Sekolah (Sumber gambar: Unsplash/ Mikael Kristenson)

Hypereport: Mereka yang Berjasa Meletakkan Dasar Pendidikan Indonesia

10 May 2025   |   16:30 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Terbentuknya pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan penuh tantangan. Sejak zaman penjajahan hingga kemerdekaan, banyak tokoh yang berjuang untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Para pahlawan di dunia edukasi ini menyadari bahwa pendidikan adalah kunci untuk membangun bangsa dan menciptakan masa depan yang lebih baik. Melalui ide dan perjuangannya, mereka secara estafet membentuk wajah awal pendidikan Indonesia hingga seperti sekarang ini.

Tokoh-tokoh pendidikan Indonesia tidak hanya berasal dari kalangan pendidik, tetapi juga dari tokoh nasional yang memiliki visi besar. Mereka meletakkan dasar bagi sistem pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai kebangsaan, emansipasi, dan pemerataan akses pendidikan.

Baca Juga:
Di antara nama-nama besar dalam dunia pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara sering kali disebut sebagai bapak pendidikan nasional. Dengan gagasan pendidikan yang humanis dan berbasis pada budaya lokal, dia telah memberikan inspirasi bagi generasi penerus untuk terus berinovasi dalam dunia pendidikan.

Selain Ki Hajar Dewantara, tokoh perempuan seperti Raden Adjeng Kartini juga memiliki kontribusi besar dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan. Melalui surat-suratnya, Kartini mengungkapkan pandangan tentang pentingnya perempuan mendapat akses pendidikan yang setara dengan laki-laki.

Tidak hanya itu, banyak tokoh lainnya yang berperan besar dalam membentuk sistem pendidikan Indonesia. Melalui berbagai upaya mereka, pendidikan di Indonesia terus berkembang untuk menjawab tantangan zaman.

Yuk kenal lebih dekat dengan tokoh-tokoh penting yang turut membentuk pendidikan Indonesia saat ini:
 


1. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara, yang lahir dengan nama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat, dilahirkan di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah pendidikan Indonesia. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di ELS (Europese Lagere School), ia melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), namun pendidikannya terhenti karena masalah kesehatan.

Selain sebagai pendidik, ia juga aktif menulis di sejumlah surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express, dan Utusan Hindia. Tulisan-tulisannya yang kritis terhadap kebijakan kolonial Belanda membuatnya diasingkan ke Belanda.

Pada tahun 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang berpijak pada filosofi Panca Darma: “Tut Wuri Handayani, Ing Madya Mangun Karsa, Ing Ngarso Sung Tuladha.” Prinsip-prinsip ini dirancang untuk melawan tekanan pendidikan kolonial Belanda dan mendorong lahirnya sistem pendidikan nasional yang humanis dan berorientasi pada nilai-nilai kebangsaan.

Atas jasanya, ia diberi gelar Bapak Pendidikan Nasional dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 305 Tahun 1959.

 

 

2. RA Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir di Mayong, Jepara, pada 21 April 1879. Seperti halnya perempuan bangsawan pada masanya, dia harus menjalani masa pingitan sebagai bagian dari adat yang dihormati. Namun, Kartini merasa bahwa tradisi tersebut telah membatasi kebebasan perempuan.

Dari situlah dia mulai memperjuangkan pembebasan perempuan dari kungkungan adat, dengan tujuan meningkatkan martabat dan peran kaum wanita dalam masyarakat. Gagasan-gagasan Kartini kemudian menjadi sumber inspirasi bagi banyak perempuan untuk maju dan mandiri.

Pada tahun 1903, Kartini mendirikan Sekolah Gadis di Jepara yang kemudian disusul dengan pembukaan sekolah serupa di Rembang. Korespondensinya dengan sahabat-sahabatnya di Belanda kemudian dihimpun dan diterbitkan dalam buku berjudul Van Duisternis tot Licht.

Oleh Armijn Pane, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini menggambarkan dengan jelas keyakinan Kartini bahwa perjuangan perempuan Indonesia akan membawa hasil pada masa depan.


 

3. Ahmad Dahlan

Kiai Ahmad Dahlan, yang lahir dengan nama Muhammad Darwis ini diangkat sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 657 Tahun 1961. Kiai Ahmad Dahlan dikenal aktif berdakwah. Dia jgua aktif mengajarkan ajaran agama Islam bersamaan dengan ilmu pengetahuan umum yang saat itu dianggap tidak lazim.

Untuk mendukung visinya, Pahlawan kelahiran Yogyakarta ini pada tahun 1912 mendirikan organisasi Muhammadiyah. Organisasi Muhammadiyah hadir sebagai bentuk pembaruan Islam dalam dunia pendidikan. Ia menentang sistem pendidikan kolonial yang dianggap terlalu sekuler.

Seiring waktu, Muhammadiyah berkembang pesat, ditandai dengan pendirian berbagai fasilitas sosial seperti rumah sakit, poliklinik, dan panti asuhan. Pada tahun 1918, dia juga mendirikan Sekolah Aisyiyah untuk memberdayakan kaum ibu, serta membentuk Hizbul Wathan sebagai wadah pembinaan bagi generasi muda. Kiai Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta pada 23 Februari 1923.


 

4. Dewi Sartika

Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884. Dia adalah putri dari Raden Somanagara dan Nyi Raden Ayu Rajapermas. Meskipun kala itu pendidikan bagi perempuan masih dianggap bertentangan dengan adat, orang tuanya tetap mendorong Dewi Sartika untuk bersekolah di sekolah Belanda.

Sejak kecil, dia telah menunjukkan bakat sebagai pendidik dan semangat kuat untuk memajukan bangsanya. Pada tahun 1902, dia mulai merintis pendidikan bagi kaum perempuan dengan cara mengajar keterampilan dasar seperti merenda, memasak, menjahit, membaca, dan menulis kepada para perempuan di lingkungan keluarganya di Bandung.

Usahanya terus berkembang hingga pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika resmi mendirikan Sakola Istri (Sekolah Perempuan) dengan jumlah murid awal sebanyak 20 orang.

Gagasan dan semangatnya menginspirasi berdirinya sekolah-sekolah serupa di berbagai wilayah Pasundan, terutama yang digerakkan oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki visi yang sama. Pada September 1929, nama sekolah tersebut berubah menjadi “Sakola Raden Dewi”. 

 

5. Soetomo

Soetomo yang memiliki nama asli Soebroto ini lahir pada 30 Juli 1888 di desa Ngepeh, Jawa Timur. Dia menempuh pendidikan kedokteran di STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen), yakni sekolah yang didirikan untuk mendidik calon dokter pribumi pada masa Hindia Belanda.

Dia kemudian mulai merencanakan unuk membuat wadah baru yang bisa diiikuti oleh orang Indonesia. Pada 20 Mei 1908, Soetomo mendirikan organisasi Boedi Oetomo yang menjadi tonggak penting dalam kebangkitan nasional. Berdirinya organisasi ini diharapkan dapat meningkatkan pendidikan masyarakat Indonesia, khususnya para pemuda.

Dalam kongres pertamanya yang berlangsung pada 3–5 Oktober 1908, Tirto Koesumo terpilih sebagai ketua pertama. Selain Soetomo, tokoh-tokoh lain seperti Suewardi Soerjaningrat, Saleh, dan Gumbreg juga turut bergabung serta aktif mendukung bersama Goenawan dan Soeradji dalam mengembangkan gerakan tersebut.

 

 

6. Hasyim Asy'ari

Kiai Hasyim Asyari ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui SK Presiden RI No. 294/Tahun 1964. Dia adalah salah satu pelopor persatuan umat dan tokoh penting dalam modernisasi pesantren. Lahir di Demak pada 20 April 1875, Hasyim berasal dari keluarga dan garis keturunan pemimpin pesantren terkemuka.

Sejak usia 13 tahun, Kiai Hasyim sudah mampu mengajarkan buku-buku agama kepada teman-temannya. Untuk memperdalam ilmunya, dia melanjutkan studi ke Mekkah pada 1896. Sekembalinya ke Indonesia, dia mengajar di pesantren milik kakeknya sebelum mendirikan pesantren sendiri di Desa Cukir, Jombang, pada 1907, yang dikenal dengan nama Pesantren Tebu Ireng.

Pesantren ini kemudian berkembang menjadi yang terbesar dan terpenting di Jawa pada abad ke-20, menjadi pusat pembaruan pengajaran Islam Tradisional. Selain ilmu agama, pesantren ini juga mengajarkan pengetahuan umum, seperti membaca huruf Latin, menulis, dan keterampilan berorganisasi serta berpidato. Kiai Hasyim Asyari juga merupakan tokoh yang menyarankan pendirian organisasi Nahdlatul Ulama (NU).


 

7. Rohana Kuddus

Rohana Kudus lahir di Padang pada 20 Desember 1884. Sebagai seorang Muslim yang taat, dia sangat aktif dalam memperjuangkan emansipasi perempuan. Dalam perannya sebagai pendidik, dia berupaya meningkatkan kesejahteraan kaum wanita dan tidak ragu menentang adat lama yang dianggap menghambat kemajuan perempuan.

Pada tahun 1905, Rohana mendirikan Sekolah Gadis yang berfokus pada pengajaran keterampilan kepada anak-anak perempuan dan juga dikenal sebagai sekolah Kepandaian Putri. Kemudian, pada 1911, Rohana memimpin organisasi perempuan Minangkabau bernama Kerajinan Amai Setia. Selain aktif di bidang pendidikan yang disenanginya, Ruhana juga dikenal aktif menulis di surat kabar sebagai wartawati di koran Poetri Hindia.


 

8. Mohammad Syafei

Mohammad Syafei lahir pada 1893 di Ketapang, Kalimantan Barat. Dia kemudian diadopsi oleh Ibrahim Marah Sutan dan Andung Chalijah Syafei, lalu pindah ke Sumatera Barat dan menetap di Bukittinggi. Saat menempuh pendidikan di Belanda, dia aktif dalam organisasi “Perhimpunan Indonesia” dan menjabat sebagai ketua seksi pendidikan.

Sepulangnya ke Tanah Air pada 31 Oktober 1926, dia mendirikan sekolah bernama Indonesische Nederlandsche School (INS) di Kayu Tanam. Sekolah ini mengedepankan pendekatan berbasis aktivitas, dengan tujuan menumbuhkan semangat kerja dan kepercayaan diri pada siswa. Kala itu, dia pun mengusulkan gagasan tentang sekolah kerja atau sekolah rakyat.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Mohammad Syafei ditunjuk sebagai ketua Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan untuk wilayah Sumatera. Selanjutnya, dia dipercaya menjabat Menteri Pengajaran dalam Kabinet Sjahrir II dari 12 Maret hingga 2 Oktober 1946.

Baca Juga: Sejarah Kurikulum Pendidikan di Indonesia, dari Rencana 1947 hingga Kurikulum Merdeka
 

SEBELUMNYA

Konser Musik & Event Dorong Okupansi Ibis Jakarta Raden Saleh

BERIKUTNYA

Hari Raya Waisak 2025: Simak Tema, Makna & Rangkaian Acaranya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: