Jakarta menuju kota global (Sumber foto: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)

Hypereport: Mengawal Transisi & Transformasi Jakarta Menuju Kota Global

26 November 2023   |   06:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Gemerlap Jakarta akan menemui muara baru seiring dengan transformasinya menghadapi masa transisi. Pascapembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur yang ditargetkan berlangsung pada 2024, kota ini hanya sedang menunggu waktu sebelum kehilangan statusnya sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI).

Meski nanti tidak lagi menyandang status ibu kota negara, Jakarta diyakini masih tetap eksis dan bertumbuh. Artinya, Jakarta tidak akan jadi sepi, apalagi dikatakan bakal menjadi kota mati. Kota yang dahulu dikenal dengan nama Batavia ini justru tengah bersiap mengukuhkan diri sebagai kota global.

Berbagai pekerjaan rumah pun menanti. Sebab, pada hakikatnya Jakarta telah lama menjadi kota global. Namun, peringkatnya dibanding kota-kota lain di dunia masih cukup rendah. Dalam Global City Index 2023, Jakarta hanya berada di peringkat ke-74 dari 156 kota di dunia. Adapun berdasarkan Global Liveability Index 2023, Jakarta juga hanya duduk di peringkat 139 dari 173 kota di dunia.

Jakarta mesti terus berbenah demi bisa meningkatkan peringkat dan bersaing di papan atas kota global dunia. Untuk memperbaiki posisinya, ada beberapa indikator penting sebuah kota global yang harus dimiliki Jakarta. 

Baca juga laporan terkait:
Hypereport: Memantapkan Jakarta Sebagai Kiblat Kota Kreatif


Menurut Kearney Global Cities Report, ada setidaknya lima faktor yang harus dimiliki sebuah kota jika ingin menjadi kota global yang bersaing. Pertama, mempunyai skala ekonomi yang berdaya saing. Kedua, memiliki sumber daya manusia yang berdaya saing global. Ketiga, pertukaran informasi yang baik. Keempat, pengalaman budaya. Kelima, keterlibatan politik.

Pakar Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan dalam hal skala ekonomi, Jakarta sudah sejak lama menjadi daerah yang pendapatan per kapitanya tertinggi di Indonesia. Namun, dirinya melihat fenomena kurang mengenakkan sedang terjadi di kota ini.

“Jakarta semacam sedang mengalami penurunan fungsi-fungsi kegiatan perdagangan dan jasa di tengah kotanya. Salah satu indikatornya adalah penurunan aktivitas ekonomi di Tanah Abang, Plaza Semanggi, dan banyak pusat perbelanjaan yang mulai kosong dan ditinggalkan. Sebagai kota global, ini bisa jadi indikasi berbahaya,” ungkap Yayat kepada Hypeabis.id.

Dalam masa transisi ini, Yayat juga menyinggung soal belum jelasnya fungsi apa yang bakal diperankan Jakarta di dalam skena kota global dunia. Dia memberi contoh Singapura yang dengan terang benderang menempatkan diri sebagai kota perdagangan dan jasa dunia. Kemudian, pelabuhannya juga menjadi hub perdagangan internasional. Lalu, pariwisatanya di sana juga besar.

Adapun, Jakarta belum memiliki daya tawar yang cukup untuk bersaing di papan atas kota global. Jika pun mengambil ceruk sebagai subhub dari Singapura, tentu tantangan berat akan menanti.
 

Konser Coldplay di Jakarta (Sumber foto: Hypeabis.id/Eusebio chrysnamurti)

Konser Coldplay di Jakarta (Sumber foto: Hypeabis.id/Eusebio chrysnamurti)

Namun, Yayat melihat ada fenomena menarik yang sedang terjadi di Jakarta belakangan ini. Kota ini belakangan banyak menyelenggarakan event berkelas internasional. Misalnya, saat ini Jakarta sedang menjadi salah satu tuan rumah Piala Dunia U-17. Kemudian, beberapa waktu lalu berbagai konser musisi dunia, termasuk Coldplay, juga digelar di Jakarta.

Sebagai sebuah kota, Yayat menyebut Jakarta saat ini memang punya dua stadion besar, yakni GBK dan JIS. Selain itu, kota ini juga punya banyak venue berkelas internasional lain sebagai penyelenggaraan MICE.

“Jakarta bisa jadi kota wisata kreatif sebagai simpul-simpul konser berkelas dunia. Salah satu spesialnya kita, selain jadi tempat penyelenggaraan, kita juga bisa jadi pasarnya langsung. Hal yang mungkin tidak bisa dilakukan negara lain yang penduduknya tidak terlalu banyak,” imbuhnya.

Selain itu, menurut Yayat, Jakarta yang makin terkoneksi dengan berbagai pilihan moda transportasinya, juga seharusnya mampu membuat daya tawar sebagai kota bagi perwakilan-perwakilan perkantoran dunia. Terlebih, secara infrastruktur, Jakarta telah punya rencana tata ruang yang makin menarik.
 

Tantangan Menuju Kota Global 

Segendang sepenarian, Ekonom Indef Nailul Huda mengatakan bahwa dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota global, masih terdapat berbagai tantangan yang perlu dihadapi. Terlebih, perpindahan status ibu kota juga sebenarnya akan cukup memberi lubang bagi ekonomi Jakarta.

Huda menyebut yang hilang setelah status ibu kota negara adalah konsumsi ASN kementerian pusat yang jumlahnya cukup besar. konsumsi yang hilang ini bisa menimbulkan multiplier negatif, yakni berkurangnya perputaran uang di DKI Jakarta.

Hal ini bisa jadi juga akan diikuti oleh perpindahan sebagian besar konsumsi sektor swasta ke IKN Nusantara kelak. Oleh karena itu, yang harus disiapkan adalah perpindahan konsumsi tersebut dengan meningkatkan sektor lainnya.

“Bisa jadi dengan meningkatkan pariwisata kota modern seperti yang dilakukan oleh Kuala Lumpur. Jika tidak ada perpindahan sektor ekonomi pembentuk PDRB pengganti, ekonomi Jakarta bisa turun tajam, termasuk juga wilayah penyangga Bodetabek,” terangnya.

Dengan demikian, dalam persiapan menjadi kota global, pembangunan Jakarta memang tidak akan bisa lagi berjalan sendiri. Perlu ada kerja sama antar daerah di Jabodetabek untuk menciptakan sumber ekonomi baru.

Salah satu modal besar yang dilihatnya ialah potensi Jakarta sebagai kota global dengan pariwisata dan jasa perusahaan yang unggul. Ke depan, dirinya berharap pembangunan mesti disesuaikan dengan kebutuhan dua sektor yang cukup menarik digarap Jakarta ke depan ini. 
 

Jakarta dengan banyak gedung pencakar langit (Sumber foto: Hypeabis.id/Suselo Jati)

Jakarta dengan banyak gedung pencakar langit (Sumber foto: Hypeabis.id/Suselo Jati)

Sementara itu, Ketua Subkelompok Perencana Pembangunan Jangka Panjang Bappeda Provinsi DKI Jakarta Fandy Rahmat mengatakan pihaknya tengah menggandeng lembaga pemeringkat (rating) sehingga bisa segera mewujudkan diri sebagai kota global.

Menurutnya, pendampingan ini dirasa penting fokus perbaikan indikator bisa dilakukan dan membuat peringkat Jakarta naik dalam skala kota global. Di sisi lain, membangun kota global juga menurutnya perlu partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, serta masyarakat.

Salah satu yang menarik dari Jakarta setelah status ibu kota dicabut ialah aset negara yang masih ada di Jakarta. Aset tersebut bisa menjadi modal menarik bagi Jakarta untuk membangun ekonominya kembali.

“Aset Barang Milik Negara (BMN) tersebut kebanyakan berlokasi di prime area. Ini menjadi salah satu potensi yang dimiliki Jakarta untuk mendukung mewujudkan kota global,” ucapnya dalam diskusi daring Perencanaan Pembangunan Jakarta Kota Global, Rabu (23/11/2023).

Menurutnya, aset-aset yang berada di jantung kota itu bisa dimanfaatkan menjadi kawasan perdagangan dan jasa, ruang terbuka hijau, pariwisata, dan kantor cabang pemerintah pusat. Dengan demikian, Jakarta bisa lebih memaksimalkan peluang sebagai kota global, terlebih infrastruktur bertaraf internasional, seperti kereta cepat Whoosh, MRT, LRT, dan akses lainnya juga makin beragam.

Baca juga: Mengintip Rahasia di Balik Bisnis Kuliner Legendaris yang Masih Eksis di Jakarta

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Hypereport: Memantapkan Jakarta Sebagai Kiblat Kota Kreatif

BERIKUTNYA

4 Penyebab Kenapa Air Hujan Bikin Sakit Kepala dan Demam

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: