Hypereport: Nasib & Pemanfaatan Aset Negara saat Pusat Pemerintahan Bukan Lagi di Jakarta
27 November 2023 |
15:33 WIB
Pemindahan ibu kota negara ke Nusantara masih menyisakan sejumlah pertanyaan di benak masyarakat. Salah satunya ialah terkait nasib aset negara di Jakarta setelah para ASN secara bertahap berpindah ke Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim).
Sebab, perpindahan tersebut akan menyisakan ruang kosong di gedung-gedung pemerintah di Jakarta. Melansir dari laman Kemenkeu, DJKN mengungkapkan total aset milik negara yang ada di Jakarta nilainya kurang lebih Rp1.400 triliun.
Aset negara ini berpotensi menjadi sumber penerimaan yang negara yang menarik, terlebih mayoritas gedung pemerintahan berada di lokasi yang strategis. Pemerintah juga tengah mengkaji untuk memanfaatkan aset barang milik negara (BMN) tersebut ke pihak swasta.
Baca juga laporan terkait:
> Hypereport: Mengawal Transisi & Transformasi Jakarta Menuju Kota Global
> Hypereport: Memantapkan Jakarta Sebagai Kiblat Kota Kreatif
> Hypereport: Menata Jakarta Sebagai Kota Pariwisata Jelang Perpindahan IKN
> Hypereport: Perjalanan Jakarta Menuju Smart City Meski Tak Lagi Ibu Kota Negara
Meskipun demikian, Pakar Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna memprediksi upaya pemanfaatan BMN masih menghadapi banyak tantangan. Menurutnya, ada banyak persoalan yang harus dituntaskan sebelum pengelolaan gedung pemerintah ini disewakan swasta.
Dia meragukan minat swasta bakal tinggi terhadap gedung-gedung eks pemerintah tersebut. Sebab, meski berada di lokasi yang strategis, sejumlah aset BMN tersebut merupakan gedung-gedung tua.
“Aset-aset itu berupa apa? Gedung lama atau gedung baru? kalau gedung lama, itu perangkat sistemnya masih lama,” ucap Yayat kepada Hypeabis.id.
Di sisi lain, saat ini pasar properti juga belum begitu menjanjikan. Terlebih, ke depan dengan berkembangnya teknologi, cara orang berkantor juga bisa jadi akan berubah. Dalam artian, orang bekerja tidak lagi harus berada di kantor.
Kalau acuannya Jakarta akan menjadi kota global, tentu kegiatan perkantoran di dalamnya juga akan mengikuti gaya modern yang lebih fleksibel dan tidak harus datang secara fisik setiap waktu. Hal ini merupakan sebuah keniscayaan dalam hal transformasi gaya bekerja ke depan.
“Jadi, memang aset kalau tidak menarik akan jadi keset. Investor tentu akan pilih-pilih dong, ketika dia ingin perkantoran modern, tetapi yang disuguhkan model gedung lama. Kalau harus direvitalisasi atau dibongkar, tentu ada hitung-hitungannya tersendiri juga itu,” imbuhnya.
Sebagai informasi, terkait dengan aset BMN yang berpotensi menjadi idle sebagai akibat pemindahan Ibu Kota Negara ini, pemerintah telah mengaturnya dalam pasal 27 RUU IKN yang mengatur bahwa aset negara yang sebelumnya digunakan oleh Kementerian/Lembaga wajib dialihkan pengelolaanya kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang keuangan negara, dalam hal ini yaitu Menteri Keuangan atau Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Adapun, mekanisme pengelolaan Barang Milik Negara yang diatur dalam RUU IKN yaitu pemindahtanganan, dan/atau Pemanfaatan.
Ali Tranghanda, Executive Director Indonesia Property Watch, menuturkan bahwa pemerintah harus melakukan langkah optimalisasi terkait dengan aset-aset yang akan ditinggalkan ketika Ibu kota negara pindah ke Kalimantan Timur.
“Dengan melakukan kerja sama dengan swasta untuk penggunaan gedung-gedung yang ada,” katanya kepada Hypeabis.id.
Baginya, antara pemerintah harus memiliki solusi yang memenangkan semua pihak atas pemanfaatan ruang dari jangka waktu dan tarif sewa yang menarik bagi investor. Dia mengingatkan bahwa swasta pasti berhitung saat hendak menyewa gedung tersebut, yakni menguntungkan atau tidak secara bisnis.
Saat hendak menyewa sebuah gedung, periode sewa menjadi acuan bagi investor ketika hendak menyewa bangunan milik pemerintah selain lokasi dan kondisinya.
“Kapan investasinya balik modal dengan sewa kalau perlu di bawah harga pasar,” katanya.
Hanya saja, kondisi bangunan yang ada relatif sudah tua dan perlu direnovasi, sehingga menjadi beban bagi investor. Menurutnya, harga sewa gedung yang berada di bawah pasar memungkinkan terjadi akibat beban renovasi dan juga dapat diterapkan dengan jaminan masa sewa yang panjang.
Dalam catatan Bisnis.com, pemerintah - dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR pada tahun lalu – pernah menyatakan terdapat sekitar Rp300 triliun aset pemerintah di Jakarta yang perlu dioptimalisasi ketika ibu kota negara pindah.
Sejumlah aset yang dapat dioptimalkan di antaranya adalah istana negara, rumah ibadah milik negara, dan kantor wilayah (kanwil) yang tetap berada di Jakarta.
Sementara itu, pada tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 53/2023 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Aset dalam penugasan di Ibu Kota Negara.
Aturan tersebut merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 17/2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Pasal 2 PMK No. 53/2023 menyebutkan bahwa peraturan menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pengelolaan barang milik negara (BMN) dan aset dalam penguasaan (ADP) di Ibu Kota Nusantara. (Yudi Supriyanto/Chelsea Venda)
Baca juga: Hypereport: Ketika Pahlawan Industri Kreatif Berjuang lewat Karya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Sebab, perpindahan tersebut akan menyisakan ruang kosong di gedung-gedung pemerintah di Jakarta. Melansir dari laman Kemenkeu, DJKN mengungkapkan total aset milik negara yang ada di Jakarta nilainya kurang lebih Rp1.400 triliun.
Aset negara ini berpotensi menjadi sumber penerimaan yang negara yang menarik, terlebih mayoritas gedung pemerintahan berada di lokasi yang strategis. Pemerintah juga tengah mengkaji untuk memanfaatkan aset barang milik negara (BMN) tersebut ke pihak swasta.
Baca juga laporan terkait:
> Hypereport: Mengawal Transisi & Transformasi Jakarta Menuju Kota Global
> Hypereport: Memantapkan Jakarta Sebagai Kiblat Kota Kreatif
> Hypereport: Menata Jakarta Sebagai Kota Pariwisata Jelang Perpindahan IKN
> Hypereport: Perjalanan Jakarta Menuju Smart City Meski Tak Lagi Ibu Kota Negara
Meskipun demikian, Pakar Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna memprediksi upaya pemanfaatan BMN masih menghadapi banyak tantangan. Menurutnya, ada banyak persoalan yang harus dituntaskan sebelum pengelolaan gedung pemerintah ini disewakan swasta.
Dia meragukan minat swasta bakal tinggi terhadap gedung-gedung eks pemerintah tersebut. Sebab, meski berada di lokasi yang strategis, sejumlah aset BMN tersebut merupakan gedung-gedung tua.
“Aset-aset itu berupa apa? Gedung lama atau gedung baru? kalau gedung lama, itu perangkat sistemnya masih lama,” ucap Yayat kepada Hypeabis.id.
Di sisi lain, saat ini pasar properti juga belum begitu menjanjikan. Terlebih, ke depan dengan berkembangnya teknologi, cara orang berkantor juga bisa jadi akan berubah. Dalam artian, orang bekerja tidak lagi harus berada di kantor.
Kalau acuannya Jakarta akan menjadi kota global, tentu kegiatan perkantoran di dalamnya juga akan mengikuti gaya modern yang lebih fleksibel dan tidak harus datang secara fisik setiap waktu. Hal ini merupakan sebuah keniscayaan dalam hal transformasi gaya bekerja ke depan.
“Jadi, memang aset kalau tidak menarik akan jadi keset. Investor tentu akan pilih-pilih dong, ketika dia ingin perkantoran modern, tetapi yang disuguhkan model gedung lama. Kalau harus direvitalisasi atau dibongkar, tentu ada hitung-hitungannya tersendiri juga itu,” imbuhnya.
Sebagai informasi, terkait dengan aset BMN yang berpotensi menjadi idle sebagai akibat pemindahan Ibu Kota Negara ini, pemerintah telah mengaturnya dalam pasal 27 RUU IKN yang mengatur bahwa aset negara yang sebelumnya digunakan oleh Kementerian/Lembaga wajib dialihkan pengelolaanya kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang keuangan negara, dalam hal ini yaitu Menteri Keuangan atau Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Adapun, mekanisme pengelolaan Barang Milik Negara yang diatur dalam RUU IKN yaitu pemindahtanganan, dan/atau Pemanfaatan.
Gedung Kementerian Sosial Republik Indonesia (Sumber gambar: Kemensos)
“Dengan melakukan kerja sama dengan swasta untuk penggunaan gedung-gedung yang ada,” katanya kepada Hypeabis.id.
Baginya, antara pemerintah harus memiliki solusi yang memenangkan semua pihak atas pemanfaatan ruang dari jangka waktu dan tarif sewa yang menarik bagi investor. Dia mengingatkan bahwa swasta pasti berhitung saat hendak menyewa gedung tersebut, yakni menguntungkan atau tidak secara bisnis.
Saat hendak menyewa sebuah gedung, periode sewa menjadi acuan bagi investor ketika hendak menyewa bangunan milik pemerintah selain lokasi dan kondisinya.
“Kapan investasinya balik modal dengan sewa kalau perlu di bawah harga pasar,” katanya.
Hanya saja, kondisi bangunan yang ada relatif sudah tua dan perlu direnovasi, sehingga menjadi beban bagi investor. Menurutnya, harga sewa gedung yang berada di bawah pasar memungkinkan terjadi akibat beban renovasi dan juga dapat diterapkan dengan jaminan masa sewa yang panjang.
Dalam catatan Bisnis.com, pemerintah - dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR pada tahun lalu – pernah menyatakan terdapat sekitar Rp300 triliun aset pemerintah di Jakarta yang perlu dioptimalisasi ketika ibu kota negara pindah.
Sejumlah aset yang dapat dioptimalkan di antaranya adalah istana negara, rumah ibadah milik negara, dan kantor wilayah (kanwil) yang tetap berada di Jakarta.
Sementara itu, pada tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 53/2023 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Aset dalam penugasan di Ibu Kota Negara.
Aturan tersebut merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 17/2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Pasal 2 PMK No. 53/2023 menyebutkan bahwa peraturan menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pengelolaan barang milik negara (BMN) dan aset dalam penguasaan (ADP) di Ibu Kota Nusantara. (Yudi Supriyanto/Chelsea Venda)
Baca juga: Hypereport: Ketika Pahlawan Industri Kreatif Berjuang lewat Karya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.