Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia. (Sumber Gambar: PT Garuda Indonesia Tbk)

Garuda Indonesia Akan Gunakan Bioavtur J2.4 di Penerbangan Komersial, Apa Kelebihannya?

11 October 2023   |   12:00 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Penggunaan energi baru dan terbarukan menjadi prioritas terkini di tengah upaya dekarbonisasi, khususnya di sektor transportasi. Di antaranya, Garuda Indonesia berencana menggunakan sustainable aviation fuel (SAF) berbasis bahan bakar nabati yang memiliki kandungan minyak inti kelapa sawit (J2.4) pada penerbangan komersial. 

Sebelumnya, Garuda Indonesia baru saja merampungkan rangkaian uji terbang B737-800NG PK -GFX dari Bandara Internasional Soekarno Hatta  menuju Area Pelabuhan Ratu Airspace pada Rabu (4/10/2023). Pesawat yang digunakan untuk uji coba itu menggunakan mesin pesawat CFM56-7B dan bahan bakar Bioavtur J2.4.

Baca juga: Seribu Satu Cara Pemerintah Ajak Masyarakat Kurangi Emisi Karbon, Mengapa Begitu Sulit?

Uji coba ini merupakan kolaborasi Garuda Indonesia bersama Pertamina yang didukung oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM RI,  Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan RI, serta Tim Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB). 

Pada hari yang sama, Bioavtur J2.4 juga telah diuji dalam prosedur Engine Ground Run Test dengan menggunakan unit pesawat yang sama di Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia. Uji coba tersebut melengkapi uji statis yang telah dilaksanakan pada akhir Juli lalu dengan menggunakan komponen mesin pesawat CFM56-7B.

Melalui berbagai rangkaian uji coba tersebut, Tim Peneliti PT LAPI ITB bersama para pemangku kepentingan terkait menyampaikan hasil yang positif bahwa penggunaan SAF jenis Bioavtur J2.4 terhadap tipe pesawat Boeing 737-800 menunjukkan respons pesawat baik dan terkendali.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan bahwa kesiapan penggunaan bahan bakar Bioavtur J2.4 akan diselaraskan dengan kajian implementasi SAF secara komprehensif atas kesiapan sektor korporasi dalam mengadaptasi penggunaan energi terbarukan ini, khususnya terhadap lini penerbangan komersial. 

"Ini merupakan langkah awal yang kiranya dapat menjadi misi berkelanjutan bagi ekosistem aviasi untuk bergerak semakin adaptif dalam menghadirkan kontribusi bagi keberlangsungan lingkungan hidup," ujarnya. 

Dia pun optimistis penggunaan Bioavtur J2.4 dapat menjadi langkah bersama semua pihak terkait untuk merealisasikan green energy terhadap ekosistem aviasi Indonesia sehingga dapat mendukung komitmen Merah Putih dalam mencapai net zero emission yang diproyeksi dapat direalisasikan pada 2060.


Apa kelebihan Bioavtur J2.4?

Dilansir melalui laman resmi ITB, Bioavtur J2.4 disebut dapat mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca di sektor penerbangan. Pengujian bahan bakar itu bermula dari kerja sama penelitian antara Pertamina Research and Technology Innovation (Pertamina RTI) dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB) dalam pengembangan katalis Merah-Putih untuk mengkonversi minyak inti sawit menjadi bahan baku bioavtur pada 2012.

Bioavtur J2.4 yang rencananya akan digunakan pada penerbangan komersial Garuda Indonesia mengandung nabati 2,4 persen dan merupakan pencapaian maksimal dengan teknologi katalis yang ada. 

Menurut Pertamina, bahan bakar pesawat ini telah melewati dua tahap pengembangan. Pertama adalah proses hydrodecarboxylation dengan target awal produksi diesel biohidrokarbon dan bioavtur dalam skala laboratorium. Dilanjutkan dengan tahap kedua yakni proses hydrodeoxygenation. Dalam tahap ini  pertamina berhasil memproduksi diesel biohidrokarbon yang lebih efisien.

Pada 2020, unit Kilang Dumai berhasil memproduksi  Diesel biohidrokarbon D-100 yang 100 persen berasal dari bahan baku nabati yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). RBDPO adalah minyak kelapa sawit yang sudah melalui proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan bau. 

Performa Bioavtur juga diklaim sudah optimal bahkan kinerjanya dianggap lebih baik dari bahan bakar fosil, hanya berbeda 0,2 persen – 0,6 persen. 


(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda
 

SEBELUMNYA

Mengenal Arsitektur Vernakular: Mulai dari Sejarah, Karakteristik hingga Contohnya

BERIKUTNYA

Review Film Nowhere, Penderitaan di Sebuah Kontainer

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: