Taman High Line di Kota New York, AS adalah salah satu proyek placemaking. (Sumber gambar: Urban Design Lab)

ARCH:ID 2024 Dihadiri 22.000 Pengunjung, Soroti Pentingnya Placemaking dalam Desain Kota

26 February 2024   |   20:53 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Forum sekaligus pameran arsitektur ARCH: ID baru saja rampung digelar selama tiga hari, pada 22-25 Februari 2024 di ICE BSD City Tangerang Selatan. Acara yang menjadi pertemuan para ahli, praktisi, dan akademisi di bidang rancang bangun itu sukses menarik minat pengunjung, hingga mencatatkan peningkatan jumlah audiens.

Arsitek sekaligus kurator ARCH:ID Nelly Lolita Daniel menyebutkan bahwa selama tiga hari gelarannya, ARCH:ID mendatangkan sekitar 22.000 pengunjung, dengan 300 brand yang ikut berpartisipasi. Angka ini meningkat sekitar 40 persen dari gelaran tahun lalu yang dihadiri oleh 17.000 pengunjung serta 200 brand.

"Kami agak kaget juga pengunjungnya bisa sebanyak itu. Hari pertama dan kedua memang koridor-koridornya cukup padat, dan hampir semua booth itu ramai bahkan ada yang sampai antre," katanya saat dihubungi Hypeabis.id, Senin (26/2/2024). 

Baca juga: Eksklusif Yori Antar: Menjaga & Melestarikan Rumah Adat Demi Keberlangsungan Arsitektur Nusantara

Tahun ini, ARCH:ID mengangkat tema Placemaking: Tolerance. Placemaking adalah sebuah filosofi, konsep, dan pendekatan yang memberi sinergi maksimal antara kualitas ruang dengan kualitas manusia secara berimbang dalam perancangan dan evaluasi ruang. Dengan kata lain, placemaking adalah pendekatan yang mampu membantu warga kota mengubah ruang publiknya menjadi tempat yang hidup dan menyenangkan.

Nelly mengatakan tema Placemaking penting untuk mendapatkan sorotan saat ini di tengah kebutuhan akan ruang-ruang publik yang makin besar di kalangan masyarakat, khususnya di perkotaan. Sementara subtema Tolerance atau yang berarti toleransi berarti mendorong penciptaan ruang-ruang publik yang lebih terbuka, mudah diakses, dan inklusif bagi semua orang.

"Placemaking itu intinya bukan hanya bicara soal mendirikan sebuah bangunan, tapi lebih bagaimana menghidupkan ruang-ruang [kota] tersebut. Dengan memberikan fasilitas yang nyaman dan memikirkan aktivasinya, jadi ruang-ruang kota yang tadinya tidak tersentuh, bisa lebih hidup," jelasnya.

Istilah placemaking pertama kali diperkenalkan oleh penulis Jane Jacobs dan William H. Whyte pada 1960-an, yang memperkenalkan ide penciptaan lingkungan yang aktif, ruang publik yang ramah, dan kota yang benar-benar memenuhi kebutuhan penduduknya di berbagai tingkatan. Namun, istilah ini baru masif digunakan oleh organisasi Project for Public Spaces (PPS) pada 1990-an, sekaligus mengembangkan konsep tersebut.

Menukil situs Urban Design Lab, placemaking merupakan pendekatan desain perkotaan yang mengutamakan manusia dibandingkan infrastruktur.

Lebih dari sekadar penciptaan ruang, prinsip ini lebih mendorong interaksi sosial dan pertukaran budaya warga di satu kota. Placemaking menyadari bahwa ruang publik memainkan peran penting dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat, dan sangat penting untuk menciptakan rasa akan tempat dan identitas. 

Baca juga: Hypereport Resolusi 2024: Rancang Bangun Arsitektur dengan Nilai Kearifan Lokal & Konsep Hijau
 

Taman High Line di Kota New York, AS adalah salah satu proyek placemaking. (Sumber gambar: Urban Design Lab)

Sungai Cheonggyecheon di Seoul, Korea Selatan, adalah salah satu proyek placemaking. (Sumber gambar: Urban Design Lab)


Prinsip Utama Placemaking

Ada empat prinsip utama dalam implementasi placemaking. Pertama, desain yang berpusat pada manusia. Konsep ini mengutamakan kebutuhan dan keinginan orang dibandingkan mobil, gedung, atau infrastruktur lainnya pada sebuah rancangan ruang publik.

Artinya, merancang ruang publik yang nyaman, aman, dan dapat diakses oleh seluruh anggota masyarakat, tanpa memandang usia, kemampuan, atau status sosial ekonomi. Desain yang berpusat pada masyarakat melibatkan penciptaan ruang yang ramah, inklusif, dan mencerminkan identitas unik dan budaya masyarakat

Kedua, pembangunan penggunaan campuran. Placemaking juga mendorong pengembangan penggunaan campuran, yang menggabungkan fungsionalitas perumahan, komersial, dan sipil dalam satu ruang. Hal ini menciptakan rasa memiliki dan memberikan peluang interaksi sosial dan aktivitas ekonomi.

Selain itu, pembangunan serba guna juga dapat membantu mengurangi ketergantungan pada transportasi pribadi seperti mobil dengan menciptakan lingkungan yang ramah pejalan kaki dan bersepeda, serta memiliki akses mudah ke pertokoan, layanan, dan transportasi umum.

Ketiga, partisipasi masyarakat. Placemaking mengakui pentingnya keterlibatan masyarakat dalam desain dan pengembangan ruang publik. Hal ini karena masyarakat adalah pengguna utama ruang-ruang tersebut, sehingga masukan serta umpan balik mereka sangat penting untuk memastikan bahwa ruang publik benar-benar responsif terhadap kebutuhan dan keinginan. 

Keterlibatan dengan komunitas dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk lokakarya komunitas, survei, dan forum group discussion (FGD). Kegiatan-kegiatan ini memungkinkan anggota masyarakat untuk berbagi ide dan aspirasi mereka terhadap ruang publik, dan memberikan umpan balik mengenai proposal desain tertentu.

Dengan melibatkan masyarakat dalam proses penempatan, perancang dan perencana dapat membangun kepercayaan dan menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab di antara anggota masyarakat. Hal ini dapat menghasilkan dukungan yang lebih besar untuk proyek penempatan dan peningkatan penggunaan ruang publik setelah proyek tersebut selesai dibangun.

Adapun, poin keempat ialah keberlanjutan. Placemaking juga menekankan pentingnya praktik berkelanjutan dalam desain perkotaan. Hal ini melibatkan penggabungan infrastruktur hijau, transportasi aktif, dan prinsip desain hemat energi ke dalam desain ruang publik.

Infrastruktur hijau mengacu pada penggunaan sistem alami seperti taman, kebun, dan atap hijau, untuk mengelola air hujan, mengurangi pulau panas perkotaan, dan meningkatkan kualitas udara. 

Dengan memasukkan infrastruktur hijau ke dalam ruang publik, penentuan lokasi dapat membantu memitigasi dampak negatif pembangunan perkotaan terhadap lingkungan dan menciptakan kota yang lebih berkelanjutan dan berketahanan.

Selain itu, dengan mendorong praktik berkelanjutan dalam perancangan perkotaan, penentuan lokasi dapat membantu menciptakan kota yang lebih layak huni dan berketahanan. 

Ruang publik yang berkelanjutan tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, namun juga meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan penduduk lokal, serta mendukung perekonomian lokal dengan menarik bisnis dan wisatawan. 

Baca juga: Hypereport: Net Zero Energy Building hingga Ugahari, Konsep Arsitektur yang Lestari
 

Sungai Cheonggyecheon

Ilustrasi ruang publik. (Sumber gambar: Prasad Phancakshari/Unsplash)


Contoh Proyek Placemaking

Banyak proyek ruang publik di dunia yang didukung oleh komunitas yang dibuat dengan menggunakan prinsip placemaking. Salah satu contohnya adalah Precollinear Park yang dikembangkan oleh komunitas Torino Stratosferica bersama ratusan warga di Turin, Italia.

Proyek yang selesai pada 2020 ini mengubah jalur trem yang ditinggalkan menjadi area rekreasi luar ruangan yang cocok untuk rekreasi jarak sosial karena pandemi Covid-19. Lebih dari 700 warga dari seluruh kota berpartisipasi dalam proses ini, berbagi ide dan komentar serta menggalang dana melalui kampanye crowdfunding

Taman ini dilengkapi dengan kursi kayu, bangku palet kuning cerah, dan pot bunga, serta jalur zig-zag yang mengarah ke platform kecil yang telah disiapkan untuk acara. Lantaran ada juga taman di tempat tersebut, rutin digelar juga sejumlah acara pameran dan lokakarya, bersama dengan implementasi desain tambahan pada ruangan tersebut.

Proyek placemaking lainnya ialah The High Line di Kota New York, AS. Sebelum menjadi ruang publik, taman yang membentang lebih dari 1,5 mil di sisi barat Manhattan ini merupakan jalur kereta api yang ditinggalkan dan ditumbuhi tanaman. Namun, pada 2009 diubah menjadi taman umum yang indah dan kini menjadi salah satu tujuan wisata paling populer di kota. 

Taman ini memiliki beragam ruang hijau dan taman bunga liar yang tumbuh subur di lingkungan taman yang unik. Terdapat juga beberapa instalasi seni publik, termasuk patung dan mural, yang menambah estetika dan daya tarik budaya taman ini.

Sejak dibuka, taman ini telah menjadi pusat interaksi sosial dan aktivitas ekonomi, dengan berbagai acara dan aktivitas yang berlangsung sepanjang tahun. Taman ini juga dianggap telah memacu pembangunan ekonomi di daerah sekitarnya, menarik bisnis baru dan meningkatkan nilai properti.

Baca juga: Representasi Arsitek Perempuan Indonesia: Ramai di Bangku Kuliah, Sepi di Lapangan

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Daftar Gadget Terbaru MWC 2024 Hari Pertama, Xiaomi 14 Ultra sampai Galaxy Ring

BERIKUTNYA

Deretan Film Box Office yang Sukses Minggu ini, Bob Marley di Peringkat Satu

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: