Tajuk Perangai dipilih untuk merepresentasikan hasil amatannya terhadap perilaku masyarakat urban dalam bereaksi terhadap berbagai macam fenomena. (sumber gambar Artsphere Gallery)

Mengungkai Imaji Ruth Marbun dalam Pameran Perangai di Artsphere Gallery

21 September 2023   |   14:04 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Lusinan lukisan berwarna monokrom langsung menyergap mata pengunjung saat memasuki Artsphere Gallery, Jakarta. Sebab, alih-alih dipacak di dinding, seri karya bertajuk Teka-teki Tokoh (i)- (xi..) itu justru digantung tanpa bingkai dengan menggunakan benang khusus.

Uniknya, seri lukisan menggunkan medium cat air di atas kanvas itu hampir semuanya menampilkan ragam figur dengan berbagai karakter. Namun, setiap objek yang ditampilkan tidak menegaskan sosok gender tertentu, entah perempuan atau laki-laki, kanak-kanak atau dewasa. 

Seri lukisan bertarikh 2023 itu merupakan deretan karya dwimatra dari perupa Ruth Marbun yang dipacak di Artsphere Gallery, Jakarta. Mengambil tajuk Perangai, pameran tunggal seniman perempuan ini menampilkan sebanyak 50 lukisan dengan goresan-goresan yang ekspresif.

Menurut sang seniman, eksibisi ini merupakan momen titik baliknya setelah 6 tahun tidak menggelar pameran tunggal. Adapun, tajuk Perangai dipilih dari hasil amatannya terhadap perilaku masyarakat urban dalam bereaksi terhadap berbagai macam fenomena.

Bagi Utay, begitu dia disapa, ragam perilaku manusia kota adalah pemandangan yang selalu menginspirasinya. Hal itu terutama dipengaruhi lewat perjumpaannya dengan berbagai karakter yang ditemui secara selintas, yang lalu mengendap dalam imaji atau alam bawah sadarnya.
 

Karya Ruth Marbun berjudul Teka-teki Tokoh (XV) sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar

Karya Ruth Marbun berjudul Teka-teki Tokoh (XV)  (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)
 

Sesuai tajuknya, pameran tunggal ketiga Utay ini memang fokus menggambarkan perangai masyarakat urban dalam bertahan hidup. Adapun, karakter itu diambil lewat perjumpaannya dengan berbagai sosok seperti tukang pigura, tukang nasi goreng, pegawai kantor, dan kalangan akar rumput lain.

Namun, perupa yang bermukim di Tangerang Selatan itu juga menyisipkan kalimat-kalimat nakal yang justru memberi perspektif baru dari karyanya. Narasi atau kata-kata yang kadang bertentangan, bahkan kerap saling melengkapi goresan visualnya itu memberi nuansa yang unik bagi pengunjung.

"Menurutku hal-hal kecil itu jarang mendapat tempat dalam karya seni. Kita selalu tertarik pada hal-hal besar, padahal semua itu dibangun dari cerita-cerita kecil yang hingga menjadi narasi besar," katanya.

Hasil pengamatannya yang dilakukan secara selintas itu pun mewujud dalam berbagai objek yang tampak dilukis dengan instingtif. Alih-alih menghadirkan karya yang menggambarkan potret secara utuh Utay justru melukiskan sosok-sosok yang samar.

Dalam seri Teka-teki Tokoh nomor xvii misalnya, sang seniman juga menghadirkan figur karakter lewat dominasi warna coklat dengan berbagai gestur. Tak lupa dia menyelipkan kalimat jenaka seperti; 'Merica takut hantu tapi tidak kecepatan waktu, dia gemar membeli sepatu'. 

Sesuai judulnya, sang seniman seolah juga memberi ruang kamuflase saat dia bermain-main dengan unsur ambiguitas. Namun di sisi lain menantang persepsi pengunjung, bahwa ketika ada sesuatu yang dianggap lumrah, akan selalu ada anasir-anasir mengejutkan yang menyertainya saat diperhatikan dengan saksama.

Dalam pameran ini, Utay juga memainkan politik ruang pamer dengan penempatan karya-karyanya. Salah satunnya lewat dominasi lukisan cat air di atas kertas yang berukuran lebih besar dibandingkan cat akrilik di atas kanvas, yang di antaranya bahkan berukuran seperti batu bata dan ada pula yang memanjang serupa batangan kayu.

 

Kolase karya Ruth Marbun  (sumber gambar Hypeaabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)

Kolase karya Ruth Marbun (sumber gambar Hypeaabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)


Dalam sejarah seni rupa modern, lukisan-lukisan kanvas memang cenderung mendapatkan perhatian lebih dibanding karya dengan medium kertas. Namun, Utay sepertinya tak ingin terjebak pada konstruksi tersebut, salah satunya dengan memberi porsi lebih dalam karya bermedium kertas.

Semangat yang sama juga dapat dilihat dari salah satu karyanya bertajuk Bata(s) i (2023). Lewat karya menggunakan medium acrylic and pastel on canvas berukuran 23 x 11 x 5 cm juga mencoba menantang pola konstruksi yang berlaku di kalangan seniman.

Lewat karya berukuran sebesar batu bata itu, Utay juga menghadirkan narasi kecil yang mungkin tidak disadari masyarakat. Yaitu lewat tulisan 'Naikkan Derajat Ikan Kembung' yang menjadi bentuk tanggapan sang seniman terhadap hasil riset pangan bahwa kandungan Omega 3 ikan ini lebih tinggi dari salmon.

Selain itu, dengan menggunakan medium yang kecil hal itu justru menantang batas limitasinya untuk bisa mencari kemungkinan estetik yang lebih beragam. Sebab, seniman yang juga desainer itu mengaku pola pengkaryaan seperti itulah yang bakal membuatnya lebih tertantang mengeksplorasi dan ruang.

"Keputusan-keputusan itu sebenarnya banyak dibuat secara tidak sadar. Aku juga sangat senang bermain dengan konstruksi lukisan karena ini merupakan salah satu caraku untuk mendekatkan diri dengan lukisan," katanya.


 

Karya Ruth Marbun berjudul Bata(s) i (2023) (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)

Karya Ruth Marbun berjudul Bata(s) i (2023) (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)


Kurator pameran Gesyada Siregar mengungkap, karya-karya Utay memang menantang persepsi pengunjung. Menurutnya, menelusuri karya-karya Utay laiknya mengelilingi petak-petak permukiman, yang di tiap sisinya menampilkan berbagai perilaku manusia.

Salah satunya saat sang seniman menyadari tindakan-tindakan kalangan akar rumput sebagai sebuah perlawanan terhadap masalah besar yang terjadi di dunia. Ini terejawantah lewat tindakan mereka yang sekecil dan sesederhana apapun dalam menghadapi realitas.

Selain itu, pada beberapa karya kanvas, gambar-gambar Utay tidak hanya tampil di sisi depan, tapi terdapat ‘catatan-catatan pinggir’ berupa teks dan gambar sebagai kejutan. Pada karya yang bertuliskan 'orangnya sangat serius, tidak ada yang tahu berapa jumlah giginya' misalnya, ternyata juga memiliki sambungan teks 'atau gajinya' pada sisi sebelah kanan lukisan.
Baca juga: Akan Dilelang November, Simak Cerita di Balik Lukisan Femme ala Montre Karya Pablo Picasso
"Pameran Perangai ini merupakan rekam jejak dan siasat Utay dalam berkompromi di tengah hiruk pikuk urban. Sang seniman mengandalkan insting sebagai sebuah jalan dalam perkelindanan antara visual atau kata, baik yang lumrah dan yang janggal," katanya.

Editor: M R Purboyo

SEBELUMNYA

6 Cara Menghemat Konsumsi Listrik Agar Kocek Genhype Tetap Aman

BERIKUTNYA

Genhype, Kenali Efek Negatif Terlalu Banyak Konsumsi Gula Bagi Kesehatan Kulit

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: