Seniman TuTu saat ditemui di acara pembukaan pameran Future Wisdom di Can's Gallery, Sabtu (7/10/2023). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Melihat Karya-karya Retrospektif Seniman TuTu dalam Pameran Future Wisdom

08 October 2023   |   16:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

TuTu selama ini dikenal sebagai seniman graffiti dan street art kenamaan di Indonesia. Sejak 2000-an, dia aktif menggambar di ruang-ruang publik dan terlibat dalam sejumlah ajang street art nasional hingga internasional. Namun, sebagai seniman, TuTu juga ingin karyanya dapat dinikmati lebih detail dengan pesan yang lebih personal.
 
Hal itu dituangkan ke dalam pameran tunggal bertajuk Future Wisdom yang digelar di Can's Gallery hingga 8 November 2023. Pameran ini menjadi momentum kembalinya TuTu menggelar pameran tunggal setelah 8 tahun. Kala itu, dia mengadakan pameran bertajuk Barbuk di Gardu House Jakarta pada 2015. 

Baca juga: Hal-hal yang Tak Pernah Mati dari Max Havelaar dalam Pameran The Book That Killed Colonialism
 
Pameran ini menampilkan sebanyak 18 karya yang merupakan hasil pergumulan, pencarian, sekaligus eksplorasi TuTu sebagai seniman dalam kurun waktu 8 tahun terakhir. Selama itu, dia kerap bepergian, bertemu, dan mengobrol dengan banyak orang, melihat lingkungan sekitar termasuk mengamati perkembangan isu di media sosial.
 
Berbeda dari pameran tunggal pertamanya yang lebih menonjolkan seni grafiti, dalam ekshibisinya kali ini sang seniman lebih mengeksplorasi karya-karya yang bersifat personal dengan narasi mendalam. Dengan kata lain, buah tangan dalam pameran ini adalah wujud perkembangannya dari segi teknis sekaligus cara berpikirnya sebagai pekerja seni. 
 
"Selama setengah tahun gue enggak keluar dari studio untuk membuat 18 karya itu. Sebelum itu, gue jalan-jalan keluar studio, berelasi dengan banyak orang tapi tetap berkarya," katanya saat ditemui Hypeabis.id di Can's Gallery, Sabtu (7/10/2023).
 

Heroes Ultra Gals (2023), 120 x 160 cm, TuTu. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Heroes Ultra Gals (2023), 120 x 160 cm, TuTu. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

TuTu mengatakan karya-karya yang dipamerkan dalam ekshibisi ini menggunakan format seni retrospektif yakni representasi perjalanan hidupnya sejak kecil. Hal itu mewujud dalam gambar yang kental dengan produk-produk budaya populer pada 1980-an seperti kartun, animasi, dan gim.
 
Misalnya dalam karya bertajuk Heroes Ultra Gals. Lukisan berdimensi 120 x 160 cm itu menampilkan sosok kartun superhero Ultraman yang sedang berpose sambil membawa gawai. Figur kartun yang identik dengan generasi 80-an hingga 90-an itu hadir dengan interpretasi yang terkesan kekinian, ditandai adanya gadget dan penggunaan warna yang berbeda dari aslinya.
 
Selain Ultraman, kartun ikonik Astro Boy juga tampak hadir dalam karya TuTu berajuk Heroes Astro Babe. Lukisan berdimensi 120 x 160 cm itu menghadirkan figur Astro Boy tapi dengan wajah dan pose yang berbeda. Sekilas, figurnya justru tampak seperti perempuan dengan pose yang feminin.
 
Di samping karakter-karakter kartun yang membangkitkan memori kolektif tentang masa lalu, karya-karya TuTu kali ini juga didominasi oleh gambar figur manusia dengan beragam bentuk. Figurnya yang tidak merujuk pada satu sosok tertentu membuka ruang penafsiran yang luas bagi audiens.
 
Hal itu misalnya tampak pada karyanya yang berjudul What Are You Made Of?. Karya berdimensi 130 x 150 cm dengan dominasi warna ungu itu tampak menampilkan tiga figur wajah manusia dengan ekspresi yang berbeda-beda, mulai dari memejamkan mata hingga fierce

Baca juga: Melihat Eksotisme Indonesia dari Kacamata Seniman Korea dalam Pameran Blessing di D Gallerie
 

Heroes Ultra Gals (2023), 120 x 160 cm, TuTu. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Visual Display Success (2023), 152 x 132 x 15 cm, TuTu. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Pada karyanya yang lain, Visual Display of Success (2023), figur manusia hadir dengan gambar-gambar lain yang saling bertumpuk seperti mengingatkan pada seni kolase. Ada sosok laki-laki menggunakan jas, ikon kota, elemen roket, dadu, hingga seekor anjing. Semua itu hadir menimbulkan teka-teki tapi dengan kesan yang menyenangkan saat melihat lukisannya.
 
"Gue tidak membuat figuratif itu dan mendefinisikan itu siapa. Tapi gue seneng ngulik tentang bagaimana manusia itu bersosialisasi, berhubungan dengan sesama dan lingkungannya. Jadi figur disitu media yang melambangkan manusia, bisa siapa aja," kata seniman pemilik nama asli A.A.G Airlangga itu.
 
Di samping karakter dan figur, elemen lain yang menonjol pada karya-karya TuTu dalam pameran ini adalah komposisi warna yang menyala dan atraktif. Hal ini tentu tidak bisa dipisahkan dari rekam jejaknya sebagai seniman street art yang karib dengan eksplorasi warna.
 
"Gue tetap belajar tapi dasarnya gue udah dapet di jalan. Dalam arti gue udah tahu pasangan warna primer dan sekunder yang cocok sama konsep dan karakter gue. Tapi tinggal mengembangkan karena gue bosenan," ucapnya.
 
Eksplorasi TuTu juga tampak dalam penggunaan ragam bidang kanvas untuk menampilkan hasil karyanya. Selain kanvas konvensional segi empat, dia juga menggunakan bidang lain seperti kanvas dengan spanram yang diubah bentuk, papan dengan tambahan kolase, karya di atas batu, karya assembling benda-benda, hingga karya di atas buku-buku lawas.
 
Hal itu terlihat pada sebagian besar karyanya seperti Wide Open (2023), Memento (2023), Knowledge Comes, But Wisdom Lingers (2022), Solitude (2023), dan Power of Positivity (2023). "Gue lagi-lagi bosenan kalau setiap melihat karya harus di atas kanvas bentuk segi empat. Gue berusaha untuk keluar dari box itu. Jangan orang lain doang yang seneng, gue yang bikin juga harus seneng," ucapnya.
 
Bagi TuTu, pameran ini sekaligus juga menjadi momentum pembuktian dirinya bahwa meski berangkat dari latar belakang street art yang kerap dipandang sebelah mata, karya-karyanya bisa hadir dalam bentuk yang lain. Dia berusaha mengembangkan dan mendalami materi konsep dan visual, tanpa meninggalkan komponen sejarah yang dilewatinya.
 
"Gue ingin orang lain tahu versi gue yang pure itu seperti apa sih, yang merepresentasikan gue sebagai seniman. Bagaimana gue membawa dan menghubungkan karya-karya dengan pemikiran orang lain sebagai kolektor, menurut gue itu yang penting," katanya. 

Baca juga: Mengungkai Imaji Ruth Marbun dalam Pameran Perangai di Artsphere Gallery
 

Heroes Ultra Gals (2023), 120 x 160 cm, TuTu. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Wide Open (2023), 161 x 110 cm, TuTu. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Kurator sekaligus Dosen Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, Bambang Witjaksono menilai TuTu memiliki perbedaan yang cukup mencolok dalam bahasa visualnya dibandingkan dengan street artist pada kebanyakan. Menurutnya, TuTu gemar mengeksplorasi garis, warna, serta volume kedalaman ruang.  
 
Berbagai elemen, lanjutnya, dibuat dengan teliti, teratur, dan terukur. Berbeda dengan sebagian street artist yang mengandalkan tarikan-tarikan garis dinamis dan fluiditas pada cat semprot, yang dilakukan TuTu adalah mengkalkulasi bidang. Dia tidak hanya bermain dengan garis dan ruang, tetapi melakukan eksplorasi terhadap waktu. Berapa lama yang akan dia habiskan untuk membuat satu gambar. 
 
"Pendekatan ini tentu membawa keunikan tersendiri. Namun, apa pun media yang digunakan, TuTu akan tetap menampilkan garis-warna-ruang yang lalu menjadi andalannya, sembari di saat yang bersamaan bekerja dengan menggunakan gagasan
dari hal-hal yang terjadi di lingkungannya," katanya.
 
Bambang menilai karya TuTu juga memvisualkan keseimbangan antara semua elemen yang non kaidah geometrik klasik pada umumnya, penjabaran bentuk mikroskopik, dan penggabungan teknik visual yang berbeda, yang diracik dalam gaya fiksi ilmiah dan fantasi (science fiction) pada sebuah medium.
 
Dalam karyanya sering muncul visual dengan makna tersembunyi seperti meninggalkan potongan teka-teki yang harus dipecahkan. Dengan membawa bentuk abstraksi geometris dan terkesan retro tapi juga futuristik, karyanya seakan membuka suatu dunia baru yang eksis tapi tidak nyata. 
 
"Ruang tanpa dimensi, bentuk tanpa massa, waktu yang tidak linear. Sesuatu yang mengajak untuk menempuh eksplorasi imajiner. Hingga kini, dia konsisten mengusung gaya retrofuturistik deco realism dalam karyanya," imbuhnya.

Baca juga: Dinamika Wujud Jakarta Menuju Peran Baru di Pameran Jakarta Architecture Festival 2023

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Menikmati Ragam Varian Dessert Cantik di Sunday Folks

BERIKUTNYA

Perolehan Medali Akhir Asian Games 2022: Indonesia Posisi ke-13, China Rekor dengan 201 Emas

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: