Hypeprofil Thomas Nawilis: Dari Aktor ke Pemimpin Bengkel Keluarga Generasi Ketiga
22 January 2025 |
12:39 WIB
Setelah lama tak terdengar kabarnya di dunia hiburan, aktor Thomas Nawilis kini sukses melanjutkan jejak keluarga di dunia bisnis. Pria yang dulu melejit lewat perannya sebagai Choky dalam sinetron fenomenal Di Sini Ada Setan, kini mengelola bengkel keluarga yang telah berdiri selama puluhan tahun.
Bagi generasi milenial dan sebelumnya, nama Thomas Nawilis tentu tak asing lagi. Dengan postur jangkung dan bakatnya, ia kerap menghiasi layar kaca dan layar lebar. Salah satu puncak kariernya adalah pada 2003, ketika sinetron Di Sini Ada Setan menjadi hits besar, membuat nama Thomas semakin dikenal luas.
Baca juga: Hypeprofil Sineas Rizal Mantovani: Menyongsong Babak Baru Bangku Produser
Tak hanya itu, ia juga terlibat dalam film-film populer seperti Tusuk Jelangkung (2003), Gie (2005), dan The Raid (2011). Kini, Thomas telah meninggalkan dunia hiburan untuk fokus menjalankan bisnis bengkel keluarga bersama sang adik.
Sebagai generasi ketiga, ia berhasil mengembangkan usaha yang telah diwariskan selama puluhan tahun, membuktikan bahwa kesuksesan tak hanya bersinar di depan kamera, tetapi juga di dunia bisnis.
Thomas mengungkapkan bahwa dunia bengkel bukanlah hal baru baginya. Sebelum terjun ke dunia hiburan, pria kelahiran 1978 ini sudah akrab dengan bau ban dan oli, tumbuh di tengah keluarga yang menjalankan usaha bengkel.
Ketertarikannya pada dunia hiburan justru terjadi secara tidak sengaja. Saat membagikan brosur untuk pembukaan cabang baru bengkel keluarganya di Jakarta, ia bertemu dengan seseorang dari sebuah rumah produksi. Pertemuan tersebut membuka jalan baginya untuk menjajal peran di depan maupun di belakang layar.
Pria yang pernah mendalami ilmu penyutradaraan di Los Angeles, Amerika Serikat, itu akhirnya memutuskan untuk mencoba mengikuti proses casting, yang menjadi awal langkahnya di dunia hiburan. “Enggak paham, tapi tiba-tiba saja dapet peran. Dari situ akhirnya jadi saya fokus di entertainment,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, Thomas yang kini telah menikah dan memiliki anak mulai menyadari bahwa jam kerja di industri hiburan cenderung tidak menentu. Setelah puluhan tahun berkarya, ia memutuskan untuk berhenti dan mengevaluasi prioritasnya.
Di sisi lain, usaha bengkel keluarga yang telah lama berjalan menunjukkan potensi untuk berkembang lebih besar. Dengan rencana membuka cabang baru dan memperluas bisnis, Thomas pun memilih untuk fokus melanjutkan warisan keluarganya.
“Mau enggak mau kan harus ada keluarga dan tim yang solid yang menjalankan. Akhirnya, sudah, saya jadi meninggalkan syuting dan fokus menjalankan [bengkel],” katanya.
Meskipun sudah akrab dengan dunia bengkel sejak kecil, menjalankan bisnis tersebut bukanlah hal yang mudah bagi Thomas. Ia harus mempelajari banyak aspek bisnis bengkel agar bisa berkembang dan sukses, termasuk mengikuti berbagai seminar dan pelatihan bisnis untuk meningkatkan pemahamannya.
Pengalaman Thomas di industri hiburan pun tidak sepenuhnya terabaikan. Ia memanfaatkan keahlian visual yang dimilikinya untuk kebutuhan pemasaran dan pengelolaan media sosial, memberikan sentuhan kreatif pada usaha keluarga.
Sebagai generasi ketiga yang melanjutkan usaha bengkel, Thomas juga menghadapi perbedaan dalam cara menjalankan bisnis dibandingkan sang ayah, generasi kedua. Dahulu, ayahnya menerapkan pendekatan one-man show, di mana segala aspek bisnis—dari keuangan hingga operasional—ditangani sendiri.
Namun, di bawah kendali Thomas dan adiknya, tuntutan zaman memaksa mereka untuk berinovasi dan menjalankan bisnis dengan pendekatan yang lebih modern dan terstruktur.
“Harus mengikuti tren dan beradaptasi dengan perkembangan. Ketika bisnis semakin besar, tidak mungkin semuanya ditangani sendiri. Satu orang mungkin bisa menangani satu atau dua toko, tapi saat jumlahnya mencapai 3, 4, bahkan sekarang menuju toko ke-19, tidak mungkin hanya satu kepala memegang semuanya,” ujar Thomas.
Untuk mengelola bengkel secara efektif, Thomas membangun tim yang solid dan memberikan kepercayaan kepada mereka. Kerja sama tim terbukti jauh lebih efisien dibandingkan pendekatan sebelumnya. Jika sebelumnya pemilik bengkel menjalankan hampir semua peran dan langsung berhubungan dengan mekanik serta layanan pelanggan, kini struktur organisasi menjadi lebih teratur.
Di bawah pemilik ada jabatan-jabatan seperti direktur, kepala keuangan, kepala cabang, dan lainnya yang membantu operasional berjalan lebih lancar. Selain itu, perubahan juga terjadi dalam pelayanan. Dahulu, pelanggan tidak terlalu mempermasalahkan bengkel yang kotor atau berisik, karena fokus utama mereka hanya pada kendaraan yang dapat diperbaiki.
Namun, kini kebutuhan pelanggan telah berkembang. Banyak pemilik mobil menginginkan pelayanan yang lebih maksimal, seperti lingkungan bengkel yang bersih, staf yang ramah, dan pengalaman layanan yang nyaman. Dalam mengelola usaha bengkel keluarga, Thomas terus melakukan berbagai inovasi. Salah satunya adalah menyediakan layanan yang lengkap dan membuat pelanggan merasa nyaman.
Fasilitas seperti bengkel yang bersih, wi-fi gratis, minuman gratis, serta beragam paket layanan menarik menjadi daya tarik tersendiri. Selain itu, bengkel secara rutin menghubungi pelanggan untuk mengingatkan jadwal perawatan kendaraan, seperti ganti oli atau servis lainnya.
“Kami selalu membangun hubungan dengan pelanggan melalui reminder,” ujar Thomas.
Mengelola bengkel keluarga bukan tanpa tantangan. Persaingan dengan bengkel lain yang menawarkan tarif murah menjadi salah satu hal yang harus dihadapi. Namun, Thomas memilih mengutamakan kualitas layanan sebagai strategi utama.
Dengan struktur organisasi yang lebih teratur dan tim yang solid, bengkel yang dikelolanya kini berkembang pesat hingga memiliki 19 cabang di wilayah Jabodetabek dan Serang.
“Kami menerima cukup banyak tawaran dari Surabaya, Semarang, Medan, hingga Kalimantan. Bukan berarti menolak, tapi kami masih mempelajari peluang dan persiapannya,” jelasnya.
Menjalankan bisnis bengkel tidak terlepas dari tantangan. Salah satu yang dihadapi adalah persaingan dengan bengkel lain yang menawarkan tarif sangat murah. Namun, Thomas memilih untuk fokus pada kualitas daripada menurunkan harga. Baginya, kualitas layanan adalah kunci utama dalam membangun kepercayaan pelanggan.
“Tarif murah kadang justru menurunkan kualitas, dan itu bukan arah yang ingin kami ambil,” tegasnya.
Thomas melihat peluang besar di bisnis bengkel kendaraan di Indonesia. Dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat, terutama dari merek-merek asal China, kebutuhan akan bengkel juga semakin tinggi. Saat ini, jumlah bengkel di Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang.
Melihat peluang tersebut, Thomas optimistis bisnis bengkel masih menjanjikan. Meskipun pendapatan bisa naik turun, usahanya tetap berkembang dengan membuka cabang baru. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan berhasil berekspansi dan kini bersiap membuka cabang ke-19.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Bagi generasi milenial dan sebelumnya, nama Thomas Nawilis tentu tak asing lagi. Dengan postur jangkung dan bakatnya, ia kerap menghiasi layar kaca dan layar lebar. Salah satu puncak kariernya adalah pada 2003, ketika sinetron Di Sini Ada Setan menjadi hits besar, membuat nama Thomas semakin dikenal luas.
Baca juga: Hypeprofil Sineas Rizal Mantovani: Menyongsong Babak Baru Bangku Produser
Tak hanya itu, ia juga terlibat dalam film-film populer seperti Tusuk Jelangkung (2003), Gie (2005), dan The Raid (2011). Kini, Thomas telah meninggalkan dunia hiburan untuk fokus menjalankan bisnis bengkel keluarga bersama sang adik.
Sebagai generasi ketiga, ia berhasil mengembangkan usaha yang telah diwariskan selama puluhan tahun, membuktikan bahwa kesuksesan tak hanya bersinar di depan kamera, tetapi juga di dunia bisnis.
Thomas mengungkapkan bahwa dunia bengkel bukanlah hal baru baginya. Sebelum terjun ke dunia hiburan, pria kelahiran 1978 ini sudah akrab dengan bau ban dan oli, tumbuh di tengah keluarga yang menjalankan usaha bengkel.
Ketertarikannya pada dunia hiburan justru terjadi secara tidak sengaja. Saat membagikan brosur untuk pembukaan cabang baru bengkel keluarganya di Jakarta, ia bertemu dengan seseorang dari sebuah rumah produksi. Pertemuan tersebut membuka jalan baginya untuk menjajal peran di depan maupun di belakang layar.
Pria yang pernah mendalami ilmu penyutradaraan di Los Angeles, Amerika Serikat, itu akhirnya memutuskan untuk mencoba mengikuti proses casting, yang menjadi awal langkahnya di dunia hiburan. “Enggak paham, tapi tiba-tiba saja dapet peran. Dari situ akhirnya jadi saya fokus di entertainment,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, Thomas yang kini telah menikah dan memiliki anak mulai menyadari bahwa jam kerja di industri hiburan cenderung tidak menentu. Setelah puluhan tahun berkarya, ia memutuskan untuk berhenti dan mengevaluasi prioritasnya.
Di sisi lain, usaha bengkel keluarga yang telah lama berjalan menunjukkan potensi untuk berkembang lebih besar. Dengan rencana membuka cabang baru dan memperluas bisnis, Thomas pun memilih untuk fokus melanjutkan warisan keluarganya.
“Mau enggak mau kan harus ada keluarga dan tim yang solid yang menjalankan. Akhirnya, sudah, saya jadi meninggalkan syuting dan fokus menjalankan [bengkel],” katanya.
Kembali ke Dunia Bengkel: Warisan dan Inovasi
Meskipun sudah akrab dengan dunia bengkel sejak kecil, menjalankan bisnis tersebut bukanlah hal yang mudah bagi Thomas. Ia harus mempelajari banyak aspek bisnis bengkel agar bisa berkembang dan sukses, termasuk mengikuti berbagai seminar dan pelatihan bisnis untuk meningkatkan pemahamannya.Pengalaman Thomas di industri hiburan pun tidak sepenuhnya terabaikan. Ia memanfaatkan keahlian visual yang dimilikinya untuk kebutuhan pemasaran dan pengelolaan media sosial, memberikan sentuhan kreatif pada usaha keluarga.
Sebagai generasi ketiga yang melanjutkan usaha bengkel, Thomas juga menghadapi perbedaan dalam cara menjalankan bisnis dibandingkan sang ayah, generasi kedua. Dahulu, ayahnya menerapkan pendekatan one-man show, di mana segala aspek bisnis—dari keuangan hingga operasional—ditangani sendiri.
Namun, di bawah kendali Thomas dan adiknya, tuntutan zaman memaksa mereka untuk berinovasi dan menjalankan bisnis dengan pendekatan yang lebih modern dan terstruktur.
“Harus mengikuti tren dan beradaptasi dengan perkembangan. Ketika bisnis semakin besar, tidak mungkin semuanya ditangani sendiri. Satu orang mungkin bisa menangani satu atau dua toko, tapi saat jumlahnya mencapai 3, 4, bahkan sekarang menuju toko ke-19, tidak mungkin hanya satu kepala memegang semuanya,” ujar Thomas.
Untuk mengelola bengkel secara efektif, Thomas membangun tim yang solid dan memberikan kepercayaan kepada mereka. Kerja sama tim terbukti jauh lebih efisien dibandingkan pendekatan sebelumnya. Jika sebelumnya pemilik bengkel menjalankan hampir semua peran dan langsung berhubungan dengan mekanik serta layanan pelanggan, kini struktur organisasi menjadi lebih teratur.
Di bawah pemilik ada jabatan-jabatan seperti direktur, kepala keuangan, kepala cabang, dan lainnya yang membantu operasional berjalan lebih lancar. Selain itu, perubahan juga terjadi dalam pelayanan. Dahulu, pelanggan tidak terlalu mempermasalahkan bengkel yang kotor atau berisik, karena fokus utama mereka hanya pada kendaraan yang dapat diperbaiki.
Namun, kini kebutuhan pelanggan telah berkembang. Banyak pemilik mobil menginginkan pelayanan yang lebih maksimal, seperti lingkungan bengkel yang bersih, staf yang ramah, dan pengalaman layanan yang nyaman. Dalam mengelola usaha bengkel keluarga, Thomas terus melakukan berbagai inovasi. Salah satunya adalah menyediakan layanan yang lengkap dan membuat pelanggan merasa nyaman.
Fasilitas seperti bengkel yang bersih, wi-fi gratis, minuman gratis, serta beragam paket layanan menarik menjadi daya tarik tersendiri. Selain itu, bengkel secara rutin menghubungi pelanggan untuk mengingatkan jadwal perawatan kendaraan, seperti ganti oli atau servis lainnya.
“Kami selalu membangun hubungan dengan pelanggan melalui reminder,” ujar Thomas.
Tantangan dan Strategi Bisnis
Mengelola bengkel keluarga bukan tanpa tantangan. Persaingan dengan bengkel lain yang menawarkan tarif murah menjadi salah satu hal yang harus dihadapi. Namun, Thomas memilih mengutamakan kualitas layanan sebagai strategi utama.Dengan struktur organisasi yang lebih teratur dan tim yang solid, bengkel yang dikelolanya kini berkembang pesat hingga memiliki 19 cabang di wilayah Jabodetabek dan Serang.
“Kami menerima cukup banyak tawaran dari Surabaya, Semarang, Medan, hingga Kalimantan. Bukan berarti menolak, tapi kami masih mempelajari peluang dan persiapannya,” jelasnya.
Menjalankan bisnis bengkel tidak terlepas dari tantangan. Salah satu yang dihadapi adalah persaingan dengan bengkel lain yang menawarkan tarif sangat murah. Namun, Thomas memilih untuk fokus pada kualitas daripada menurunkan harga. Baginya, kualitas layanan adalah kunci utama dalam membangun kepercayaan pelanggan.
“Tarif murah kadang justru menurunkan kualitas, dan itu bukan arah yang ingin kami ambil,” tegasnya.
Thomas melihat peluang besar di bisnis bengkel kendaraan di Indonesia. Dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat, terutama dari merek-merek asal China, kebutuhan akan bengkel juga semakin tinggi. Saat ini, jumlah bengkel di Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang.
Melihat peluang tersebut, Thomas optimistis bisnis bengkel masih menjanjikan. Meskipun pendapatan bisa naik turun, usahanya tetap berkembang dengan membuka cabang baru. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan berhasil berekspansi dan kini bersiap membuka cabang ke-19.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.