Grup musik dangdut, Feel Koplo, menghibur penonton dalam acara Dance Dude Fest 2019 di Lokananta, Solo. (Foto: Jibi/Espos/ M. Ferri Setiawan)

Hypereport: Metamorfosis Dangdut dari Irama Melayu hingga Feel Koplo

17 October 2023   |   06:52 WIB
Image
Fajar Sidik Hypeabis.id

Selama ini, dangdut identik sebagai musik rakyat. Cengkok penyanyi dan tabuhan kendang membawa setiap penikmat musiknya untuk ikut berdendang dan bergoyang. Meski sempat dicap dengan kesan norak dan kampungan, nyatanya musik yang semula berkembang dari Irama Melayu ini makin menunjukkan eksistensinya dan digemari generasi muda.

Jika menelusuri literatur yang tersedia, istilah dangdut muncul pertama kali sekitar 1972 atau 1973. Istilah musik dangdut ini merupakan pembentukan kata yang menirukan bunyi kendang, yaitu dang dang dut, dengan suatu ungkapan dan perasaan yang menghina dari masyarakat lapisan atas. Hal itu, diungkapkan oleh William H. Frederict (1982) sebagaimana dikutip dalam buku Pesan-Pesan Budaya Lagu-Lagu Pop-Dangdut dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Sosial Remaja Kota yang diterbitkan Depdikbud pada 1995.

Baca juga: Saat Pemerintah Orde Baru Jatuh Hati pada Dendang Dangdut

Meski begitu, dangdut terus menunjukkan eksistensinya. Hal itu, berkat kreativitas para musisi di zamannya yang begitu adaptif terhadap perkembangan industri musik dunia. Misalnya, sosok Raja Dangdut Rhoma Irama merupakan tokoh musik dangdut modern yang memberikan sentuhan musik rok dan musik populer hingga dapat diterima berbagai kalangan.

Bahkan, sosok yang dikenal sebagai Bang Haji ini sukses membawa musik dangdut bergema di tingkat dunia.
Sebagai salah satu musik yang terus berkembang, musik ini mampu beradaptasi seiring dengan perkembangan industri musik global, sehingga lahir warna-warna baru seperti disko dangdut, reggae dangdut, dangdut rok, hingga sentuhan tradisional seperti dangdut jaipong, dan dangdut campursari dan koplo yang banyak digemari saat ini.

Termasuk pada era digital ini, ada banyak musisi dangdut yang bersinar dan menjadi idola baru berkat karya-karyanya yang dihadirkan dalam berbagai platform video streaming seperti Denny Caknan, Happy Asmara, atau grup dangdut Feel Koplo.

Mengingat kekayaan khazanah musik dangdut dan dinamikanya yang sangat menarik, Hypeabis.id mengangkat perkembangan musik dangdut ini dalam Hypereport edisi kali ini, dari sejarah perkembangan, regenerasi, hingga keberadaannya dewasa ini.


1. Jalan Panjang Dangdut Menuju Pengakuan UNESCO

Musik dangdut tengah menapaki jalannya untuk mendapatkan pengakuan dunia, menyusul langkah Pemerintah Indonesia yang mendaftarkannya ke Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kepastian itu didapat pada Agustus lalu, setelah Kemendikbudristek menetapkan dangdut sebagai warisan budaya tak benda. Rhoma Irama, legenda dan raja dangdut pun mengawal proses tersebut.

Namun, menjadi bagian dari UNESCO bukanlah tujuan akhir. Banyak pihak harus berpikir langkah selanjutnya ketika organisasi itu mengabulkannya – termasuk cara pelestarian.

Etnomusikologi Jabatin Bangun menilai bahwa dangdut adalah ciri budaya Merah Putih – terutama dari sisi gaya musikal, bentuk, dan syair. Musik ini berakar dari tradisi Indonesia dengan ciri musikal melayunya, terutama bentuk dari gendang yang menghasilkan suara dangdut, ketika dipukul dan kemudian dijadikan sebagai onomatope.


2. Dari Orkes Melayu sampai Koplo, Regenerasi Dangdut Terus Berlanjut

Irama dangdut yang khas seolah mengajak pendengarnya berdendang dan berjoget bersama. Alunan lagu yang identik dengan irama seruling, tabuhan gendang, dan cengkok vokal penyanyinya itu sejak dulu telah menjadi identitas musik tanah air.

Popularitas dangdut berawal dari akar rumput yang ditandai dengan meledaknya lagu Boneka India yang dinyanyikan oleh Ellya Khadam pada era 1960-an. Seiring berjalannya waktu dangdut terus mengalami perkembangan.

Memasuki era 1970-an lahirlah dangdut modern yang menggunakan alat musik barat, seperti terompet, organ, dan mandolin. Lirik lagunya juga dinilai dekat dengan keseharian orang banyak, seperti kisah percintaan romantis, isu-isu sosial, sampai yang bersifat syiar agama Islam.

Sampai pada era 1980-an hingga sekarang, karakter dangdut jadi lebih dinamis dengan dipadukan genre musik lainnya yang lebih kekinian. Sehingga munculah subgenre musik dangdut seperti rockdut, zapin, campursari, koplo, rapdut, dan lainnya. Inovasi kreatif ini membuat dangdut jadi lebih berwarna, sehingga bisa memperluas pasarnya sampai ke generasi muda.


3. Joget Dangdut Makin Asyik Berkat Merebaknya Lirik Berbahasa Daerah

Musik dangdut makin riuh bergema dalam beberapa tahun terakhir ini. Musik yang identik dengan tabuhan gendang dan cengkok vokal penyanyinya itu juga terus bertransformasi menemukan bentuk-bentuk baru, memikat pendengar baru, dan menabrak kelas-kelas yang menyekatnya selama ini.

Dangdut yang dulu identik dengan musik kelas bawah, nyatanya kini penikmat dangdut telah datang dari berbagai kalangan. Panggung dangdut yang dihadirkan pada perayaan Hari Kemerdekaan di Istana Negara dalam 2 tahun terakhi jadi saksi bahwa para petinggi negeri ini juga sejatinya tak kuasa menahan bergoyang ketika gendang telah ditabuh.

Musik dangdut juga kini tidak lagi sebatas hadir di panggung-panggung sederhana. Kegemilangan para biduan dangdut juga mewarnai berbagai festival musik bergengsi, dari Synchronize Fest hingga Pesta Pora sekali pun.

Dangdut memang sedang mengundang atensi yang luar biasa. Di YouTube, Denny Caknan, salah satu generasi baru dangdut yang lagi naik daun telah mencapai 5,97 juta subscriber. Lagu-lagunya juga diputar oleh jutaan orang, bahkan untuk judul Kartonyono Medot Janji telah diputar ulang sebanyak 273 juta kali.


4. Orkes Terus Berdendang, Musik dari Kampus yang Membius Banyak Orang

Malam itu, area belakang Teater Besar di Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini Jakarta tampak ramai. Puluhan orang berkumpul, berjoget, dan bersuka cita menikmati alunan musik. Di atas panggung berukuran kecil, tampak sekelompok laki-laki berpakaian nyentrik, bersemangat memainkan alat musik mereka.

Sebelas orang yang terdiri dari pemusik dan penyanyi itu melantunkan lagu-lagu berbahasa Indonesia dan Minangkabau dengan irama musik orkes Melayu yang khas. Nyaris semua penonton yang hadir larut dengan suguhan pertunjukan musik yang menghibur sekaligus membuat siapapun tak tahan untuk bergoyang itu.

Mereka adalah Orkes Taman Bunga (OTB), grup musik orkes yang berbasis di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Berdiri sejak 2012, OTB konsisten mengusung perpaduan antara musik Minangkabau-Melayu dan dangdut yang dikemas ke dalam bentuk populer.

Lagu-lagu yang diciptakan OTB mayoritas merupakan refleksi dari cerita-cerita dan pengalaman keseharian di lingkungan mereka, yang dinyanyikan dengan memadukan antara bahasa Minangkabau dan Indonesia. Semua itu disajikan dengan melodi instrumen etnik rumpun Melayu dan sentuhan modern.

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Paper Rex Gelar Fan Meeting Bareng RRQ Pekan Ini, Cek Lokasi & Link Daftarnya

BERIKUTNYA

Review Episode 4 Strong Girl Nam-soon, Pertemuan Haru Keluarga dan Pengejaran Gembong Narkoba

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: