ini Kembangkan Kawasan Agro Wisata Eptilu
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.