Hypereport: Tren Bisnis 2024, Peluang Cuan Tahun Politik & Personalisasi Produk Jadi Kunci
10 December 2023 |
21:00 WIB
Menjelang berakhirnya 2023, banyak orang mulai menyusun rencana dan target yang akan dicapai pada tahun 2024. Sebagian besar yang telah memiliki bisnis, target pada tahun-tahun mendatang umumnya berupa peningkatan omzet usaha atau meluaskan sayap bisnis.
Sementara itu, sebagian lainnya mungkin ada yang baru ingin memulai bisnis atau bahkan menambah unit bisnis berbeda dengan yang telah dijalani saat ini. Di tengah kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang diprediksi kian menantang pada 2024, diperlukan pembacaan dan strategi yang matang dalam melihat peluang bisnis.
Baca juga:
Berpijak pada data pertumbuhan PDB selama masa pemilu tahun 2014 dan 2019, laporan itu menyebutkan bahwa ada beberapa sektor bisnis yang memiliki peluang besar pada 2024 yakni tekstil dan pakaian jadi, makanan dan minuman, transportasi, serta informasi dan komunikasi.
Di samping itu, selama masa kampanye, persentase pengeluaran konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan 0,89 persen. Pengeluaran di sektor makanan dan minuman selain restoran berada di posisi teratas yaitu 0,67 persen, disusul pengeluaran transportasi dan komunikasi yakni 0,50 persen.
Pakar Marketing Inventure Consulting Yuswohady mengatakan ada beberapa faktor yang mendorong pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat selama masa pemilu, yakni pengeluaran yang dilakukan untuk kampanye, bantuan sosial (bansos), dan adanya praktik money politic atau politik uang.
"Penerima bansos atau politik uang itu kan di tingkat [kelas masyarakat] paling bawah dan di seluruh wilayah Nusantara, sehingga kalau mereka terima duit, konsumsi dan daya belinya juga akan meningkat. Ekonomi akan menggeliat," katanya kepada Hypeabis.id.
Yuswohady menambahkan bahwa potensi bisnis pada masa pemilu tersebut akan bergeliat sepanjang 2024. Hal itu dikarenakan proses pemilihan presiden (pilpres) yang diprediksi bakal berlangsung sebanyak dua putaran, dan dilanjutkan dengan proses pemilihan kepala daerah (pilkada) yang serentak berlangsung di Tanah Air.
Bisnis Pariwisata & Ekonomi Kreatif
Bisnis yang berkaitan dengan aktivitas leisure atau pariwisata dan ekonomi kreatif juga diproyeksikan bakal makin menggeliat pada 2024. Data dari BPS tentang pengeluaran rumah tangga terkait aktivitas ini mengalami pertumbuhan sejak 2021 hingga 2023, setelah pada 2020 tumbuh minus.
Di bidang pariwisata misalnya, kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada 2022 mencapai 5,89 juta atau sebanyak 278,10 persen p dari tahun 2021. Pendapatan devisa juga meningkat mencapai US$6,72 miliar pada 2022. Begitupun dengan jumlah wisatawan Nusantara yang tercatat sebanyak 433,57 juta atau naik 12,57%.
Sementara di bidang konser musik, laporan riset dari PwC menyebutkan bahwa sektor hiburan yang dilaksanakan secara langsung (live event) sedang berkembang pesat, dan akan mengalahkan industri hiburan lainnya secara keseluruhan. Secara global, pendapatan seluruh kegiatan live event diprediksi akan mencapai level pra-pandemi pada 2024 yang mencapai US$68,7 triliun, dibandingkan pada 2019 yang mencapai US$66,6 triliun.
Bisnis layanan OTT juga diperkirakan bakal terus meningkat pada 2024. Hasil studi dari Nielsen menunjukkan bahwa 1 dari 3 orang Indonesia saat ini menggunakan layanan OTT dan menghabiskan total 3,5 miliar jam konten OTT setiap bulan. Dengan pertumbuhan konsumsi OTT sebesar 40 persen dari tahun ke tahun, Indonesia kini menjadi pasar terbesar OTT di AsiaTenggara.
Indonesia juga merupakan pasar mobile game terbesar ketiga berdasarkan unduhan Google Play, dengan hasil pengeluaran (spending) pengguna mobile gaming Indonesia (melalui in-app purchase atau IAP) mencapai US$0,37 miliar (sekitar Rp5,6 triliun), atau naik sekitar 15,6 persen dari tahun 2022—sejalan dengan total unduhan game mobile yang terus meningkat tiap tahunnya.
Pertumbuhan ini diperkirakan terus berlangsung beberapa tahun mendatang dengan proyeksi pertumbuhan revenue sebesar 1,08 persen pada 2024, dan tingkat pengguna mobile gaming di Indonesia diperkirakan akan mencapai 68,03 juta orang pada tahun yang sama.
Bisnis Online
Praktik belanja online yang berkaitan dengan digitalisasi bisnis diproyeksikan masih akan terus tumbuh pada tahun-tahun mendatang. Laporan dari Populix menyebutkan meski bisnis offline bangkit kembali sejak 2022, ecommerce telah memantapkan posisinya sebagai tulang punggung bisnis digital dengan perkiraan valuasi sebesar US$82 miliar pada 2025.
Bisnis ecommerce menjadi pertanda akan semakin banyak konsumen yang berbelanja online. Populix menyebutkan bahwa sebanyak 54 persen masyarakat Indonesia lebih memilih berbelanja online lewat ecommerce. Disusul dengan 42 persen dari mereka yang lebih memilih berbelanja di toko, dan 3 perse sisanya lebih tertarik belanja di media sosial.
Makanan dan minuman menjadi produk yang akan paling diburu konsumen di ecommerce sebagaimana dipilih oleh 70 persen responden. Disusul dengan produk perawatan tubuh (68 persen), fesyen (66 persen), kecantikan (52 persen), kesehatan (41 persen), peralatan dapur (38 persen), perabotan rumah tangga (37 persen), mainan dan barang hobi (26 persen), perlengkapan ibu dan bayi (19 persen), serta handphone dan tablet (18 persen).
Menariknya, pada tahun mendatang, beberapa perusahaan juga diperkirakan bakal makin gencar menawarkan produk yang dipersonalisasi untuk konsumen. Hal ini dilakukan salah satunya untuk membangun hubungan yang lebih kuat antara brand dan pelanggan.
Misalnya, L'Oréal telah mengembangkan kosmetik yang dipersonalisasi agar sesuai dengan jenis kulit pelanggan, dan Nike yang menawarkan sepatu khusus dalam ribuan kombinasi gaya dan warna.
Pengamat bisnis Kafi Kurnia menuturkan permintaan konsumen terkait personalisasi produk yang akan terjadi pada tahun mendatang juga bakal menekankan nilai lebih dari produk tersebut misalnya penerapan teknologi, alih-alih hanya mendapatkan tampilan yang berbeda dengan yang lain.
"Misalnya konsumen bikin celana jin yang bisa dipersonalisasi tapi juga bernuansa artsy. Misalnya lagi beberapa perusahaan koper di Eropa bahkan menawarkan personalisasi dimana konsumen bisa punya konektivitas antara koper dan handphone. Jadi hal-hal itu yang menambah nilai produk," katanya.
Sementara itu, laporan dari Inventure menyoroti perkembangan digitalisasi bisnis yang diprediksi akan makin masif pada 2024. Live commerce yang pada 2023 menyita perhatian publik, diperkirakan bakal menjadi masa depan pengalaman belanja yang dicari konsumen. Live commerce ini lebih dikenal sebagai shoppertainment yang merupakan perpaduan antara berjualan, hiburan dan interaksi antara brand dengan konsumen.
Selain itu, para brand dan influencer juga akan semakin gencar untuk berkolaborasi dalam bisnis. Bahkan, tren creator business disebut bakal menjadi peluang model bisnis masa depan, dimana para influencer itu sendiri akan menciptakan produk yang mereka jual langsung ke audiensnya.
Hal tersebut tidak terlepas dari konsumen terutama generasi milenial dan gen Z yang sangat mempercayai apa pun rekomendasi yang mereka dapatkan dari para influencer, sehingga terciptanya konsep creator economy, yakni bisnis atau brand menggantungkan pemasaran dan promosi mereka kepada para influencer untuk menjangkau konsumennya.
Di samping itu, secara umum ketika memasuki ranah digital commerce, konsumen digital memiliki tuntutan yang kurang lebih sama dan kian berkembang. Tuntutan konsumen digital terkini mengarah ke ranah emosional yang lebih eksperimental. Mereka ingin tahu cerita di balik brand, terhibur dan terinspirasi dengan sebuah brand.
Keberlangsungan dan perkembangan bisnis tentu tak bisa dilepaskan dari strategi marketing yang tepat, terlebih di zaman serba digital seperti saat ini. Kafi mengatakan setelah para pebisnis mulai menggunakan media sosial sebagai ruang untuk mempromosikan sekaligus menjual produknya, nantinya mereka akan lebih gencar mencari formulasi algoritma yang bisa lebih mendorong minat konsumen untuk berbelanja.
"Kalau sekarang kan promosi di medsos bisa sukses karena peran influencer atau selebgram. Sedangkan tanpa mereka, formulasinya belum bisa dipastikan. Inilah yang akan menjadi tantangan, di mana perusahaan-perusahaan akan mengembangkan algoritma di medsos," katanya.
Antisipasi & Membaca Situasi
Meski menawarkan peluang bisnis yang menjanjikan, para pebisnis di Indonesia juga perlu memiliki antisipasi dan pintar dalam membaca situasi khususnya pada tahun politik. Yuswohady mengatakan tahun 2023 menjadi periode yang penuh turbulensi di bidang politik. Ada tiga frasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi politik menjelang pemilu yakni tidak pasti (uncertainty), tidak dapat diprediksi (unpredictable), dan tidak stabil (volatile).
"Perubahan kondisinya terlalu cepat, dan polanya terlalu abstrak untuk dicermati. Banyak pemangku kebijakan yang mengambil kebijakan yang populis, dan tidak substansial, serta kerap kali tidak pro-bisnis," katanya.
Di tengah kondisi tersebut, Yuswohady berpendapat para pebisnis perlu memetakan masing-masing sektor industrinya sekaligus menganalisis sejauh mana tahun politik bakal berdampak pada usahanya. "Politik itu kan mempengaruhi bisnis, sehingga pebisnis harus mapping kondisi dan memanfaatkan situasi itu menjadi kunci. Jadi 2024 itu kalau saya bilang tahun yang high risk tapi high return," terangnya.
Editor: Dika Irawan
Sementara itu, sebagian lainnya mungkin ada yang baru ingin memulai bisnis atau bahkan menambah unit bisnis berbeda dengan yang telah dijalani saat ini. Di tengah kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang diprediksi kian menantang pada 2024, diperlukan pembacaan dan strategi yang matang dalam melihat peluang bisnis.
Baca juga:
- Hypereport: Tren Musik 2024 Bakal Diramaikan Pendatang Baru Hingga Crossover Genre
- Hypereport: Siluet, Detail, & Warna Menggelegar dalam Tren Fesyen 2024
- Hypereport: Upgrade Cip, Kamera & Fitur AI Bakal Jadi Tren Gawai Pintar 2024
Berpijak pada data pertumbuhan PDB selama masa pemilu tahun 2014 dan 2019, laporan itu menyebutkan bahwa ada beberapa sektor bisnis yang memiliki peluang besar pada 2024 yakni tekstil dan pakaian jadi, makanan dan minuman, transportasi, serta informasi dan komunikasi.
Di samping itu, selama masa kampanye, persentase pengeluaran konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan 0,89 persen. Pengeluaran di sektor makanan dan minuman selain restoran berada di posisi teratas yaitu 0,67 persen, disusul pengeluaran transportasi dan komunikasi yakni 0,50 persen.
Pakar Marketing Inventure Consulting Yuswohady mengatakan ada beberapa faktor yang mendorong pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat selama masa pemilu, yakni pengeluaran yang dilakukan untuk kampanye, bantuan sosial (bansos), dan adanya praktik money politic atau politik uang.
"Penerima bansos atau politik uang itu kan di tingkat [kelas masyarakat] paling bawah dan di seluruh wilayah Nusantara, sehingga kalau mereka terima duit, konsumsi dan daya belinya juga akan meningkat. Ekonomi akan menggeliat," katanya kepada Hypeabis.id.
Yuswohady menambahkan bahwa potensi bisnis pada masa pemilu tersebut akan bergeliat sepanjang 2024. Hal itu dikarenakan proses pemilihan presiden (pilpres) yang diprediksi bakal berlangsung sebanyak dua putaran, dan dilanjutkan dengan proses pemilihan kepala daerah (pilkada) yang serentak berlangsung di Tanah Air.
Bisnis Pariwisata & Ekonomi Kreatif
Bisnis yang berkaitan dengan aktivitas leisure atau pariwisata dan ekonomi kreatif juga diproyeksikan bakal makin menggeliat pada 2024. Data dari BPS tentang pengeluaran rumah tangga terkait aktivitas ini mengalami pertumbuhan sejak 2021 hingga 2023, setelah pada 2020 tumbuh minus.
Di bidang pariwisata misalnya, kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada 2022 mencapai 5,89 juta atau sebanyak 278,10 persen p dari tahun 2021. Pendapatan devisa juga meningkat mencapai US$6,72 miliar pada 2022. Begitupun dengan jumlah wisatawan Nusantara yang tercatat sebanyak 433,57 juta atau naik 12,57%.
Sementara di bidang konser musik, laporan riset dari PwC menyebutkan bahwa sektor hiburan yang dilaksanakan secara langsung (live event) sedang berkembang pesat, dan akan mengalahkan industri hiburan lainnya secara keseluruhan. Secara global, pendapatan seluruh kegiatan live event diprediksi akan mencapai level pra-pandemi pada 2024 yang mencapai US$68,7 triliun, dibandingkan pada 2019 yang mencapai US$66,6 triliun.
Bisnis layanan OTT juga diperkirakan bakal terus meningkat pada 2024. Hasil studi dari Nielsen menunjukkan bahwa 1 dari 3 orang Indonesia saat ini menggunakan layanan OTT dan menghabiskan total 3,5 miliar jam konten OTT setiap bulan. Dengan pertumbuhan konsumsi OTT sebesar 40 persen dari tahun ke tahun, Indonesia kini menjadi pasar terbesar OTT di AsiaTenggara.
Indonesia juga merupakan pasar mobile game terbesar ketiga berdasarkan unduhan Google Play, dengan hasil pengeluaran (spending) pengguna mobile gaming Indonesia (melalui in-app purchase atau IAP) mencapai US$0,37 miliar (sekitar Rp5,6 triliun), atau naik sekitar 15,6 persen dari tahun 2022—sejalan dengan total unduhan game mobile yang terus meningkat tiap tahunnya.
Pertumbuhan ini diperkirakan terus berlangsung beberapa tahun mendatang dengan proyeksi pertumbuhan revenue sebesar 1,08 persen pada 2024, dan tingkat pengguna mobile gaming di Indonesia diperkirakan akan mencapai 68,03 juta orang pada tahun yang sama.
Bisnis Online
Praktik belanja online yang berkaitan dengan digitalisasi bisnis diproyeksikan masih akan terus tumbuh pada tahun-tahun mendatang. Laporan dari Populix menyebutkan meski bisnis offline bangkit kembali sejak 2022, ecommerce telah memantapkan posisinya sebagai tulang punggung bisnis digital dengan perkiraan valuasi sebesar US$82 miliar pada 2025.
Bisnis ecommerce menjadi pertanda akan semakin banyak konsumen yang berbelanja online. Populix menyebutkan bahwa sebanyak 54 persen masyarakat Indonesia lebih memilih berbelanja online lewat ecommerce. Disusul dengan 42 persen dari mereka yang lebih memilih berbelanja di toko, dan 3 perse sisanya lebih tertarik belanja di media sosial.
Makanan dan minuman menjadi produk yang akan paling diburu konsumen di ecommerce sebagaimana dipilih oleh 70 persen responden. Disusul dengan produk perawatan tubuh (68 persen), fesyen (66 persen), kecantikan (52 persen), kesehatan (41 persen), peralatan dapur (38 persen), perabotan rumah tangga (37 persen), mainan dan barang hobi (26 persen), perlengkapan ibu dan bayi (19 persen), serta handphone dan tablet (18 persen).
Menariknya, pada tahun mendatang, beberapa perusahaan juga diperkirakan bakal makin gencar menawarkan produk yang dipersonalisasi untuk konsumen. Hal ini dilakukan salah satunya untuk membangun hubungan yang lebih kuat antara brand dan pelanggan.
Misalnya, L'Oréal telah mengembangkan kosmetik yang dipersonalisasi agar sesuai dengan jenis kulit pelanggan, dan Nike yang menawarkan sepatu khusus dalam ribuan kombinasi gaya dan warna.
Pengamat bisnis Kafi Kurnia menuturkan permintaan konsumen terkait personalisasi produk yang akan terjadi pada tahun mendatang juga bakal menekankan nilai lebih dari produk tersebut misalnya penerapan teknologi, alih-alih hanya mendapatkan tampilan yang berbeda dengan yang lain.
"Misalnya konsumen bikin celana jin yang bisa dipersonalisasi tapi juga bernuansa artsy. Misalnya lagi beberapa perusahaan koper di Eropa bahkan menawarkan personalisasi dimana konsumen bisa punya konektivitas antara koper dan handphone. Jadi hal-hal itu yang menambah nilai produk," katanya.
Sementara itu, laporan dari Inventure menyoroti perkembangan digitalisasi bisnis yang diprediksi akan makin masif pada 2024. Live commerce yang pada 2023 menyita perhatian publik, diperkirakan bakal menjadi masa depan pengalaman belanja yang dicari konsumen. Live commerce ini lebih dikenal sebagai shoppertainment yang merupakan perpaduan antara berjualan, hiburan dan interaksi antara brand dengan konsumen.
Selain itu, para brand dan influencer juga akan semakin gencar untuk berkolaborasi dalam bisnis. Bahkan, tren creator business disebut bakal menjadi peluang model bisnis masa depan, dimana para influencer itu sendiri akan menciptakan produk yang mereka jual langsung ke audiensnya.
Hal tersebut tidak terlepas dari konsumen terutama generasi milenial dan gen Z yang sangat mempercayai apa pun rekomendasi yang mereka dapatkan dari para influencer, sehingga terciptanya konsep creator economy, yakni bisnis atau brand menggantungkan pemasaran dan promosi mereka kepada para influencer untuk menjangkau konsumennya.
Di samping itu, secara umum ketika memasuki ranah digital commerce, konsumen digital memiliki tuntutan yang kurang lebih sama dan kian berkembang. Tuntutan konsumen digital terkini mengarah ke ranah emosional yang lebih eksperimental. Mereka ingin tahu cerita di balik brand, terhibur dan terinspirasi dengan sebuah brand.
Keberlangsungan dan perkembangan bisnis tentu tak bisa dilepaskan dari strategi marketing yang tepat, terlebih di zaman serba digital seperti saat ini. Kafi mengatakan setelah para pebisnis mulai menggunakan media sosial sebagai ruang untuk mempromosikan sekaligus menjual produknya, nantinya mereka akan lebih gencar mencari formulasi algoritma yang bisa lebih mendorong minat konsumen untuk berbelanja.
"Kalau sekarang kan promosi di medsos bisa sukses karena peran influencer atau selebgram. Sedangkan tanpa mereka, formulasinya belum bisa dipastikan. Inilah yang akan menjadi tantangan, di mana perusahaan-perusahaan akan mengembangkan algoritma di medsos," katanya.
Antisipasi & Membaca Situasi
Meski menawarkan peluang bisnis yang menjanjikan, para pebisnis di Indonesia juga perlu memiliki antisipasi dan pintar dalam membaca situasi khususnya pada tahun politik. Yuswohady mengatakan tahun 2023 menjadi periode yang penuh turbulensi di bidang politik. Ada tiga frasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi politik menjelang pemilu yakni tidak pasti (uncertainty), tidak dapat diprediksi (unpredictable), dan tidak stabil (volatile).
"Perubahan kondisinya terlalu cepat, dan polanya terlalu abstrak untuk dicermati. Banyak pemangku kebijakan yang mengambil kebijakan yang populis, dan tidak substansial, serta kerap kali tidak pro-bisnis," katanya.
Di tengah kondisi tersebut, Yuswohady berpendapat para pebisnis perlu memetakan masing-masing sektor industrinya sekaligus menganalisis sejauh mana tahun politik bakal berdampak pada usahanya. "Politik itu kan mempengaruhi bisnis, sehingga pebisnis harus mapping kondisi dan memanfaatkan situasi itu menjadi kunci. Jadi 2024 itu kalau saya bilang tahun yang high risk tapi high return," terangnya.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.