ilustrasi obat herbal. (Sumber foto: Unsplash/Chinese Medicine Podcast)

Marak Bisnis Produk Herbal dengan Modal Terjangkau, Tapi Ada Syaratnya

07 February 2023   |   07:30 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Industri pengembangan jamu dan produk herbal di Indonesia terus berkembang. Hal ini tidak lepas dari dukungan pemerintah terhadap penggunaan produk obat modern asli Indonesia (OMAI) baik dalam bentuk Obat Herbal Terstandarisasi (OHT) maupun fitofarmaka di fasilitas pelayanan kesehatan formal.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan juga telah meluncurkan formularium fitofarmaka yang memungkinkan klinisi di berbagai faskes untuk meresepkan fitofarmaka sebagai obat modern berbahan herbal kepada pasien guna mengurangi ketergantungan terhadap obat dan bahan baku obat impor.

Baca juga: Ingin Kembangkan Brand Skincare Sendiri? Segini Modal yang Perlu Disiapkan

Dukungan terhadap transformasi industri farmasi melalui hilirisasi dan industrialisasi obat berbahan herbal juga dilakukan oleh Kementerian Perindustrian dengan membangun fasilitas fitofarmaka di Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BBSPJI) Kimia, Farmasi, dan Kemasan.

Fasilitas yang dibangun melalui pendanaan Surat Berharga Syariah Negara ini, diberi nama House of Wellness dengan tujuan menjadi sarana penumbuhan industri ekstrak, obat herbal terstandar, dan khususnya fitofarmaka.

House of Wellness akan memberikan pelayanan kepada industri dalam mengembangkan produk fitofarmaka dan mewujudkan Indonesia sebagai negara mandiri dalam industri kesehatan, baik dari sisi obat-obatan maupun alat kesehatan.

Fasilitas tersebut akan mengolah bahan baku alam menjadi simplisia, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka yang memenuhi standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Dwi Ranny Pertiwi mengatakan pemanfaatan tanaman herbal untuk diolah menjadi obat modern seperti OHT dan fitofarmaka memang sudah mulai berkembang tetapi jumlahnya masih minim.

Berdasarkan data dari BPOM, jumlah produk OMAI yang sudah terdaftar mencapai 86 OHT dan 26 Fitofarmaka. Sementara itu, produk jamu jumlahnya sudah mencapai lebih dari 12.000 merek jauh lebih banyak dibandingkan OHT dan fitofarmaka.
 

Ilustrasi bahan herbal. (Sumber foto: Unsplash/Conscious Design)

Ilustrasi bahan herbal. (Sumber foto: Unsplash/Conscious Design)

“Untuk produk jamu yang dikembangkan oleh UMKM dan home industri harus menggunakan bahan baku yang sudah ditetapkan dan sudah diekstrak, diolah sesuai standar, memiliki izin edar, terdaftar resmi di BPOM, serta memiliki logo halal,” ujar Dwi.

Adapun biaya yang dibutuhkan untuk mendaftarkan produk jamu ini terbilang cukup terjangkau, masih di bawah Rp1 juta.

Sementara itu, ketika pelaku usaha ingin produk jamunya naik kelas menjadi OHT, maka mereka harus menyiapkan berbagai sarana dan prasarana teknologi pendukung, serta menyiapkan biaya sekitar Rp400 juta hingga Rp500 juta untuk pengajuan produk.

Bahkan jika akan dikembangkan menjadi Fitofarmaka, pelaku industri harus menyediakan biaya hingga miliaran rupiah. Apalagi pelaku industri tersebut juga harus memiliki sarana dan prasarana yang lengkap serta sudah tersertifikasi.

“Makanya untuk produk OMAI belum bertambah banyak karena biaya yang dibutuhkan juga cukup besar,” ujarnya.

Meski demikian, produk jamu juga berkualitas karena bahan baku yang digunakan sudah terbukti memiliki khasiat secara empiris. Bahkan tak sedikit pula produk jamu yang sudah diresepkan dokter dan khasiatnya sudah terbukti secara ilmiah.

Sementara itu, terkait potensi ekspor produk obat berbahan herbal ini menurutnya masih sangat besar. Badan POM termasuk GP Jamu giat membantu industri kecil untuk mengembangkan produknya hingga ke berbagai negara.

Untuk saat ini, setidaknya produk jamu sudah ada di 152 negara baik dalam bentuk jamu, kapsul, tablet, cairan, maupun minyak oles.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda
 

SEBELUMNYA

Intip 5 Profil Seniman Muda yang Karyanya Hadir di Art Jakarta Gardens 2023

BERIKUTNYA

Debut Film Panjang Sutradara Sidharta Tata, Waktu Maghrib Tayang 9 Februari

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: