Hypereport: Menyajikan Narasi Sejarah, Filosofi & Budaya dalam Segelas Jamu
16 September 2024 |
10:32 WIB
Tidak sekadar memberikan kesehatan dan kebugaran bagi tubuh, jamu sebagai minuman herbal khas Indonesia juga memiliki potensi dijadikan wellness tourism. Selain rasa dan khasiatnya yang kaya, minuman dari rempah-rempah ini memiliki narasi tentang sejarah, filosofi, dan budaya yang menarik dan unik bagi wisatawan.
Bagi masyarakat Indonesia, jamu merupakan minuman yang sudah sangat dikenal dan kerap menjadi konsumsi sehari-hari. Mereka meminum herbal asli Indonesia ini untuk berbagai macam tujuan, seperti menjaga kebugaran atau kesehatan.
Ya, bahan-bahan yang dibuat menjadi jamu memiliki beragam manfaat untuk tubuh, seperti kunyit, jahe, kencur, dan sebagainya. Namun, lebih dari itu, di balik beragam manfaat yang bagus untuk Kesehatan, jamu juga memiliki keunikan dan narasi yang tidak ditemukan di lokasi lain.
Narasi itu beragam, dari budaya, sejarah, sampai dengan prosesnya yang penuh filosofi. Kondisi ini menjadi daya Tarik bagi banyak wisatawan dari dalam dan luar negeri. Bukan tanpa alasan, para traveller kerap datang ke Indonesia untuk mencari sesuatu yang unik dan tidak didapatkan di lain tempat.
Baca juga laporan terkait:
Dia mengatakan bahwa konsep wellness adalah kesehatan secara menyeluruh, baik fisik, mental, dan spiritual. Kata jamu berasal dari bahasa Jawa kuno ‘Jampi’ yang berarti doa dan ‘Usodo’ yang berarti kesehatan.
“Sebagai doa kesehatan, jamu sudah mencakup konsep wellness karena selain sediaan fisik Jamu yang dipakai/dikonsumsi, pengguna juga dituntut untuk melakukannya secara rutin dan mengukuhkannya dengan doa,” ujarnya.
Di satu sisi jamu sudah menjadi budaya masyarakat dan ada sejak lama. Di sisi lain, wisatawan dari luar negeri cenderung menaruh perhatian terhadap proses serta ilmu pengetahuan dan filosofi di balik suatu proses.
Jika mendapatkan segelas jamu untuk diminum, wisatawan akan memiliki beragam pertanyaan dalam benaknya, seperti bahan baku, proses pembuatanya, manfaat, dan sebagainya.
“Oleh karena itu, kami di Acaraki mengajak para wisatawan untuk menyaksikan proses penyeduhan jamu yang diseduh di hadapan mereka, mulai dari bahan kering yang digerus sampai ke penyeduhan dan pencampuran bahan untuk menghasilkan pesanan mereka,” katanya.
Tidak hanya itu, storytelling atau cerita yang mengangkat sejarah, filosofi, dan budaya terkait dengan jamu juga menjadi penting dalam menggaet wisatawan terkait dengan wellness tourism. Narasi itu sebagai “software” yang sepadan untuk menunjang “hardware” berupa jamu yang disajikan.
Dia mencontohkan, wisatawan hanya akan menganggap kunyit asam sebagai minuman herbal biasa jika mendapatkan suguhan begitu saja tanpa cerita dan penjelasannya. Namun, wisatawan akan memandang segelas kunyit asam sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar minuman ketika mendapatkan penjelasan.
“Di mana jamu mempunyai makna doa kesehatan dan penyuguhan jamu ini merupakan bentuk doa dan harapan dari tuan rumah untuk kesehatan para tamunya; layaknya di suatu perjamuan agung. Segelas kunyit asam tersebut akan mempunyai makna yang berbeda dan mendapatkan apresiasi lebih,” katanya.
Tak cuma itu, cerita tentang bahan baku yang digunakan juga dapat menjadi bagian menarik yang menarik wisatawan terhadap herbal asal Indonesia. Bukan tanpa alasan, bahan baku seperti kunyit yang berasal dari Subang, Jawa Barat, akan memiliki rasa yang berbeda dengan kunyit yang didatangkan dari Wonogiri, Jawa Tengah.
Dia menuturkan bahwa wisatawan dapat memperoleh narasi atau cerita tentang sejarah dan makna bahan baku jamu dan kaitannya terhadap budaya setempat. “Jadi bukan hanya fisik jamunya saja yang dinikmati, tetapi cerita yang menambah pemahaman akan bermanfaat bagi mental dan spiritual konsumen,” imbuhnya.
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania menilai jamu sebagai herbal khas Indonesia dapat dikemas dalam suatu paket perjalanan wisata wellness tourism ketika berkunjung ke beberapa daerah di Indonesia.
“Terutama ketika mereka melakukan perjalanan mengeksplorasi budaya, mengeksplorasi sejarah sekaligus dikemas dalam suatu paket tur yang bersifat meningkatkan wellbeing. Perjalanan yang mencerahkan psikis ataupun spiritual bagus jika herbal Indonesia atau rempah atau jamu ini masuk sebagai paket di dalamnya,” katanya.
Jamu bisa menjadi daya tarik bagi para wisatawan lantaran telah menjadi trademark Indonesia meskipun sejumlah negara tetangga juga memiliki sebutan jamu untuk beberapa ramuan tradisional yang dimiliki.
Semua pihak bisa menawarkan dan menghadirkan pengalaman eksotik tentang jamu ketika wisatawan berada di Indonesia, dengan cara menambahkan cerita cara budaya sehat dari zaman nenek moyang diterapkan melalui jamu.
“Mereka bisa merasakan sensasi tersendiri ketika misalnya mereka mencoba jamu, ketika bahkan mereka bisa mencoba membuat jamu bersama-sama. Itu menjadi suatu pengalaman yang menarik ketika mereka menyiapkan jamu, bahkan sebelumnya mereka bisa berkunjung ke kebun-kebun herbal. Jadi ini menjadi suatu paket yang integratif,” ujarnya.
Baca juga: Hypereport: Daftar 10 Destinasi Wellness Tourism Populer di Dunia
Tidak hanya itu, wisatawan juga dapat melihat tanaman-tanaman obat yang begitu beraneka ragam dan hanya dapat ditemui di Indonesia. Mereka bisa ikut meracik dan mengonsumsi jamu racikan sendiri. Aktivitas itu akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan buat para wisatawan. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan edukasi tentang jamu.
“Saya sendiri juga beberapa kali juga sebetulnya mengajak teman-teman dari luar negeri untuk kesini, dan ketika mereka merasakan jamu Indonesia, mereka ikut diberi pengetahuan ini terbuat dari bahan-bahan apa, cara membuatnya seperti apa. Mereka juga ikut semacam kursus meracik jamu, kemudian mereka meminumnya sendiri. Itu ternyata memang memberikan pengalaman yang mengesankan buat mereka,” katanya.
Inggrid mengungkapkan, jamu juga tidak hanya berada di Pulau Jawa mengingat berbagai daerah di Indonesia memiliki ragam macam ramuan kesehatan tradisional. Salah satu contohnya adalah teh talua atau teh telur di Sumatra Barat yang memiliki bahan teh dengan berbagai macam rempah serta telur.
Dia mengatakan bahwa banyak orang dari luar negeri telah merasakan manfaat dan khasiat dari minuman jamu atau rempah Indonesia yang menjadi keunggulan tersendiri dari wellness tourism. Beberapa dari mereka merasakan badan lebih segar dan berenergi.
Tantangan itu sangat beragam. Bagi Jony, ada dua tantangan terkait dengan jamu sebagai wellness tourism. Pertama adalah mayoritas masyarakat Indonesia memiliki persepsi yang buruk terhadap jamu.
“Sebagai sesuatu yang pahit, bau dan tidak menyenangkan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma penyampaian jamu dari generasi sebelumnya; di mana jamu seringkali dipaksakan [dicekok] kepada generasi selanjutnya kala sakit,” katanya.
Pengalaman masa lalu itu membuat masyarakat muda Indonesia pada saat ini cenderung menghindari konsumsi jamu. Mereka juga kerap tidak memperkenalkan jamu kepada anak cucu mereka.
Kedua, secara umum Jamu dipersepsikan sebagai obat. Dengan begitu, efisiensi dan khasiatnya dijadikan tolok ukur dan dibandingkan dengan obat modern. Kondisi ini membuat sisi jamu sebagai warisan budaya menjadi luntur dan asing – bahkan bagi warga negara Indonesia sendiri.
“Proses pembuatan Jamu dan efeknya terhadap mental dan spiritual pengguna seringkali diabaikan, padahal itulah bagian yang penting untuk melengkapi konsep wellness,” ujarnya.
Sementara itu, bagi Inggrid, tantangan tersebut meliputi promosi herbal Indonesia terhadap kalangan wisatawan. Tidak hanya itu, langkah memasukkan jamu ke dalam paket perjalanan wisata juga menjadi sesuatu yang tidak mudah, tetapi layak dicoba.
Kemudian, dia mengatakan bahwa tantangan lain adalah membuat agar jamu yang sudah berupa kemasan dapat menarik secara estetik. Tidak hanya itu, dia juga menilai penyajian jamu tradisional oleh sejumlah pihak juga perlu menjadi perhatian agar tetap memperhatikan kebersihan.
“Saya pernah mengajak kelompok wisatawan berkunjung ke suatu kedai jamu yang legendaris di suatu wilayah. Kemudian, ya memang banyak yang tertarik ketika tahu bahan-bahannya apa dan cara membuatnya bagaimana. Namun, mungkin ada beberapa wisatawan yang mereka melihat pembuatannya kurang bersih,” katanya.
Dengan berbagai tantangan yang harus diatasi, jamu sesungguhnya sangat potensial sebagai salah satu sektor wellness tourism.
Jony menilai pandemi Covid-19 yang terjadi dalam beberapa tahun telah menyadarkan masyarakat secara luas bahwa penyakit bisa berevolusi. Untuk menghadapi berbagai macam penyakit yang mungkin muncul, daya tahan tubuh memiliki peran penting.
“Daya tahan tubuh tidak bisa didapatkan secara instan tetapi perlu dibangun melalui gaya hidup sehat, olahraga rutin, memperhatikan asupan nutrisi yang baik dan termasuk konsumsi jamu secara rutin, tidak lupa mengukuhkannya dengan doa,” katanya.
Kondisi tersebut menjadi penyebab tren wellness mulai bertumbuh di semua bagian dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mendirikan Global Centre for Traditional Medicine di India dan menyelenggarakan The World First Global Summit for Traditional Medicine pada 17 Agustus 2023.
Kemudian, Unesco pun mengakui Budaya Sehat Jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia pada 6 Desember 2023. Statistik juga mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan mega biodiversivitas dunia terbesar kedua setelah Amazon.
Di negara yang terletak di garis khatulistiwa ini, ada 30.000 spesies dari 40.000 tanaman di dunia. Riset Tanaman Obat dan Jamu Indonesia (Ristoja) pada 2012, 2015 dan 2017 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan mencatat 32.013 ramuan jamu yang memanfaatkan hanya 2.848 spesies tanaman atau kurang dari 10 persen.
“Jadi bisa Anda bayangkan betapa besar potensi jenis dan varietas jamu yang dapat dikembangkan, selain kunyit asam, beras kencur, cabe puyang, dan lain-lain,” katanya. Kondisi tersebut juga menunjukan potensi yang sangat cerah untuk memperkenalkan jamu kepada dunia internasional.
Baca juga: 10 Jamu Khas Indonesia dan Manfaatnya untuk Kesehatan Tubuh
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Bagi masyarakat Indonesia, jamu merupakan minuman yang sudah sangat dikenal dan kerap menjadi konsumsi sehari-hari. Mereka meminum herbal asli Indonesia ini untuk berbagai macam tujuan, seperti menjaga kebugaran atau kesehatan.
Ya, bahan-bahan yang dibuat menjadi jamu memiliki beragam manfaat untuk tubuh, seperti kunyit, jahe, kencur, dan sebagainya. Namun, lebih dari itu, di balik beragam manfaat yang bagus untuk Kesehatan, jamu juga memiliki keunikan dan narasi yang tidak ditemukan di lokasi lain.
Narasi itu beragam, dari budaya, sejarah, sampai dengan prosesnya yang penuh filosofi. Kondisi ini menjadi daya Tarik bagi banyak wisatawan dari dalam dan luar negeri. Bukan tanpa alasan, para traveller kerap datang ke Indonesia untuk mencari sesuatu yang unik dan tidak didapatkan di lain tempat.
Baca juga laporan terkait:
- Hypereport: Potensi Meditasi & Retret Spiritual Jadi Arah Baru Wisata Dunia
- Hypereport: Potensi Besar Industri Spa & Pentingnya Etnaprana Jadi Identitas
Dia mengatakan bahwa konsep wellness adalah kesehatan secara menyeluruh, baik fisik, mental, dan spiritual. Kata jamu berasal dari bahasa Jawa kuno ‘Jampi’ yang berarti doa dan ‘Usodo’ yang berarti kesehatan.
“Sebagai doa kesehatan, jamu sudah mencakup konsep wellness karena selain sediaan fisik Jamu yang dipakai/dikonsumsi, pengguna juga dituntut untuk melakukannya secara rutin dan mengukuhkannya dengan doa,” ujarnya.
Di satu sisi jamu sudah menjadi budaya masyarakat dan ada sejak lama. Di sisi lain, wisatawan dari luar negeri cenderung menaruh perhatian terhadap proses serta ilmu pengetahuan dan filosofi di balik suatu proses.
Jika mendapatkan segelas jamu untuk diminum, wisatawan akan memiliki beragam pertanyaan dalam benaknya, seperti bahan baku, proses pembuatanya, manfaat, dan sebagainya.
“Oleh karena itu, kami di Acaraki mengajak para wisatawan untuk menyaksikan proses penyeduhan jamu yang diseduh di hadapan mereka, mulai dari bahan kering yang digerus sampai ke penyeduhan dan pencampuran bahan untuk menghasilkan pesanan mereka,” katanya.
Tidak hanya itu, storytelling atau cerita yang mengangkat sejarah, filosofi, dan budaya terkait dengan jamu juga menjadi penting dalam menggaet wisatawan terkait dengan wellness tourism. Narasi itu sebagai “software” yang sepadan untuk menunjang “hardware” berupa jamu yang disajikan.
Dia mencontohkan, wisatawan hanya akan menganggap kunyit asam sebagai minuman herbal biasa jika mendapatkan suguhan begitu saja tanpa cerita dan penjelasannya. Namun, wisatawan akan memandang segelas kunyit asam sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar minuman ketika mendapatkan penjelasan.
“Di mana jamu mempunyai makna doa kesehatan dan penyuguhan jamu ini merupakan bentuk doa dan harapan dari tuan rumah untuk kesehatan para tamunya; layaknya di suatu perjamuan agung. Segelas kunyit asam tersebut akan mempunyai makna yang berbeda dan mendapatkan apresiasi lebih,” katanya.
Tak cuma itu, cerita tentang bahan baku yang digunakan juga dapat menjadi bagian menarik yang menarik wisatawan terhadap herbal asal Indonesia. Bukan tanpa alasan, bahan baku seperti kunyit yang berasal dari Subang, Jawa Barat, akan memiliki rasa yang berbeda dengan kunyit yang didatangkan dari Wonogiri, Jawa Tengah.
Dia menuturkan bahwa wisatawan dapat memperoleh narasi atau cerita tentang sejarah dan makna bahan baku jamu dan kaitannya terhadap budaya setempat. “Jadi bukan hanya fisik jamunya saja yang dinikmati, tetapi cerita yang menambah pemahaman akan bermanfaat bagi mental dan spiritual konsumen,” imbuhnya.
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania menilai jamu sebagai herbal khas Indonesia dapat dikemas dalam suatu paket perjalanan wisata wellness tourism ketika berkunjung ke beberapa daerah di Indonesia.
“Terutama ketika mereka melakukan perjalanan mengeksplorasi budaya, mengeksplorasi sejarah sekaligus dikemas dalam suatu paket tur yang bersifat meningkatkan wellbeing. Perjalanan yang mencerahkan psikis ataupun spiritual bagus jika herbal Indonesia atau rempah atau jamu ini masuk sebagai paket di dalamnya,” katanya.
Jamu bisa menjadi daya tarik bagi para wisatawan lantaran telah menjadi trademark Indonesia meskipun sejumlah negara tetangga juga memiliki sebutan jamu untuk beberapa ramuan tradisional yang dimiliki.
Semua pihak bisa menawarkan dan menghadirkan pengalaman eksotik tentang jamu ketika wisatawan berada di Indonesia, dengan cara menambahkan cerita cara budaya sehat dari zaman nenek moyang diterapkan melalui jamu.
“Mereka bisa merasakan sensasi tersendiri ketika misalnya mereka mencoba jamu, ketika bahkan mereka bisa mencoba membuat jamu bersama-sama. Itu menjadi suatu pengalaman yang menarik ketika mereka menyiapkan jamu, bahkan sebelumnya mereka bisa berkunjung ke kebun-kebun herbal. Jadi ini menjadi suatu paket yang integratif,” ujarnya.
Baca juga: Hypereport: Daftar 10 Destinasi Wellness Tourism Populer di Dunia
Penjual jamu (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Abdurachman)
“Saya sendiri juga beberapa kali juga sebetulnya mengajak teman-teman dari luar negeri untuk kesini, dan ketika mereka merasakan jamu Indonesia, mereka ikut diberi pengetahuan ini terbuat dari bahan-bahan apa, cara membuatnya seperti apa. Mereka juga ikut semacam kursus meracik jamu, kemudian mereka meminumnya sendiri. Itu ternyata memang memberikan pengalaman yang mengesankan buat mereka,” katanya.
Inggrid mengungkapkan, jamu juga tidak hanya berada di Pulau Jawa mengingat berbagai daerah di Indonesia memiliki ragam macam ramuan kesehatan tradisional. Salah satu contohnya adalah teh talua atau teh telur di Sumatra Barat yang memiliki bahan teh dengan berbagai macam rempah serta telur.
Dia mengatakan bahwa banyak orang dari luar negeri telah merasakan manfaat dan khasiat dari minuman jamu atau rempah Indonesia yang menjadi keunggulan tersendiri dari wellness tourism. Beberapa dari mereka merasakan badan lebih segar dan berenergi.
Tantangan Pengembangan Jamu
Terlepas dari daya tarik yang dimiliki dari berupa minuman, narasi, sejarah, dan budaya yang ada, Inggrid dan Jony sepakat bahwa sejumlah tantangan masih perlu diatasi agar potensi jamu sebagai wellness tourism dapat tergarap dengan maksimal.Tantangan itu sangat beragam. Bagi Jony, ada dua tantangan terkait dengan jamu sebagai wellness tourism. Pertama adalah mayoritas masyarakat Indonesia memiliki persepsi yang buruk terhadap jamu.
“Sebagai sesuatu yang pahit, bau dan tidak menyenangkan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma penyampaian jamu dari generasi sebelumnya; di mana jamu seringkali dipaksakan [dicekok] kepada generasi selanjutnya kala sakit,” katanya.
Pengalaman masa lalu itu membuat masyarakat muda Indonesia pada saat ini cenderung menghindari konsumsi jamu. Mereka juga kerap tidak memperkenalkan jamu kepada anak cucu mereka.
Kedua, secara umum Jamu dipersepsikan sebagai obat. Dengan begitu, efisiensi dan khasiatnya dijadikan tolok ukur dan dibandingkan dengan obat modern. Kondisi ini membuat sisi jamu sebagai warisan budaya menjadi luntur dan asing – bahkan bagi warga negara Indonesia sendiri.
“Proses pembuatan Jamu dan efeknya terhadap mental dan spiritual pengguna seringkali diabaikan, padahal itulah bagian yang penting untuk melengkapi konsep wellness,” ujarnya.
Pembuatan jamu memanfaatkan bahan-bahan herbal dan alami (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti)
Kemudian, dia mengatakan bahwa tantangan lain adalah membuat agar jamu yang sudah berupa kemasan dapat menarik secara estetik. Tidak hanya itu, dia juga menilai penyajian jamu tradisional oleh sejumlah pihak juga perlu menjadi perhatian agar tetap memperhatikan kebersihan.
“Saya pernah mengajak kelompok wisatawan berkunjung ke suatu kedai jamu yang legendaris di suatu wilayah. Kemudian, ya memang banyak yang tertarik ketika tahu bahan-bahannya apa dan cara membuatnya bagaimana. Namun, mungkin ada beberapa wisatawan yang mereka melihat pembuatannya kurang bersih,” katanya.
Dengan berbagai tantangan yang harus diatasi, jamu sesungguhnya sangat potensial sebagai salah satu sektor wellness tourism.
Jony menilai pandemi Covid-19 yang terjadi dalam beberapa tahun telah menyadarkan masyarakat secara luas bahwa penyakit bisa berevolusi. Untuk menghadapi berbagai macam penyakit yang mungkin muncul, daya tahan tubuh memiliki peran penting.
“Daya tahan tubuh tidak bisa didapatkan secara instan tetapi perlu dibangun melalui gaya hidup sehat, olahraga rutin, memperhatikan asupan nutrisi yang baik dan termasuk konsumsi jamu secara rutin, tidak lupa mengukuhkannya dengan doa,” katanya.
Kondisi tersebut menjadi penyebab tren wellness mulai bertumbuh di semua bagian dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mendirikan Global Centre for Traditional Medicine di India dan menyelenggarakan The World First Global Summit for Traditional Medicine pada 17 Agustus 2023.
Kemudian, Unesco pun mengakui Budaya Sehat Jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia pada 6 Desember 2023. Statistik juga mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan mega biodiversivitas dunia terbesar kedua setelah Amazon.
Di negara yang terletak di garis khatulistiwa ini, ada 30.000 spesies dari 40.000 tanaman di dunia. Riset Tanaman Obat dan Jamu Indonesia (Ristoja) pada 2012, 2015 dan 2017 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan mencatat 32.013 ramuan jamu yang memanfaatkan hanya 2.848 spesies tanaman atau kurang dari 10 persen.
“Jadi bisa Anda bayangkan betapa besar potensi jenis dan varietas jamu yang dapat dikembangkan, selain kunyit asam, beras kencur, cabe puyang, dan lain-lain,” katanya. Kondisi tersebut juga menunjukan potensi yang sangat cerah untuk memperkenalkan jamu kepada dunia internasional.
Baca juga: 10 Jamu Khas Indonesia dan Manfaatnya untuk Kesehatan Tubuh
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.