7 Teknologi 2023 yang Diklaim Bisa Atasi Krisis Iklim
29 December 2023 |
21:30 WIB
Dunia menghadapi tantangan perubahan iklim akibat pemanasan global yang semakin nyata dan mengkhawatirkan. Jika terus dibiarkan, hal ini berdampak buruk bagi kehidupan makhluk hidup, terutama manusia. Di tengah kondisi ini, sejumlah ilmuan tidak kehilangan semangat untuk berusaha menemukan teknologi yang tetap memberi harapan bagi kehidupan di Bumi.
Sepanjang 2023, Prototypes for Humanity yang berbasis di Dubai membuat kontes dan menyoroti 100 proyek yang diyakini dapat mengubah dunia. Mulai dari perangkat listrik hingga sensor udara, berikut teknologi yang dianggap bisa menjadi solusi di tengah perubahan iklim.
Baca juga: Teknologi Face Recognition Boarding Gate Kini ada di 11 Stasiun
Mengutip Live Science, Fitoplankton mentransfer 40 persen karbon dioksida di atmosfer ke laut melalui fotosintesis. Dengan PhytoMat, para ilmuwan kini ingin memanfaatkan proses alami tersebut dalam skala industri.
PhytoMat adalah teknologi fleksibel seperti karpet yang dipasang secara horizontal dan vertikal pada permukaan dan mengandung bahan daur ulang yang mengandung fitoplankton hidup. Saat tumbuh, komponen berbasis organisme ini menyerap karbon dioksida dari lingkungannya dan mengubahnya menjadi biomassa sebelum dipanen dan dikirim ke pabrik daur ulang. Bahan ini kemudian dapat diubah menjadi produk baru, seperti bioplastik.
Model AI generatif perlu dilatih di pusat data besar, biasanya menggunakan kekuatan kartu grafis (GPU) khusus. Artinya, AI generatif memiliki jejak karbon yang sangat besar.
Kendati demikian, Tasawwur D310 diklaim sebagai GPU yang jauh lebih hemat energi dibandingkan GPU yang beredar di pasaran saat ini. Chip ini sangat padat, dengan komponen elektronik yang dipasang lebih berdekatan dan ditumpuk dalam 10 lapisan. Bebeda dengan dua lapisan pada salah satu chip tenama, Nvidia. Dengan 10 lapisan, pertukaran data jauh lebih cepat, menghemat energi, dan mempercepat proses pelatihan.
Baterai ini terbuat dari tembaga, aluminium, dan elektrolit padat berbahan dasar natrium. Bahan-bahan baru ini berfungsi sebagai pengumpul arus dan elektroda. Arsitektur koaksial baterai dan struktur seperti balok memungkinkannya mempertahankan energi sekaligus mengurangi ruang dan material yang terbuang.
Dijuluki Baterai Elektrolit Ferroelektrik, baterai tersebut merupakan alternatif yang tidak mudah terbakar dan berkelanjutan dibandingkan baterai lithium-ion yang ada saat ini. Para peneliti berharap baterai dapat digunakan dalam berbagai kegunaan di industri otomotif dan dirgantara.
Baca juga: Fakta Teknologi Carbon Capture yang Viral Dibahas Seusai Debat Cawapres
Sepanjang 2023, Prototypes for Humanity yang berbasis di Dubai membuat kontes dan menyoroti 100 proyek yang diyakini dapat mengubah dunia. Mulai dari perangkat listrik hingga sensor udara, berikut teknologi yang dianggap bisa menjadi solusi di tengah perubahan iklim.
Baca juga: Teknologi Face Recognition Boarding Gate Kini ada di 11 Stasiun
1. Penangkapan Karbon Berbasis Fitoplankton
Mengutip Live Science, Fitoplankton mentransfer 40 persen karbon dioksida di atmosfer ke laut melalui fotosintesis. Dengan PhytoMat, para ilmuwan kini ingin memanfaatkan proses alami tersebut dalam skala industri. PhytoMat adalah teknologi fleksibel seperti karpet yang dipasang secara horizontal dan vertikal pada permukaan dan mengandung bahan daur ulang yang mengandung fitoplankton hidup. Saat tumbuh, komponen berbasis organisme ini menyerap karbon dioksida dari lingkungannya dan mengubahnya menjadi biomassa sebelum dipanen dan dikirim ke pabrik daur ulang. Bahan ini kemudian dapat diubah menjadi produk baru, seperti bioplastik.
2. Kartu Grafis Pemangas Emisi Karbon
Model AI generatif perlu dilatih di pusat data besar, biasanya menggunakan kekuatan kartu grafis (GPU) khusus. Artinya, AI generatif memiliki jejak karbon yang sangat besar. Kendati demikian, Tasawwur D310 diklaim sebagai GPU yang jauh lebih hemat energi dibandingkan GPU yang beredar di pasaran saat ini. Chip ini sangat padat, dengan komponen elektronik yang dipasang lebih berdekatan dan ditumpuk dalam 10 lapisan. Bebeda dengan dua lapisan pada salah satu chip tenama, Nvidia. Dengan 10 lapisan, pertukaran data jauh lebih cepat, menghemat energi, dan mempercepat proses pelatihan.
3. Baterai Solid-state Berkelanjutan
Baterai ini terbuat dari tembaga, aluminium, dan elektrolit padat berbahan dasar natrium. Bahan-bahan baru ini berfungsi sebagai pengumpul arus dan elektroda. Arsitektur koaksial baterai dan struktur seperti balok memungkinkannya mempertahankan energi sekaligus mengurangi ruang dan material yang terbuang. Dijuluki Baterai Elektrolit Ferroelektrik, baterai tersebut merupakan alternatif yang tidak mudah terbakar dan berkelanjutan dibandingkan baterai lithium-ion yang ada saat ini. Para peneliti berharap baterai dapat digunakan dalam berbagai kegunaan di industri otomotif dan dirgantara.
Baca juga: Fakta Teknologi Carbon Capture yang Viral Dibahas Seusai Debat Cawapres
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.