Pameran Unconditional Love: Saat Cinta Tak Bersyarat Dimaknai Lewat Bahasa Rupa
28 February 2024 |
20:12 WIB
Tema cinta selalu tak pernah habis dieksplorasi dalam berbagai karya. Telinga kita tentu sudah tidak asing dengan lagu percintaan yang didengar saat berselancar di dunia maya. Bahkan, gawai seseorang juga dipenuhi emoji love sebagai simbol rasa suka.
Belum lama ini, premis besar dari cinta juga digunakan sebagai tajuk pameran seni rupa, Unconditional Love (Cinta Tanpa Syarat) di Creativite Indonesia, Neha Hub, Jakarta. Berlangsung hingga 17 Maret 2024, ekshibisi ini memacak karya dari 23 pekerja kreatif multidisiplin Indonesia.
Baca juga: Hypereport: Sajak Cinta dan Melodi Romantis Pasangan Musisi yang Berkarier Bersama
Sejumlah kreator itu ada yang berprofesi sebagai seniman, fotografer, penulis, hingga desainer. Lewat berbagai media yang ditampilkan, mereka merefleksikan ekspresi cinta tanpa syarat dan menuangkannya ke dalam karya seni rupa baik dua dan tiga dimensi, yang estetik dan menggetarkan.
Misalnya lewat karya berjudul Pertukaran Jiwo dan Menetap dari Alienpang. Dalam lukisan yang dibuat di atas media seperti kapas itu, sang perupa menggambar karakter kucing yang ditengarai bisa mengendus roh jahat dan roh baik. Seri zine kapas ini juga menghadirkan gambar kucing laiknya karakter manusia penuh cinta.
Lain lagi Intan Anggita Pratiwi. Dia membuat kolase dari kain-kain perca yang dibingkai dalam sebuah pigura kayu. Hasilnya adalah sebuah lukisan bernuansa abstrak dekoratif bertajuk Surah Daur Sandang dan Serat Wawas Sandang yang terdiri dari berbagai limbah fashion (recycling fabric, fabric waste, and others, 90x80 cm,2024).
Menikmati karya tersebut, kita seolah diajak melihat susunan-susunan sisa kain yang memiliki sejarah yang berbeda. Penggunaan judul yang menggunakan idiomatik Jawa juga mengingatkan kita terhadap bentuk kemawasan diri dalam melihat bumi yang dipijak sudah mulai menua, dan hanya menjadi tempat berakhirnya sampah dari manusia.
kurator pameran Unconditional Love, Gie Sanjaya mengatakan, pameran ini memang dihelat untuk merayakan Hari Kasih Sayang atau Valentine. Namun, karena momen tersebut beriringan dengan Pemilu, akhirnya diundur. "Untuk pemilihan para pameris, saya pilih seniman lintas disiplin. Sebab seni itu tanpa batas. Bahkan bisa menjadi advokasi dari sudut pandang para seniman,"katanya.
Selain para perupa di muka, pameran ini juga diikuti Aila Affandi, Felisa Tan, Bani Arbieta Amir, Camilla Astari, Demas Fajar Ariya, Fachriza Jayadimasyah, Ferdy Thaeras, Gracia Veronica, Lampurio. Ada pula Mira El Amir, Natasya Kamalia, Nirwan Sambudi, Rio Setia Monata, Tempa, Tulus Mulia, Vindy Ariella, Vonny Ratna Indah, Walid Syarthowi Basmalah, dan Yunara (Wina & Yusha).
Baca juga: Hypereport: Pasangan Seniman Terkenal di Dunia
Euforia dari cinta tidak melulu menghadirkan perasaan bahagia atau suasana indah dan menyenangkan untuk dijalani. Ibarat mata pisau, cinta juga menghadirkan keterpurukan yang berasal dari luka. Namun, sisi lain dari bahasa universal manusia itu juga bisa menjadi energi untuk berkarya, salah satunya untuk melukis.
Misalnya lewat karya Camilla Astari berjudul For Eternity (2023), After Blue (2024), dan Sua Lumina Sidus (2024) (oil on wood, 40 x 40 cm). Dalam karya ini, sang perupa mengimak gugusan awan berarak sebagai metafora indahnya cinta. Namun, di masa tertentu muncul bulan sabit yang menyobek keindahan awan bernuansa putih itu.
"Sebagaimana langit, kita hidup dalam berbagai fase. Jadi, lukisan ini merupakan seri berkepanjangan. Artinya aku memang ingin mendatangkan dari situasi gelap gulita, sampai visual yang terang, yang itu juga terjadi dalam diri manusia,"katanya.
Perupa muda Nirwan Sambudi juga memvisualkan bahasa cinta tak bersyarat lewat dua judul karya, yang mana salah satunya terdiri dari enam series. Yaitu Menemui Diri Menetapkan (acrylic, mirror on canvas, 50x53cm, 2024) dan Rasa Adalah Rasa yang terdiri dari berbagai media campuran dengan ukuran yang beragam.
"Aku pakai jarum jam di atas kanvas karena ingin berefleksi kiranya dalam setiap jarum atau penjuru waktu, antar sesama bisa memikirkan mengenai apa itu kedamaian dan ketenangan," katanya.
Gie juga memberikan catatan kurasinya mengenai tema cinta tanpa syarat. Dari bentuk sapuan kuas lembut yang mencerminkan ikatan kekeluargaan hingga lepa tebal yang melambangkan ketangguhan persahabatan, pameran ini merupakan sebuah simfoni visual yang mengeksplorasi aneka ekspresi cinta dari manusia.
Baca juga: Hypereport: Pasangan Seniman yang Merayakan Cinta Lewat Seni Rupa
Tak hanya itu, cinta tak bersyarat juga dibahasakan Gie sebagai kebijaksanaan ilahi. "Cinta tanpa syarat adalah sebentuk kebijaksanaan ilahi yang menyentuh ruang terdalam dalam diri kita, merangkul tanpa pamrih, dan menyinari dengan kehangatan yang tidak memandang perbedaan," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Belum lama ini, premis besar dari cinta juga digunakan sebagai tajuk pameran seni rupa, Unconditional Love (Cinta Tanpa Syarat) di Creativite Indonesia, Neha Hub, Jakarta. Berlangsung hingga 17 Maret 2024, ekshibisi ini memacak karya dari 23 pekerja kreatif multidisiplin Indonesia.
Baca juga: Hypereport: Sajak Cinta dan Melodi Romantis Pasangan Musisi yang Berkarier Bersama
Sejumlah kreator itu ada yang berprofesi sebagai seniman, fotografer, penulis, hingga desainer. Lewat berbagai media yang ditampilkan, mereka merefleksikan ekspresi cinta tanpa syarat dan menuangkannya ke dalam karya seni rupa baik dua dan tiga dimensi, yang estetik dan menggetarkan.
Misalnya lewat karya berjudul Pertukaran Jiwo dan Menetap dari Alienpang. Dalam lukisan yang dibuat di atas media seperti kapas itu, sang perupa menggambar karakter kucing yang ditengarai bisa mengendus roh jahat dan roh baik. Seri zine kapas ini juga menghadirkan gambar kucing laiknya karakter manusia penuh cinta.
Karya seni Intan Anggita Pratiwi berjudul urah Daur Sandang dan Serat Wawas Sandang. (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Menikmati karya tersebut, kita seolah diajak melihat susunan-susunan sisa kain yang memiliki sejarah yang berbeda. Penggunaan judul yang menggunakan idiomatik Jawa juga mengingatkan kita terhadap bentuk kemawasan diri dalam melihat bumi yang dipijak sudah mulai menua, dan hanya menjadi tempat berakhirnya sampah dari manusia.
kurator pameran Unconditional Love, Gie Sanjaya mengatakan, pameran ini memang dihelat untuk merayakan Hari Kasih Sayang atau Valentine. Namun, karena momen tersebut beriringan dengan Pemilu, akhirnya diundur. "Untuk pemilihan para pameris, saya pilih seniman lintas disiplin. Sebab seni itu tanpa batas. Bahkan bisa menjadi advokasi dari sudut pandang para seniman,"katanya.
Selain para perupa di muka, pameran ini juga diikuti Aila Affandi, Felisa Tan, Bani Arbieta Amir, Camilla Astari, Demas Fajar Ariya, Fachriza Jayadimasyah, Ferdy Thaeras, Gracia Veronica, Lampurio. Ada pula Mira El Amir, Natasya Kamalia, Nirwan Sambudi, Rio Setia Monata, Tempa, Tulus Mulia, Vindy Ariella, Vonny Ratna Indah, Walid Syarthowi Basmalah, dan Yunara (Wina & Yusha).
Baca juga: Hypereport: Pasangan Seniman Terkenal di Dunia
Cinta & Luka
Euforia dari cinta tidak melulu menghadirkan perasaan bahagia atau suasana indah dan menyenangkan untuk dijalani. Ibarat mata pisau, cinta juga menghadirkan keterpurukan yang berasal dari luka. Namun, sisi lain dari bahasa universal manusia itu juga bisa menjadi energi untuk berkarya, salah satunya untuk melukis.Misalnya lewat karya Camilla Astari berjudul For Eternity (2023), After Blue (2024), dan Sua Lumina Sidus (2024) (oil on wood, 40 x 40 cm). Dalam karya ini, sang perupa mengimak gugusan awan berarak sebagai metafora indahnya cinta. Namun, di masa tertentu muncul bulan sabit yang menyobek keindahan awan bernuansa putih itu.
"Sebagaimana langit, kita hidup dalam berbagai fase. Jadi, lukisan ini merupakan seri berkepanjangan. Artinya aku memang ingin mendatangkan dari situasi gelap gulita, sampai visual yang terang, yang itu juga terjadi dalam diri manusia,"katanya.
Karya Camilla Astari berjudul For Eternity (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Perupa muda Nirwan Sambudi juga memvisualkan bahasa cinta tak bersyarat lewat dua judul karya, yang mana salah satunya terdiri dari enam series. Yaitu Menemui Diri Menetapkan (acrylic, mirror on canvas, 50x53cm, 2024) dan Rasa Adalah Rasa yang terdiri dari berbagai media campuran dengan ukuran yang beragam.
"Aku pakai jarum jam di atas kanvas karena ingin berefleksi kiranya dalam setiap jarum atau penjuru waktu, antar sesama bisa memikirkan mengenai apa itu kedamaian dan ketenangan," katanya.
Gie juga memberikan catatan kurasinya mengenai tema cinta tanpa syarat. Dari bentuk sapuan kuas lembut yang mencerminkan ikatan kekeluargaan hingga lepa tebal yang melambangkan ketangguhan persahabatan, pameran ini merupakan sebuah simfoni visual yang mengeksplorasi aneka ekspresi cinta dari manusia.
Baca juga: Hypereport: Pasangan Seniman yang Merayakan Cinta Lewat Seni Rupa
Tak hanya itu, cinta tak bersyarat juga dibahasakan Gie sebagai kebijaksanaan ilahi. "Cinta tanpa syarat adalah sebentuk kebijaksanaan ilahi yang menyentuh ruang terdalam dalam diri kita, merangkul tanpa pamrih, dan menyinari dengan kehangatan yang tidak memandang perbedaan," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.