pasangan perupa Nindityo Adipurnomo dan Mella Jaarsma (Sumber gambar: Instagram/adipurnomonindityo)

Hypereport: Pasangan Seniman yang Merayakan Cinta Lewat Seni Rupa

11 February 2024   |   17:03 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Like
Di dunia seni yang luas, beberapa pasangan memang tidak hanya berbagi hubungan mendalam pada kehidupan pribadi semata, tetapi juga menemukan sekaligus membentuk harmoni dalam seni yang menenangkan sekaligus meledakkan.

Hal tersebut misalnya terjadi pada pasangan perupa Nindityo Adipurnomo dan Mella Jaarsma. Di salah satu sudut kota Yogyakarta, yang juga menjadi tempat tinggal keduanya, Nindit dan Mella membina rumah tangga sekaligus terus memupuk kecintaan mereka terhadap seni rupa melalui berabagai cara.

Nindityo dan Mella bukanlah nama yang asing lagi bagi dunia seni Indonesia. Kiprah pasangan perupa ini tidak hanya mewujud dalam bentuk-bentuk kekaryaannya yang otentik, tetapi juga lewat perannya sebagai pendiri Cemeti for Arts and Society, sebuah platform seni kontemporer tertua di Indonesia.
 

pasangan perupa Nindityo Adipurnomo dan Mella Jaarsma (Sumber gambar: Instagram/adipurnomonindityo)

pasangan perupa Nindityo Adipurnomo dan Mella Jaarsma (Sumber gambar: Instagram/adipurnomonindityo)


Cemeti for Arts and Society (sebelumnya Cemeti Gallery, lalu Cemeti Art House) yang terletak di Yogyakarta dirintis oleh pasangan seniman ini pada 1988. Platform revolusioner yang dibuat dua sejoli ini lantas bersalin rupa menjadi kunci bermulanya dan berkembangnya seni rupa alternatif, eksperimental, dan kontemporer di kota Pelajar tersebut.

Baca juga:   Hypereport: Menggali Kembali Harta Karun Warisan Budaya

Jauh sebelum Yogyakarta memiliki ekosistem seni yang segemerlap saat ini, kota Gudeg ini pernah melewati periode yang berbeda. Pada dekade 1980-an, ruang pameran di Yogyakarta masih cukup terbatas.

Kalau pun ada, birokrasi untuk menggelar pamerannya rumit dan ini menjadi tantangan bagi para seniman. Alasan-alasan tersebut kemudian mendorong Mella dan Nindit membangun ruang pameran alternatif bernama Cemeti.

“Cemeti dibuat ketika kami, yang sama-sama berlatar sekolah seni, sedang berada di tahap-tahap akhir. Ketika itu, kami memikirkan harus bisa membuat sesuatu yang membuat kami bisa terus bekerja dengan kesenian,” ungkap Nindit kepada Hypeabis.id.

Bayangan awal Nindit dan Mella pada awalnya adalah membuat wadah seperti artist-run spaces, yakni sebuah kelompok seniman yang bisa mempresentasikan karya-karya, membuat diskusi, publikasi, dan interaksi dengan publik.

Semangat tersebut kemudian mewujud pada Cemeti. Seiring berjalannya waktu, Cemeti makin berkembang. Tidak hanya memamerkan karya seniman Yogyakarta dan Indonesia, tetapi juga seniman internasional, melahirkan program residensi, workshop, dan beberapa yang lain juga.

Kini, pada usianya yang kini mulai menyentuh 36 tahun, Cemeti masih terus konsisten menjadi platform bagi seniman dan praktisi kebudayaan untuk mengembangkan, menyajikan, dan mempraktikkan aktivitas mereka lewat kolaborasi bersama kurator, peneliti, aktivis, penulis dan performer, serta komunitas lokal di Yogyakarta.

Menjaga keberlangsungan Cemeti diakui Nindit bukan hal yang mudah. Platform ini telah mengalami periode naik dan turun yang penuh cerita, termasuk dalam hal finansial. Namun, hal tersebut menjadi pengalaman yang terus membentuh wadah ini berkembang dan menemukan posisinya.

Baca juga:  Hypereport: Kerja Berat Melestarikan Bangunan Cagar Budaya

Pada periode tertentu, Nindit bahkan mesti menggabungkan penjualan karya pribadi dirinya dan istri ke dalam arus kas Cemeti. Sesuatu yang dalam ilmu bisnis dianggap tidak sehat, tetapi nyatanya tetap dilakukan.

Bagi Nindit dan Mella, hidupnya adalah untuk kesenian. Urusan bisnis menjadi yang kesekian. Sebuah prinsip yang membuat keberlangsungan Cemeti menjadi sebuah keharusan dan mesti dipertahankan.
 

Seniman Nindityo Adipurnomo (dari kiri) berbincang dengan Kurator Mira Asriningtyas, Kurator Dito Yuwono, Sutradara Kamila Andini dan Pemilik D Gallerie Esti Nurjadin saat pembukaan pameran tunggal Nindityo Adipurnomo berjudul Rhinolophus Sinicus di D Gallerie, Jakarta, Sabtu (27/5/2023).  (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti )

Seniman Nindityo Adipurnomo (dari kiri) berbincang dengan Kurator Mira Asriningtyas, Kurator Dito Yuwono, Sutradara Kamila Andini dan Pemilik D Gallerie Esti Nurjadin saat pembukaan pameran tunggal Nindityo Adipurnomo berjudul Rhinolophus Sinicus di D Gallerie, Jakarta, Sabtu (27/5/2023). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti )


Kini keduanya merasa bersyukur karena Cemeti bisa terus menjaga eksistensinya. Saat ini pengelolaan Cemeti juga terus berbenah. Keduanya juga telah memutuskan untuk keluar atau setidaknya berjarak, dan lebih memasrahkan platform ini untuk dikembangkan oleh generasi yang lebih muda.

Menurut Nindit, regenerasi dalam sebuah kolektif, galeri, atau institusi memang menjadi hal yang diperlukan. Namun, di luar itu, dirinya dan istri juga ingin lebih fokus untuk berkarya. Keduanya pun kini tampak lebih rajin terlibat dalam berbagai pameran atau project seni lain.

Dalam hal kekaryaan, Nindit dan Mella menjadi pasangan yang cukup unik. Sebab, hidup bersama bukan berarti keduanya serupa dalam hal kesenian. Justru keduanya memiliki ciri khas yang begitu kentara.

Nindit dan Mella memiliki studio masing-masing yang terpisah. Karya keduanya juga berkembang dan memiliki estetika yang berbeda. Kendati demikian, diakuinya ini jadi hal menarik, terutama ketika keduanya berdiskusi tentang filsafat kesenian di ranah masing-masing menjadi sebuah harmoni yang indah.  


Berbagi Peran dan Saling Mengisi


Segendang sepenarian, harmoni dalam seni juga telah mempertemukan pasangan perupa I Made Arya Dwita Dedok dan Grace Tjondronimpuno. Pasangan perupa yang sama-sama lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini juga kerap mengungkap perasaan cinta dan kasih sayang ke dalam karya-karyanya.

Baca juga:  Hypereport: Menengok Upaya Restorasi Aset Seni Nasional

Pada akhir tahun lalu, keduanya menggelar pameran bersama bertajuk ‘Say It With Love’. Pameran yang digelar mulai 25 Oktober sampai 23 Desember 2023 ini menjadi wujud ekspresi keduanya untuk menebar cinta ke semua orang.
 

a

I Made Arya Dwita Dedok dan Grace Tjondronimpuno (Sumber gambar: dok pribadi Dedok)


Dalam pameran yang digelar di Garrya Bianti Yogyakarta tersebut, Grace Tjondronimpuno menyuguhkan sejumlah judul, seperti In The Shade of Love, I Love You, Love & Peace, Unity ini Diversity, hinga A Massage, sedangkan I Made Arya Dwita Dedok menghadirkan karyanya berjudul You & Me, Romance, Dancing of Love, The Spirit of Love, dan Say It With Love yang jadi tajuk dalam pameran ini.

Sebagai pasangan seniman, keduanya juga telah melalang buana ke berbagai pameran nasional maupun mancanegara. Termasuk, keduanya juga berpartisipasi dalam The 21st (Public Appeal) International Art Exchange Exhibition (2022) di Tokyo, Jepang. Dirinya bersama Grace menjadi salah satu wakil Indonesia yang mengikuti pameran di Tokyo Metropolitan Art Museum, Jepang. Masing-masing mengirimkan satu karya.

“Kita mulai melakukan project seni bersama sewaktu kuliah. Dalam hal berkarya, bahkan Grace lebih dahulu bisa ‘tampil’, dia sudah ke Amerika 2007, kemudian saya baru mulai menyusul. Lalu, mulai berkembang bersama,” ucap Dedok kepada Hypeabis.id.

Dalam perjalannnya, kekaryaan keduanya bisa dibilang saling mengisi. Bukan hanya dalam hal kesenian, melainkan juga rumah tangga. Keduanya berbagi peran yang sama dan itu dinilainya terus membentuk pengalaman yang makin memperkarya keseniannya.
 

I Made Arya Dwita Dedok dan Grace Tjondronimpuno (Sumber gambar: dok pribadi Dedok)

I Made Arya Dwita Dedok dan Grace Tjondronimpuno (Sumber gambar: dok pribadi Dedok)


Bagi Dedok, memiliki pasangan sesama perupa merupakan sebuah rasa syukur. Sebab, keduanya bisa saling mendukung dalam hal kesenian. Keduanya juga terus bercita-cita bisa berpameran berdua dan perlahan hal tersebut mulai menjadi kenyataan. Dimulai dari pameran berdua di Surabaya pada 2019 hingga yang terakhir Say It With Love pada 2023. Ke depan, berbagai project seni pun masih akan dilakukan berdua.

“Berkesenian itu saling support saling mengisi. Kehidupan berkesenian dan pekerjaan rumah tangga juga begitu. Jangan anggap pekerjaan rumah tangga itu enak, di rumah juga enggak habis-habis. Jadi, mesti saling mendukung, saling berbagi peran,” imbuhnya.

Baca juga:   Hypereport: Jalan Panjang Pengarsipan Musik Digital dan Restorasi Rilisan Analog

Editor:  Puput Ady Sukarno

SEBELUMNYA

Anime Festival Asia Hadir Lagi di Indonesia setelah 6 Tahun, Catat Tanggalnya!

BERIKUTNYA

Kisah Pernikahan Palsu Jeon Jong-seo & Kim Do-wan dalam Drakor Wedding Impossible

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: