Tren fesyen retro klasik koleksi desainer Indonesian Fashion Chamber (Sumber Foto: IFC)

Hypereport: Nostalgia Fesyen Retro Klasik yang Modis dengan Sentuhan Kekinian

30 September 2024   |   18:09 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Genhype, ini saatnya membongkar lemari tua milik ibu dan ayah, bahkan kakek dan nenek di rumah. Sebab, gaya berbusana nuansa jadul alias jaman dulu kembali diminati generasi muda. Dengan sedikit sentuhan kekinian, kita bisa menciptakan style klasik yang modis dan memikat. 

Warna-warna 'ngejreng' dan motif flamboyan dari era 70 sampai 90-an, kini seolah menjadi simbol ekspresi diri, nostalgia, serta penghormatan terhadap sejarah fesyen jadul yang tetap relevan di era modern. 

Indonesian Fashion Chamber (IFC) telah menyusun Fashion Tren Forecasting bertemakan Strive, isinya mencakup prediksi gaya berbusana yang diminati orang-orang pada 2025/2026 ke depan. Tren ini mencakup empat tema, yakni Indie Rebellion, Quiet Artisty, Hyperconnected Flux, dan Neo Nostalgic.

Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Tren Musik Lawas Tak Sekadar Nostalgia
2. Hypereport: Romantisasi Masa Lalu pada Desain Interior & Arsitektur

Wedha Gita, akademisi sekaligus praktisi mode yang juga merupakan anggota Indonesian Fashion Chamber (IFC), memaparkan bahwa siklus fesyen jadul yang kembali terulang melahirkan tren Neo Nostalgic. Adapun berdasarkan karakteristiknya, tren ini dibagi menjadi dua sub tema, yakni Retrospective dan Artisanal Elegance.

"gaya retro bukan sesuatu yang baru, akan terus ada dan berulang karena fesyen ada siklusnya, Gaya retro klasik 60, 70, 80, sampai 90-an pun akan terus berulang, tapi tetap ada twist kebaruannya," ujarnya.

Tren retrospective mengusung tema gaya berbusana yang meromantisasi nostalgia masa lalu dengan sentuhan modern. Artinya acuan dalam berpakaian bisa mundur beberapa tahun ke belakang, tapi tetap ada unsur kekinian yang relevan dengan gaya masa kini.
 

Tren Retrospective (Sumber Foto: IFC)

Tren Retrospective dari koleksi desainer Indonesian Fashion Chamber (Sumber Foto: IFC)

Dari segi looks-nya, tren retrospective identik dengan motif-motif retro-geometris, floral vintage, serta detail patchwork, rajutan bertekstur, dan renda. Material yang banyak digunakan adalah katun, linen, sutra, rayon, dan wool. Sementara palet warnanya merah bata, biru dongker, dan kuning kunyit.

Selain Retrospective, tren Neo Nostalgic juga punya sub tema kedua yakni Artisanal Elegance. Bedanya gaya ini lebih berani dari segi permainan warna dan tektur, lebih tabrak-menambrak tapi komposisinya menarik secara visual. 

"Menekankan pada gaya busana yang menampilkan kesan eklektik, dengan unsur kultural dan craftmanship yang kuat," kata Wedha Gita.

Artisanal Elegance mengusung tema gaya busana yang menampilkan keindahan eklektik budaya dan seni partikular dengan sentuhan kriya bernilai tinggi. Motif-motifnya banyak mengeksplorasi tradisi distilasi kontemporer dengan detail tapestri (kain tenun dekoratif), bordir, dan patchwork.
 

Tren Artisanal Elegance (Sumber Foto: IFC)

Tren Artisanal Elegance dari koleksi desainer Indonesian Fashion Chamber (Sumber Foto: IFC)

Sementara materialnya banyak menggunakan bahan katun, linen, sutra, rayon, dan tektil tradisional. Warnanya pun lebih eksotis dan berani seperti terakota, indigo, hijau zaitun, merah bata, dan coklat tua.

Adapun Fashion Tren Forecasting (FTF) yang berada di bawah koordinasi Research & Development IFC, setiap tahunnya merumuskan tren bidang fesyen, bekerja sama dengan kelompok komunitas dan akademisi dari bidang terkait. Kali ini Fashion Tren Forecasting mengusung tema Strive yang diprediksi menjadi acuan gaya berbusana pada 2025-2026 mendatang.

"Strive dapat diartikan sebagai konsep bahwa kita optimis menghadapi apa yang terjadi, manusia bukan hanya bertahan hidup tapi berkembang, move on, berkreativitas, berinovasi, dan punya kemampuan untuk berkolaborasi, setelah menghadapi masa pandemi Covid-19 yang sudah lewat tapi berdampak sampai hari ini," kata Dina Midiani dari IFC.

Lebih lanjut dia memaparkan, tren fesyen bisa diprediksi berdasarkan sejumlah pemicu, mulai dari aspek seni budaya, ekonomi, sosial, politik, teknologi, dan keberlanjutan. Itulah yang nantinya akan membentuk perilaku konsumen. 
 

Proses Kreatif Jenama Fesyen Lokal Adaptasi Tren Retro Klasik

Jenama fesyen lokal banyak mengadopsi tren retro klasik lewat koleksi busana streetwear. Adapun streetwear sendiri adalah gaya berbusana sehari-hari yang dipengaruhi oleh budaya skateboard dan hip-hop.

Streetwear mulai populer pada era 1980 dan 1990-an dan mencapai puncak ketenarannya pada era 2000-an. Sejumlah merek pakaian seperti Stussy, Supreme, dan A Bathing Ape juga mulai dikenal secara global pada periode ini.

Indonesia juga punya sejumlah jenama fesyen yang banyak mengeksplorasi gaya streetwear, misalnya MoneyMan Works yang memberikan penghormatan terhadap budaya jalanan yang terinspirasi oleh kehidupan jalanan otentik di kota-kota ikonik dunia seperti New York, London, Paris, Milan, Berlin, dan Tokyo.
 

(Sumber Foto: PIMFW 2024)

MoneyMan Works (Sumber Foto: PIMFW 2024)


Melalui koleksi terbarunya bertajuk MoneyMaker yang dipamerkan di Plaza Indonesia Men’s Fashion Week 2024, mereka menangkap esensi streetwear yang autentik dan avant-garde sekaligus menyatukan tekstur dan tradisi kaya dari Indonesia.

“Koleksi ada 25 looks dengan pengerjaan kurang lebih satu bulan, tetap dengan signature MoneyMan works yang mengusung tema upcycle bertujuan untuk mengurangi limbah fesyen dan juga mengangkat wastra Indonesia khususnya tenun dikombinasikan dengan denim,” ujar DASH, desainer MoneyMan Works.

Koleksinya banyak memadukan gaya street global dengan keindahan kerajinan tangan Indonesia. Penggunaan motif yang berani sampai siluet yang ramping, setiap potongan adalah perpaduan fesyen  jalanan internasional dan warisan budaya Indonesia, yang memberikan pernyataan kuat tentang masa depan mode Tanah Air.

Jenama ini melibatkan langsung para pengrajin kain tenun tradisional untuk memadukan cita rasa internasional dengan sentuhan unik tekstil tradisional Indonesia. Sehingga selain menciptakan pakaian yang mencolok secara visual juga sekaligus memperlihatkan makna budaya yang mendalam. 

DASH memaparkan, MoneyMan Works lebih dari sekadar label fesyen, ini adalah gerakan yang merayakan seni kehidupan sehari-hari. Koleksi ini adalah bukti kreativitas dan ketangguhan para seniman dan pekerja jalanan di seluruh dunia yang mengubah jalanan menjadi panggung kreativitas dan kanvas gaya pribadi. 

unkl

UNKL 347 (Sumber Foto: PIMFW 2024)

Jenama lainnya yang juga mengadopsi tren retro klasik dalam busana streetwear adalah UNKL 347. Didirikan pada 1996, UNKL 347 adalah merek pakaian streetwear terkemuka dari Bandung yang identik dengan perpaduan unik budaya skateboard, surfing, musik, dan desain.

Sebagai salah satu pelopor streetwear lokal, UNKL 347 meluncurkan koleksi pilihannya yang paling ikonik bertajuk Quarter of a Century, menandai peringatan 25 tahun eksistensinya di industri fesyen. Setiap desain pakaiannya memberi penghormatan kepada subkultur budaya skateboard yang berpengaruh banyak dalam evolusi mereka di industri mode Tanah Air selama dua setengah dekade terakhir.

"Koleksi ini menangkap esensi budaya jalanan dan semangat inovasi abadi yang menjadi ciri khas UNKL 347," kata Dendy Darman, founder UNKL 347.

Dengan memadukan tren masa lalu, masa kini, dan masa depan, ide tersebut kemudian dituangkan dalam potongan kaos dan kemeja oversized, celana lebar, dan rompi jaring-jaring. Penggunaan palet warna netral dan vibrant, seperti hitam, putih, krem, navy, lalu dipadukan dengan warna-warna mencolok seperti hijau neon seolah merepresentasikan kebebasan berekspresi. 

Baca juga: Rekomendasi 5 Brand Kaos Polo Retro, Bikin Tampilan Makin Manly

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Penelitian: Berjalan Kaki 4.000 Langkah Sehari Efektif Turunkan Risiko Kematian

BERIKUTNYA

Aktris Drakor The Glory Park Ji Ah Meninggal Dunia Akibat Stroke Infark & Jantung

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: