Hypereport: Memacu Kecepatan Mobil, Penuh Kesenangan dan Tantangan
30 April 2025 |
00:20 WIB
Balap menjadi salah satu olahraga yang prestisius, tapi membutuhkan biaya yang tak sedikit. Meskipun begitu, minat terhadap olahraga ini cukup tinggi. Mereka tetap melakoninya dengan berbagai alasan – baik dorongan keluarga atau karena rasa suka - sambil menghadapi berbagai macam tantangan.
Berbicara olahraga balap, banyak orang di dalam negeri tampak tertarik untuk menjadi bagian di dalamnya. Lihat saja ajang-ajang balap amatir yang kerap terselenggara di dalam negeri. Ajang seperti itu selalu ramai diikuti oleh banyak peserta dengan antusiasme tinggi. Tidak hanya itu, para penonton juga sangat tertarik dengan setiap ajang balapan yang tersedia.
Pembalap Glenn Nirwan menilai minat individu untuk menjadi pembalap di Indonesia sangat tinggi, terbukti dari beberapa event non kejuaraan nasional yang diadakan termasuk di Pertamina Mandalika International Circuit, Nusa Tenggara Barat.
Keberadaan ajang di tempat tersebut membuat para peserta balap yang berada di daerah lainnya harus membawa kendaraan yang akan digunakan dalam kompetisi, dan kerap membutuhkan biaya mahal.
Meskipun begitu, tinggi biaya itu tidak menyurutkan niat mereka. “Membawa mobil ke Mandalika itu kan mahal ya tapi animonya luar biasa. Animonya oke banget. Banyak teman-teman yang rela mengorbankan waktu, tenaga, dan modal tentunya untuk pergi ke sana,” ujarnya.
Baca juga laporan terkait:
Glenn merinci, untuk mengirim mobil dari Jakarta ke Mandalika, pulang-pergi, dapat mencapai Rp45 juta. Selain itu, ada juga biaya seperti tiket pesawat, penginapan, bensin, dan lainnya.
Bagi pembalap profesional, kebutuhan biaya bisa diperoleh dari sponsor. Akan tetapi, pembalap non-profesional kerap menggunakan dana pribadi. Di Indonesia, lanjutnya, banyak pembalap yang masuk kategori pribadi.
“Tapi ada juga beberapa orang baik yang memperhatikan pembalap bertalenta, dan akhirnya membantu pembiayaan. Tapi itu non-pemerintah, ya, orang-orang pribadi,” ujarnya.
Saat ini, Glenn mengungkapkan sudah memiliki sponsor terkait dengan ajang balapan atau latihan, sehingga tidak merogoh kantong sendiri.
Namun, kondisi tersebut berbeda pada awal-awal berkarier. Meskipun berasal dari keluarga pembalap, biaya tentu menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi pada masa-masa awal. Dalam perjalanan karier balapan, dia memulainya dari olahraga jet ski.
Dirinya menekuni olahraga balap di atas air itu sejak usia 6 tahun dan berakhir pada 2010. Kompetisi terakhirnya adalah kejuaraan dunia King’s Cup yang diselenggarakan di Thailand. Usai kejuaraan tersebut, sang ayah memintanya untuk masuk balap mobil.
“Keluarga saya, kebetulan bapak saya, kakak saya, om saya semua pembalap mobil. Akhirnya orang tua saya bilang kenapa enggak mencoba balap mobil saja biar kita balapannya satu keluarga bareng-bareng. itu awalnya,” ujarnya.
Ketika berpindah dari balap jet ski menuju balap mobil, Glenn mengaku harus memulai dari nol terkait kemampuan dan penguasaan kendaraan. Sebab, tidak ada hubungan antara kedua olahraga tersebut.
Meskipun begitu, ada modal yang dimiliki dari jet ski yang sangat bermanfaat untuk balapan mobil, yakni keberanian. Dia menuturkan balapan jet ski tidak memiliki pengaman yang begitu tinggi seperti di balap mobil.
Sang ayah Glenn pun meminta pembalap Indonesia Haridarma Manopo untuk mengajarinya tentang balap mobil. Pada 2011, Glenn mulai balap reli sampai 2022. Kemudian pada 2023, mulai masuk balapan touring.
Satu tahun berselang, dia mendapatkan “pinangan” dari tim Tufflift Racing untuk berlaga di ajang TCR Australia dengan mengendarai mobil Audi. Kemudian, pada 2025, dia bersama tim Tufflift Racing menggunakan mobil McLaren untuk mengikuti ajang GT4 Australia.
Baca juga: Hypereport: Olahraga Sultan yang Butuh Modal dan Skill Tinggi
Jika Glenn memulai balap mobil atas dorongan keluarga, pembalap Fitra Eri masuk ke olahraga ini berasal atas rasa sukanya. Fitra mengaku suka dengan balap mobil sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
“Cuma, karena keluarga saya bukan keluarga balap, saya juga enggak kenal lingkungan balap, jadi saya itu baru mulai balap umur 25 setelah saya lulus kuliah,” ujarnya.
Fitra memulai balap mobil dengan menggunakan tabungannya sendiri dan kendaraan mobil yang ada di rumah. Selain itu, dia juga memilih kelas balap yang paling murah lantaran memiliki keterbatasan biaya.
Dia pun berupaya bisa meraih prestasi dalam setiap ajang balap yang diikuti guna meraih sponsor. Dengan prestasi-prestasi yang didapat, Fitra akhirnya berhasil meraih sponsor setelah 2 tahun menggunakan dana sendiri.
Sebab saat ini, sirkuit yang memadai di Indonesia hanya Pertamina Mandalika International Circuit. Sirkuit balap di Sentul, Jawa Barat, sedang mengalami penutupan, sehingga belum dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Tidak hanya itu, keberadaan sirkuit yang tidak di setiap pulau juga menjadi tantangan tersendiri mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Kondisi ini kerap membuat biaya yang dikeluarkan oleh pembalap jauh lebih mahal ketika harus latihan atau ikut serta dalam kompetisi.
Tantangan lainnya adalah pajak yang sangat mahal. Salah satu di antaranya terkait dengan suku cadang yang harus didatangkan dari luar negeri. Selain itu, kegiatan memasukkan mobil balap ke Indonesia juga bukan sesuatu yang mudah.
Dengan tantangan tersebut, terdapat harapan agar pemerintah memberikan perhatian khusus. Pada saat ini, tidak bisa dimungkiri, olahraga balap mobil belum mendapatkannya – berbeda dari beberapa cabang olahraga lainnya.
Bagi Fitra, tantangan yang dihadapi olahraga balap mobil adalah membuatnya menjadi industri, bukan sekadar sarana hobi. “Kalau sarana hobi artinya kan orang harus mengeluarkan uangnya sendiri untuk balap, yang mana orang uangnya juga ada batasnya,” ujarnya.
Menurutnya, ada banyak manfaat yang dapat diambil jika olahraga balap mobil menjadi sebuah industri, mulai publikasi akan menjadi lebih bagus dan sponsor mudah dicari. Pada akhirnya, balapan akan ramai karena banyak orang tahu bahwa olahraga ini tidak hanya menghabiskan uang, tapi juga mendatangkan uang.
Lebih besar dari itu, akan semakin banyak lagi individu-individu yang ingin masuk ke olahraga balap mobil, yang artinya akan ada lebih banyak lagi bibit unggul.
Baik Fitra maupun Glenn menilai bahwa olahraga balap Indonesia sangat potensial. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 200 juta, ada banyak talenta-talenta di olahraga balap yang dapat mengharumkan nama bangsa.
Baca juga: Hypereport: 10 Olahraga Mewah yang Populer di Kalangan Gen Z, Golf sampai Equestrian
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Berbicara olahraga balap, banyak orang di dalam negeri tampak tertarik untuk menjadi bagian di dalamnya. Lihat saja ajang-ajang balap amatir yang kerap terselenggara di dalam negeri. Ajang seperti itu selalu ramai diikuti oleh banyak peserta dengan antusiasme tinggi. Tidak hanya itu, para penonton juga sangat tertarik dengan setiap ajang balapan yang tersedia.
Pembalap Glenn Nirwan menilai minat individu untuk menjadi pembalap di Indonesia sangat tinggi, terbukti dari beberapa event non kejuaraan nasional yang diadakan termasuk di Pertamina Mandalika International Circuit, Nusa Tenggara Barat.
Keberadaan ajang di tempat tersebut membuat para peserta balap yang berada di daerah lainnya harus membawa kendaraan yang akan digunakan dalam kompetisi, dan kerap membutuhkan biaya mahal.
Meskipun begitu, tinggi biaya itu tidak menyurutkan niat mereka. “Membawa mobil ke Mandalika itu kan mahal ya tapi animonya luar biasa. Animonya oke banget. Banyak teman-teman yang rela mengorbankan waktu, tenaga, dan modal tentunya untuk pergi ke sana,” ujarnya.
Baca juga laporan terkait:
- Hypereport: Uji Adrenalin Sambil Bangun Relasi Bisnis dari Hobi Jetski
- Hypereport: Menyelami Serunya Dunia Bawah Laut dengan Diving
Glenn merinci, untuk mengirim mobil dari Jakarta ke Mandalika, pulang-pergi, dapat mencapai Rp45 juta. Selain itu, ada juga biaya seperti tiket pesawat, penginapan, bensin, dan lainnya.
Bagi pembalap profesional, kebutuhan biaya bisa diperoleh dari sponsor. Akan tetapi, pembalap non-profesional kerap menggunakan dana pribadi. Di Indonesia, lanjutnya, banyak pembalap yang masuk kategori pribadi.
“Tapi ada juga beberapa orang baik yang memperhatikan pembalap bertalenta, dan akhirnya membantu pembiayaan. Tapi itu non-pemerintah, ya, orang-orang pribadi,” ujarnya.
Saat ini, Glenn mengungkapkan sudah memiliki sponsor terkait dengan ajang balapan atau latihan, sehingga tidak merogoh kantong sendiri.
Namun, kondisi tersebut berbeda pada awal-awal berkarier. Meskipun berasal dari keluarga pembalap, biaya tentu menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi pada masa-masa awal. Dalam perjalanan karier balapan, dia memulainya dari olahraga jet ski.
Dirinya menekuni olahraga balap di atas air itu sejak usia 6 tahun dan berakhir pada 2010. Kompetisi terakhirnya adalah kejuaraan dunia King’s Cup yang diselenggarakan di Thailand. Usai kejuaraan tersebut, sang ayah memintanya untuk masuk balap mobil.
“Keluarga saya, kebetulan bapak saya, kakak saya, om saya semua pembalap mobil. Akhirnya orang tua saya bilang kenapa enggak mencoba balap mobil saja biar kita balapannya satu keluarga bareng-bareng. itu awalnya,” ujarnya.
Ketika berpindah dari balap jet ski menuju balap mobil, Glenn mengaku harus memulai dari nol terkait kemampuan dan penguasaan kendaraan. Sebab, tidak ada hubungan antara kedua olahraga tersebut.
Meskipun begitu, ada modal yang dimiliki dari jet ski yang sangat bermanfaat untuk balapan mobil, yakni keberanian. Dia menuturkan balapan jet ski tidak memiliki pengaman yang begitu tinggi seperti di balap mobil.
Sang ayah Glenn pun meminta pembalap Indonesia Haridarma Manopo untuk mengajarinya tentang balap mobil. Pada 2011, Glenn mulai balap reli sampai 2022. Kemudian pada 2023, mulai masuk balapan touring.
Satu tahun berselang, dia mendapatkan “pinangan” dari tim Tufflift Racing untuk berlaga di ajang TCR Australia dengan mengendarai mobil Audi. Kemudian, pada 2025, dia bersama tim Tufflift Racing menggunakan mobil McLaren untuk mengikuti ajang GT4 Australia.
Baca juga: Hypereport: Olahraga Sultan yang Butuh Modal dan Skill Tinggi
Balap mobil (Sumber gambar: Unsplash/Photopum Ranaroja)
“Cuma, karena keluarga saya bukan keluarga balap, saya juga enggak kenal lingkungan balap, jadi saya itu baru mulai balap umur 25 setelah saya lulus kuliah,” ujarnya.
Fitra memulai balap mobil dengan menggunakan tabungannya sendiri dan kendaraan mobil yang ada di rumah. Selain itu, dia juga memilih kelas balap yang paling murah lantaran memiliki keterbatasan biaya.
Dia pun berupaya bisa meraih prestasi dalam setiap ajang balap yang diikuti guna meraih sponsor. Dengan prestasi-prestasi yang didapat, Fitra akhirnya berhasil meraih sponsor setelah 2 tahun menggunakan dana sendiri.
Tantangan Olahraga Balap Mobil
Biaya memang menjadi tantangan utama yang dihadapi oleh banyak pembalap di dalam negeri. Akan tetapi, itu bukan satu-satunya. Selain tentang uang, Glenn mengungkapkan bahwa keberadaan sirkuit di Indonesia menjadi tantangan lain.Sebab saat ini, sirkuit yang memadai di Indonesia hanya Pertamina Mandalika International Circuit. Sirkuit balap di Sentul, Jawa Barat, sedang mengalami penutupan, sehingga belum dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Tidak hanya itu, keberadaan sirkuit yang tidak di setiap pulau juga menjadi tantangan tersendiri mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Kondisi ini kerap membuat biaya yang dikeluarkan oleh pembalap jauh lebih mahal ketika harus latihan atau ikut serta dalam kompetisi.
Tantangan lainnya adalah pajak yang sangat mahal. Salah satu di antaranya terkait dengan suku cadang yang harus didatangkan dari luar negeri. Selain itu, kegiatan memasukkan mobil balap ke Indonesia juga bukan sesuatu yang mudah.
Dengan tantangan tersebut, terdapat harapan agar pemerintah memberikan perhatian khusus. Pada saat ini, tidak bisa dimungkiri, olahraga balap mobil belum mendapatkannya – berbeda dari beberapa cabang olahraga lainnya.
Bagi Fitra, tantangan yang dihadapi olahraga balap mobil adalah membuatnya menjadi industri, bukan sekadar sarana hobi. “Kalau sarana hobi artinya kan orang harus mengeluarkan uangnya sendiri untuk balap, yang mana orang uangnya juga ada batasnya,” ujarnya.
Menurutnya, ada banyak manfaat yang dapat diambil jika olahraga balap mobil menjadi sebuah industri, mulai publikasi akan menjadi lebih bagus dan sponsor mudah dicari. Pada akhirnya, balapan akan ramai karena banyak orang tahu bahwa olahraga ini tidak hanya menghabiskan uang, tapi juga mendatangkan uang.
Lebih besar dari itu, akan semakin banyak lagi individu-individu yang ingin masuk ke olahraga balap mobil, yang artinya akan ada lebih banyak lagi bibit unggul.
Baik Fitra maupun Glenn menilai bahwa olahraga balap Indonesia sangat potensial. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 200 juta, ada banyak talenta-talenta di olahraga balap yang dapat mengharumkan nama bangsa.
Baca juga: Hypereport: 10 Olahraga Mewah yang Populer di Kalangan Gen Z, Golf sampai Equestrian
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.