Sedih, Ikan Pari Jawa Resmi Punah Akibat Aktivitas Manusia
27 December 2023 |
10:11 WIB
Ikan Pari Jawa (Urolophus javanicus), salah satu spesies pari yang sangat langka di dunia, secara resmi dinyatakan punah. Ikan yang memiliki nama Java Stingaree itu masuk ke dalam Red List of Threatened Species atau Daftar Merah Spesies Terancam Punah oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).
Pengumuman tersebut disampaikan pada acara KTT iklim COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, pada awal Desember tahun ini, setelah penelitian panjang yang dilakukan sejak 2017. Saking langkanya, ikan Pari Jawa yang tercatat ditemukan pada 1862 di sebuah pasar ikan di Jakarta itu rupanya menjadi satu-satunya spesimen yang berhasil ditemukan oleh manusia, hingga kini dinyatakan punah.
"Hilangnya salah satu spesies ikan pari menandai kepunahan pertama spesies ikan laut akibat aktivitas manusia," kata Craig Hilton-Taylor selaku Kepala Unit Daftar Merah IUCN dikutip dari laman Radio Free Asia.
Baca juga: Punah di Perairan China, Intip 5 Fakta Menarik Dugong
Menurut Julia Constance, ketua peneliti sekaligus kandidat doktor di Universitas Charles Darwin Australia, penangkapan ikan secara intensif dan tidak diatur, ditambah dengan hilangnya dan degradasi habitat pesisir akibat industrialisasi, merupakan faktor utama yang menyebabkan kepunahan ikan Pari Jawa.
Daftar Merah IUCN yang ditetapkan pada 1964 merupakan sumber daya terlengkap di dunia untuk menilai risiko kepunahan dan status spesies hewan, jamur, dan tumbuhan. Laporan ini memberikan data penting mengenai wilayah jelajah, populasi, habitat, ancaman, dan tindakan konservasi mereka untuk pengambilan keputusan dan perubahan kebijakan.
"Perubahan iklim merupakan ancaman terhadap keanekaragaman kehidupan di planet kita. Hari ini, kami membawa bukti dampak perubahan iklim terhadap perusakan alam terhadap spesies,” kata Gretel Aguilar, Direktur Jenderal IUCN.
Spesies lain dalam daftar yang diperbarui termasuk Penyu Hijau, yang dikategorikan sebagai terancam punah di Pasifik Selatan Tengah dan rentan keberadaannya di Pasifik Timur. Hal tersebut terutama disebabkan peningkatan suhu laut, peningkatan permukaan air yang menggenangi sarangnya, berkurangnya lamun sebagai makanan, serta penyu hijau karena penyu dewasa sering menjadi korban penangkapan ikan sebagai tangkapan sampingan.
Di sisi lain, daftar tersebut juga menyoroti keberhasilan upaya konservasi yang dilakukan terhadap spesies-spesies hewan yang terancam punah. Misalnya Kijang Bertanduk Pedang, yang semula diklaim punah di alam liar, kini statusnya menjadi terancam punah karena keberhasilan reintroduksi di Chad.
Ada pula Kijang Saiga yang sebelumnya dinilai sangat terancam punah, kini statusnya meningkat menjadi hampir terancam punah, setelah populasinya meningkat sebesar 1.100% hanya dalam tujuh tahun. Peningkatan ini terjadi terutama di Kazakhstan, karena larangan untuk tindakan perburuan liar yang ketat.
Kendati demikian, IUCN menerangkan bahwa kedua spesies ini masih menghadapi ancaman perubahan iklim yang semakin besar di wilayah masing-masing, dengan kijang yang menghadapi peningkatan kekeringan di wilayah Sahel di Afrika, dan antelop yang mengalami kematian massal pada 2015 akibat suhu dan kelembapan ekstrem.
Baca juga: Perubahan Iklim Buat Komodo Masuk Daftar Terancam Punah
Spesies ikan mendapatkan sorotan khusus dari IUCN sebagai kelompok hewan yang berisiko punah. Secara global, papar IUCN, seperempat spesies ikan air tawar beresiko punah karena pemanasan suhu, penangkapan ikan berlebihan dan polusi. Kondisi ini yang membuat spesies ikan air tawar masuk ke dalam pembaruan Daftar Merah Spesies Terancam Punah.
Penelitian terhadap spesies ikan air tawar dikembangkan oleh dari lebih dari 1.000 ilmuwan di seluruh dunia, dan kombinasi lebih dari 100 lokakarya baik secara tatap muka maupun online.
Beberapa spesies ikan yang terancam punah mencakup ikan Lele Raksasa Mekong yang sulit ditangkap, yang populasinya berada di bawah tekanan karena pembangunan bendungan dan penangkapan ikan berlebihan di wilayah Mekong Bawah. Termasuk, ikan Salmon Atlantik yang jumlahnya mengalami penurunan sebesar 23 persen antara tahun 2006-2020.
Peneliti dari IUCN, Hilton Taylor, menuturkan perubahan iklim berdampak pada setidaknya 17% spesies ikan air tawar yang terancam punah, yang menyebabkan penurunan permukaan air, intrusi air laut ke sungai karena kenaikan permukaan laut, dan perubahan musim.
"Perubahan iklim berinteraksi dengan ancaman-ancaman lain, dan biasanya ancaman-ancaman lain itulah yang mendorong spesies semakin terancam punah dan membuat mereka punah, bukan perubahan iklim itu sendiri," jelasnya.
Taylor menjelaskan ancaman-ancaman tersebut termasuk polusi yang berdampak pada 57% ikan air tawar yang terancam punah, bendungan dan pengambilan air berdampak kepada 45% spesies, penangkapan ikan berlebihan yang mengancam 25% spesies, serta spesies invasif dan penyakit yang merugikan 33% spesies.
"Ikan air tawar merupakan lebih dari separuh spesies ikan yang dikenal di dunia, suatu keanekaragaman yang tidak dapat dipahami mengingat ekosistem air tawar hanya mencakup 1?ri habitat perairan," kata Ketua Kelompok Sains Ikan Air Tawar IUCN Kathy Hughes
Hughes menyampaikan spesies yang beragam ini merupakan bagian integral dari ekosistem dan penting bagi ketahanannya. Hal ini, katanya, penting bagi miliaran orang yang bergantung pada ekosistem air tawar dan jutaan orang yang bergantung pada perikanan.
Penelitian yang dilakukan IUCN saat ini juga merambah ke spesies air tawar di China. Hilton Taylor mengatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya dampak besar akibat semua bendungan di sungai terhadap ikan air tawar. Beberapa spesies dalam pembaruan daftar merah tersebut, paparnya, mengalami penurunan status karena dampak tersebut terhadap aliran air akibat bendungan, salah satunya Tiga Ngarai.
Salah satu spesies ikan di China yang disebut terancam punah karena sistem sungai tersebut yakni Baiji, seekor Lumba-lumba Sungai China. Hewan tersebut telah masuk ke dalam daftar terancam punah sejak 1996. Taylor menjelaskan status kepunahan Baiji, yang dikenal sebagai Dewi Yangtze, tidak berubah, meskipun disebut "mungkin punah" karena tidak ada yang pernah melihatnya dalam waktu yang lama.
"Kami hanya belum nyatakan punah. Berbagai upaya survey, termasuk survey visual dan akustik, gagal menemukan satu pun [Baiji] dalam dua dekade terakhir. Tidak ada tanda apa pun. Sedih sekali," katanya.
Baca juga: Genhype Perlu Tahu, 4 Tanaman Endemik Indonesia Ini Terancam Punah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Pengumuman tersebut disampaikan pada acara KTT iklim COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, pada awal Desember tahun ini, setelah penelitian panjang yang dilakukan sejak 2017. Saking langkanya, ikan Pari Jawa yang tercatat ditemukan pada 1862 di sebuah pasar ikan di Jakarta itu rupanya menjadi satu-satunya spesimen yang berhasil ditemukan oleh manusia, hingga kini dinyatakan punah.
"Hilangnya salah satu spesies ikan pari menandai kepunahan pertama spesies ikan laut akibat aktivitas manusia," kata Craig Hilton-Taylor selaku Kepala Unit Daftar Merah IUCN dikutip dari laman Radio Free Asia.
Baca juga: Punah di Perairan China, Intip 5 Fakta Menarik Dugong
Menurut Julia Constance, ketua peneliti sekaligus kandidat doktor di Universitas Charles Darwin Australia, penangkapan ikan secara intensif dan tidak diatur, ditambah dengan hilangnya dan degradasi habitat pesisir akibat industrialisasi, merupakan faktor utama yang menyebabkan kepunahan ikan Pari Jawa.
Daftar Merah IUCN yang ditetapkan pada 1964 merupakan sumber daya terlengkap di dunia untuk menilai risiko kepunahan dan status spesies hewan, jamur, dan tumbuhan. Laporan ini memberikan data penting mengenai wilayah jelajah, populasi, habitat, ancaman, dan tindakan konservasi mereka untuk pengambilan keputusan dan perubahan kebijakan.
"Perubahan iklim merupakan ancaman terhadap keanekaragaman kehidupan di planet kita. Hari ini, kami membawa bukti dampak perubahan iklim terhadap perusakan alam terhadap spesies,” kata Gretel Aguilar, Direktur Jenderal IUCN.
Daftar Merah IUCN Terus Meningkat
IUCN memaparkan bahwa jumlah spesies dalam Daftar Merah Spesies Terancam Punah telah meningkat dari 150.388 spesies menjadi 157.190 spesie. Sementara 44.016 spesies--hampir 2.000 lebih banyak dari penghitungan sebelumnya – dianggap berisiko punah menurut IUCN.Spesies lain dalam daftar yang diperbarui termasuk Penyu Hijau, yang dikategorikan sebagai terancam punah di Pasifik Selatan Tengah dan rentan keberadaannya di Pasifik Timur. Hal tersebut terutama disebabkan peningkatan suhu laut, peningkatan permukaan air yang menggenangi sarangnya, berkurangnya lamun sebagai makanan, serta penyu hijau karena penyu dewasa sering menjadi korban penangkapan ikan sebagai tangkapan sampingan.
Di sisi lain, daftar tersebut juga menyoroti keberhasilan upaya konservasi yang dilakukan terhadap spesies-spesies hewan yang terancam punah. Misalnya Kijang Bertanduk Pedang, yang semula diklaim punah di alam liar, kini statusnya menjadi terancam punah karena keberhasilan reintroduksi di Chad.
Ada pula Kijang Saiga yang sebelumnya dinilai sangat terancam punah, kini statusnya meningkat menjadi hampir terancam punah, setelah populasinya meningkat sebesar 1.100% hanya dalam tujuh tahun. Peningkatan ini terjadi terutama di Kazakhstan, karena larangan untuk tindakan perburuan liar yang ketat.
Kendati demikian, IUCN menerangkan bahwa kedua spesies ini masih menghadapi ancaman perubahan iklim yang semakin besar di wilayah masing-masing, dengan kijang yang menghadapi peningkatan kekeringan di wilayah Sahel di Afrika, dan antelop yang mengalami kematian massal pada 2015 akibat suhu dan kelembapan ekstrem.
Baca juga: Perubahan Iklim Buat Komodo Masuk Daftar Terancam Punah
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Spesies Ikan
Spesies ikan mendapatkan sorotan khusus dari IUCN sebagai kelompok hewan yang berisiko punah. Secara global, papar IUCN, seperempat spesies ikan air tawar beresiko punah karena pemanasan suhu, penangkapan ikan berlebihan dan polusi. Kondisi ini yang membuat spesies ikan air tawar masuk ke dalam pembaruan Daftar Merah Spesies Terancam Punah.Penelitian terhadap spesies ikan air tawar dikembangkan oleh dari lebih dari 1.000 ilmuwan di seluruh dunia, dan kombinasi lebih dari 100 lokakarya baik secara tatap muka maupun online.
Beberapa spesies ikan yang terancam punah mencakup ikan Lele Raksasa Mekong yang sulit ditangkap, yang populasinya berada di bawah tekanan karena pembangunan bendungan dan penangkapan ikan berlebihan di wilayah Mekong Bawah. Termasuk, ikan Salmon Atlantik yang jumlahnya mengalami penurunan sebesar 23 persen antara tahun 2006-2020.
Peneliti dari IUCN, Hilton Taylor, menuturkan perubahan iklim berdampak pada setidaknya 17% spesies ikan air tawar yang terancam punah, yang menyebabkan penurunan permukaan air, intrusi air laut ke sungai karena kenaikan permukaan laut, dan perubahan musim.
"Perubahan iklim berinteraksi dengan ancaman-ancaman lain, dan biasanya ancaman-ancaman lain itulah yang mendorong spesies semakin terancam punah dan membuat mereka punah, bukan perubahan iklim itu sendiri," jelasnya.
Taylor menjelaskan ancaman-ancaman tersebut termasuk polusi yang berdampak pada 57% ikan air tawar yang terancam punah, bendungan dan pengambilan air berdampak kepada 45% spesies, penangkapan ikan berlebihan yang mengancam 25% spesies, serta spesies invasif dan penyakit yang merugikan 33% spesies.
"Ikan air tawar merupakan lebih dari separuh spesies ikan yang dikenal di dunia, suatu keanekaragaman yang tidak dapat dipahami mengingat ekosistem air tawar hanya mencakup 1?ri habitat perairan," kata Ketua Kelompok Sains Ikan Air Tawar IUCN Kathy Hughes
Hughes menyampaikan spesies yang beragam ini merupakan bagian integral dari ekosistem dan penting bagi ketahanannya. Hal ini, katanya, penting bagi miliaran orang yang bergantung pada ekosistem air tawar dan jutaan orang yang bergantung pada perikanan.
Penelitian yang dilakukan IUCN saat ini juga merambah ke spesies air tawar di China. Hilton Taylor mengatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya dampak besar akibat semua bendungan di sungai terhadap ikan air tawar. Beberapa spesies dalam pembaruan daftar merah tersebut, paparnya, mengalami penurunan status karena dampak tersebut terhadap aliran air akibat bendungan, salah satunya Tiga Ngarai.
Salah satu spesies ikan di China yang disebut terancam punah karena sistem sungai tersebut yakni Baiji, seekor Lumba-lumba Sungai China. Hewan tersebut telah masuk ke dalam daftar terancam punah sejak 1996. Taylor menjelaskan status kepunahan Baiji, yang dikenal sebagai Dewi Yangtze, tidak berubah, meskipun disebut "mungkin punah" karena tidak ada yang pernah melihatnya dalam waktu yang lama.
"Kami hanya belum nyatakan punah. Berbagai upaya survey, termasuk survey visual dan akustik, gagal menemukan satu pun [Baiji] dalam dua dekade terakhir. Tidak ada tanda apa pun. Sedih sekali," katanya.
Baca juga: Genhype Perlu Tahu, 4 Tanaman Endemik Indonesia Ini Terancam Punah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.