Desainer Danny Satriadi (Sumber Foto: Instagram/@dannysatriadi_official)

Hypeprofil Desainer Danny Satriadi, Proses Kreatif Merancang Cheongsam nan Kaya Filosofi Budaya

06 February 2025   |   17:00 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Cheongsam sebagai salah satu busana tradisional China, terus beradaptasi dengan tren mode global tanpa kehilangan esensinya. Awalnya memiliki potongan longgar, pada era Shanghai periode 1920-1930an busana ini diwujudkan kembali dalam siluet ramping yang menonjolkan lekuk tubuh nan elegan.

Busana ini umumnya dikenakan saat perayaan Imlek, serta acara formal seperti sangjit atau lamaran, resepi pernikahan, maupun acara budaya China lainnya. Ciri khasnya meliputi kerah tinggi, potongan yang mengikuti bentuk tubuh, belahan samping pada bagian bawahnya, serta diperindah dengan material sutra, motif, dan warna yang kaya akan filosofinya tersendiri.

Salah satu desainer yang dikenal lewat rancangan Cheongsam yang elegan dan mewah, yakni Danny Satriadi, membagikan cerita awal mula dirinya bisa berkesempatan mendesain Cheongsam. Begitupun dengan proses kreatifnya yang menarik dan inspiratif saat mengerjakan busana tradisional China tersebut. 

"Waktu pandemi Covid-19 kemarin, aku diminta klien membuat set busana Cheongsam untuk keluarga, setelah diunggah ke Instagram ternyata banyak yang suka dan pesanan mulai berdatangan," katanya pada Hypeabis.id.

Baca Juga:
Walau merasa gugup karena baru pertama kali membuat Cheongsam, Danny Satriadi berhasil memenuhi ekspektasi kliennya. Lebih lanjut, dia mengungkap desain Cheongsam pertamanya yang tampak sederhana berwarna blush pink, memiliki siluet A-line dan belahan pada sisi kanannya.  

Seiring waktu desain-desain Cheongsam-nya, mulai menyajikan tingkat kerumitan tinggi dengan motif dan warna-warna indah penuh filosofi, serta potongannya yang simpel, namun terlihat klasik dan mewah. Tak jarang dia melenggangkan karya busananya di berbagai perhelatan pekan mode nasional, seperti Jakarta Fashion Week dan JF3.

"Dari segi potongannya, cheongsam yang aku buat tetap mempertahankan bentuk klasik yang simpel, elegan, dan feminin, tapi lebih difokuskan pada detail embroidery-nya (bordir)," paparnya 

Motif embroidery pada karya busananya merupakan hasil desain orisinalnya sendiri yang diwujudkan oleh tim ilustrator. Setiap busana memiliki motif yang unik dan eksklusif. Dia ingin setiap kliennya merasa bahwa busana ini benar-benar dibuat khusus untuk mereka.


 


  
Inspirasi utama dalam menciptakan motif-motif Cheongsam berasal dari risetnya di internet setelah mempelajari sejarah dinasti-dinasti China. Apabila ingin tema klasik, referensinya dari silsilah kerajaan-kerajaan China kuno, sementara untuk tema modern diambil dari elemen flora dan fauna yang bernuansa fresh.

"Sebelum membuat busananya, aku banyak berdiskusi dengan klien, seperti detail apa saja dan apakah ada cerita yang ingin mereka dituangkan pada Cheongsam ini," katanya.

Oleh karenanya, setiap desain busananya memiliki filosofi tertentu. Misalnya, Cheongsam untuk busana pengantin digambarkan dengan motif perahu. Lantaran sepasang suami istri setelah menikah akan mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang tak hanya diliputi kebahagiaan, juga tantangan yang makin mempererat hubungan.

Ada juga motif-motif lainnya yang sarat makna seperti kantong emas yang melambangkan kesejahteraan dan burung bangau yang melambangkan kemakmuran. Selain itu, potret wanita China menggambarkan kecantikan dan keanggunan sang pengantin tersebut.

"Baju-baju pengantin biasanya saya olah dalam sebuah cerita, supaya selain enak dipandang juga ada filosofi dengan vibes positif agar orang yang mengenakan baju tersebut juga mendapatkan energi-energi yang baik," ujar Danny Satriadi.

Adapun untuk warnanya, Cheongsam banyak menggunakan warna merah. Ini mengacu pada budaya China, bahwa merah melambangkan kebahagiaan dan keberuntungan, sehingga masih banyak orang yang memilih warna ini, terutama busana-busana untuk perayaan Tahun Baru Imlek.

Walau dikategorikan sebagai budana tradisional, pemilihan warna cheongsam sebetulnya tidak terbatas. Sang desainer biasanya merekomendasikan pilihan warna setelah disesuaikan dengan fitur wajah, warna kulit, dan karakter klien atau warna tertentu yang mereka gunakan untuk dekorasi acaranya. Mulai dari pastel hingga bold, semuanya bisa digunakan tergantung pada kebutuhan dan preferensi klien.

Selain mengeksplorasi motif dan warna, Danny Satriadi juga kerap menggunakan material berkualitas tinggi supaya busananya tetap nyaman dikenakan. Material bahan yang cocok untuk Cheongsam biasanya kain berbasis sutra, seperti jacquard, organza, satin, dan chiffon. Sutra sendiri telah lama digunakan oleh para bangsawan China, dia ingin setiap kliennya merasakan pengalaman menjadi raja atau ratu sehari saat mengenakan busana rancangannya.

Setelah bertahun-tahun dikenal sebagai desainer yang ahli merancang berbagai model Cheongsam, Danny Satriadi menatap perkembangan tren busana tradisional China tersebut dari masa ke masa. Dilihat dari potongannya, Cheongsam tidak mengalami banyak perubahan karena tetap mempertahankan esensi tradisionalnya. Eksplorasinya lebih ke unsur embroidery-nya yang makin kreatif dengan tingkat pengerjaan rumit dan detail.

Sementara untuk palet warnanya, sekarang orang-orang lebih suka yang lebih sederhana, seperti monokrom atau gradasi. Lantaran motif embroidery-nya sudah sangat menonjol sehingga jika terlalu banyak warna kesan elegannya bisa berkurang.

"Dulu saya bisa pakai 9-10 warna dalam satu busana, kalau sekarang 4 warna saja sudah cukup, kadang ada yang cuma satu warna, mereka tidak mau terlalu ramai di permainan warnanya dan lebih suka menonjolkan motif-motifnya," ujarnya.

 

Tantangan Mendesain Cheongsam


Lebih lanjut, Danny Satriadi mengungkap tantangan dalam mendesain Cheongsam. Untuknya sendiri, proses pengerjaan Cheongsam bisa memakan waktu dua hingga tiga bulan, tergantung tingkat kesulitannya.

Apabila pesta lamaran atau pernikahan diadakan di ballroom besar, biasanya dia akan menambahkan elemen seperti ekor atau cape, dengan motif-motif rumit dan penuh filosofi supaya busananya terlihat megah dan mewah. Sebaliknya, jika acaranya lebih kecil dan intim, dia akan membuat desain yang lebih simpel dan nyaman dikenakan.

Tantangan terbesar baginya adalah menciptakan motif embroidery yang unik dan menerjemahkannya ke dalam bentuk gambar yang dapat dikerjakan oleh ilustrator. Selain itu, eksplorasi warna juga sangat menantang, karena warna yang terlihat bagus dalam konsep belum tentu terlihat sempurna setelah diaplikasikan pada kain.
"Research and development untuk motif dan warna itu yang paling challenging, proses trial and error-nya itu enggak cukup sehari, kadang sampai empat hari untuk mendiskusikan pemilihan warna dan motifnya, kalau dari klien sudah oke baru bisa dikerjakan di kain aslinya," katanya.

Meski dikenal lewat desain busana Cheongsam, Danny Satriadi sendiri banyak mendesain busana-busana modern seperti gaun pernikahan dan pesta, khususnya couture. Karyanya sering kali menampilkan detail rumit dan penggunaan bahan berkualitas tinggi, mencerminkan dedikasinya terhadap keindahan dan kesempurnaan dalam menciptakan sebuah busana.

Terinspirasi oleh sang ibunda yang merupakan seorang penjahit, Danny Satriadi mulai mengembangkan ketertarikannya pada fesyen sejak kecil. Setelah lulus dari sekolah mode ESMOD, dua tahun kemudian dia memenangkan Lomba Perancang Mode pada 2003, yang membuka kesempatan baginya untuk belajar di Fashion Institute of Design and Merchandising Los Angeles, AS.

Baca Juga: Hypeprofil Creative Advisor Motulz Anto: Kecerdasan Buatan itu Alat, Bukan Pengganti Manusia

Editor: M. Taufikul Basari

SEBELUMNYA

Kenali Siklon Tropis yang Bikin Cuaca Beberapa Daerah Hujan dalam Sepekan

BERIKUTNYA

Menyimak Ragam Eksplorasi Perupa di Pameran Revisiting Art:1 New Museum Jakarta

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: