Semesta Imajiner Perupa Rendy Raka Pramudya dalam Koleksi Karya Imagining Noumena
25 July 2023 |
12:00 WIB
Sebagai perupa, Rendy Raka Pramudya percaya bahwa ada satu ruang yang tidak bisa dicapai oleh manusia secara nyata, dan hanya sebatas ide dan imajinasi. Di ruang yang tak terjangkau itulah, dia mencoba menciptakan visualisasi semesta imajinernya yang bebas sekaligus puitik.
Hasilnya, dia tuangkan ke dalam 12 lukisan terbarunya yang ditampilkan dalam pameran bertajuk Imagining Noumena yang dihelat di Can's Gallery hingga 27 Juli 2023. Seperti judulnya, melalui karya-karya dalam pameran ini, Rendy menawarkan ruang penjelajahan yang bebas dari metafora penciptaan semesta yang coba diselaminya.
Hal ini menciptakan kemungkinan audiens untuk membuka akses dan mencapai noumena, istilah yang didefinisikan sebagai inti kebenaran yang nyata tapi sejatinya hadir di luar rentang persepsi dan kognisi manusia.
Baca juga: 5 Agenda Pameran Seni & Fotografi Agustus 2023, dari Eko Nugroho hingga Andy Dewantoro
Istilah noumena ini identik menjadi bagian dari filsafat Immanuel Kant, yang menyoal kenyataan yang tak dapat dicapai oleh indrawi manusia, tapi bisa ditangkap oleh imajinasi dan daya pikir. Sesuatu yang ada tapi tidak bisa dijelaskan melalui angka maupun kata, tapi dia ada di kehidupan manusia dan menjadi bagian dari alam.
Kesan inilah yang tampak pada 12 lukisan Rendy. Karya-karyanya tampil dengan tumpukan warna yang saling tumpang tindih dan bentuk-bentuk yang terbangun dari intuisi sang seniman. Hal yang menjadi sebuah kekayaan visual garis, warna, gradasi, dan bentuk yang mengesankan secara visual namun pada waktu yang bersamaan juga menimbulkan pertanyaan.
Misalnya dalam lukisan berjudul Kehendak Dalam Penciptaan: Bentuk Pergerakan 3 (2023). Dalam karya berdimensi 150 x 250 cm itu, sang perupa secara sekilas tampak menghadirkan visualisasi yang chaos dan acak. Namun, jika diteliti lebih lanjut, dengan kepiawaiannya, lukisan tersebut justru berhasil membangun harmoni bentuk yang estetik.
Palet warna yang hadir seperti hitam, abu-abu, putih, hingga krem mewujud dalam bentuk-bentuk yang abstrak. Namun, pada saat yang sama juga seperti memiliki ritme yang teratur. Garis-garis besar dengan gradasi saling bertumpang tindih dengan tarikan garis-garis yang lebih kecil, menjalar di bagian luar kanvas.
Selain kekayaan bentuk-bentuk garis dan ruang, hal lain yang juga menarik dari lukisan-lukisan Rendy adalah permainan palet warna yang dipilih oleh sang perupa. Dalam beberapa lukisan, warna-warna yang hadir tampak semakin ekspresif sehingga memberikan kesan yang kuat secara visual.
Hal itu misalnya hadir dalam lukisan bertajuk Kehendak Dalam Penciptaan: Dalam Noumena (2023). Sekilas, lukisan berdimensi 120 x 200 cm itu tampak didominasi oleh warna biru dan hijau dengan sesekali kecoklatan. Namun, jika diamati lebih dekat, Rendy bermain dengan banyak warna dalam karyanya.
Seperti merah muda, ungu, hitam, abu-abu, hingga jingga. Ruang yang diciptakannya dalam lukisan itu juga tampak lebih eksploratif dengan hadirnya bentuk-bentuk siluet tiga dimensi, sapuan gradasi yang intuitif, sehingga menawarkan bentuk keindahan visual abstrak yang lain.
Baca juga: Melihat Realita Indonesia & Korea Selatan dalam Pameran Indonesian – Korean Art Exchange
Kesan itu pula yang tampak pada lukisan-lukisannya yang lain seperti Kehendak Dalam Penciptaan: Dalam Noumena 3, Menciptakan Perjalanan Hidup: Ruang Dalam Noumena, Kehendak Dalam Penciptaan: Dalam Noumena 2, dan Kehendak Dalam Penciptaan: Dalam Noumena 3 yang semuanya dibuat pada 2023.
Rendy Raka Pramudya mengatakan sepanjang penjelajahan artistiknya, dia selalu berupaya untuk mencari bentuk-bentuk visual baru dari yang pernah ada sebelumnya. Keinginan itu akhirnya membawanya pada percobaan ragam penggunaan teknik dan material dalam karya-karyanya.
"Kalau sekarang ini sedang mengulik efek-efek yang dihasilkan oleh cat akrilik dan cat minyak," kata perupa kelahiran 15 Juni 1992 itu.
Sebagai seniman, Rendy ingin menciptakan satu semesta baru versinya yang jauh dari visualisasi objek-objek referensial yang kerap ditemui sehari-hari. Untuk menghindari objek-objek familiar itu, dia mengaku memang sengaja melakukan teknik penciptaan lukisan yang tumpang tindih baik secara bentuk maupun warna.
Perupa kelahiran Jakarta itu pun tak menampik jika karya-karyanya kerap disematkan sebagai lukisan abstrak. Menurutnya, penafsiran itu biasanya tercipta lantaran lukisan-lukisannya tidak menampilkan bentuk yang jelas. Meski demikian, dia mengatakan bahwa dalam seluruh karyanya, terdapat ruang, gerak, dan waktu, alih-alih hanya menampilkan visualisasi abstrak.
Sejalan dengan gagasan artistiknya, dalam melukis, Rendy selalu membiarkan imajinasi dan intuisinya menggerakkannya kepada bentuk visual yang spontan dan tidak terduga. Lukisan-lukisannya tidak berangkat dari kerangka atau konsep yang telah dirancang terlebih dahulu.
Hal itulah yang membuatnya kerap membiarkan cat tumpah di atas kanvasnya lalu mengalir begitu saja mengikuti kehendaknya. Laiknya Tuhan yang mengatur dan berkehendak dalam semesta, sebagai perupa dalam lukisannya, Rendy lantas mengatur cat tersebut, mulai dari memolesnya, menambahnya dengan bentuk lain, hingga menumpuknya dengan tumpahan cat yang lain.
"Banyak orang bilang manusia berusaha Tuhan yang menciptakan. Itu yang saya lihat juga di fenomena lukisan sebenarnya. Jadi, semesta itu bisa dimana saja, bisa di dalam lukisan juga," katanya.
Baca juga: Pameran Bangkit Anak Indonesia Tampilkan Puluhan Karya Seni Ciptaan Seniman Muda Outsider
Kurator Ganjar Gumilar mengatakan lapisan warna, permainan tekstur, tumpang-tindih transparansi, serta penjalinan bentuk organis dalam karya-karya Rendy tidak hadir hanya sebagai bentuk signifikan melainkan juga menyatakan pemahaman tentang dinamika semesta yang terkonfigurasi dari bangunan ilusi kedalaman, arah gerak, dan perubahan.
Meski nampak kaotik dan acak, paparnya, kepiawaian Rendy dalam mengolah cat minyak dan akrilik justru berhasil membangun harmoni bentuk yang menyiratkan keterhubungan dari ragam elemennya, menjadi semacam permainan visualitas yang memantik perasaan yang partikular dalam mengalami multidimensi semesta spekulatifnya.
"Gestur ini seolah menjawab kesangsian yang merundungi dan mengelilingi formalisme kontemporer, dituduh untuk hidup terseok ditopang hanya apresiasi pasar, atau lebih jauhnya, sebatas turunan dari seni minimal atau abstrak ekspresionisme," katanya.
Dalam hal ini, Ganjar menuturkan selain menunjukkan bagaimana pendekatan seni bisa bertindak paralel pada pemaknaan filosofis, lukisan-lukisan Rendy juga menandakan adanya gejala seni pasca representasi, sekaligus memantik ulang dinamika perbincangan lukisan abstrak dalam konteks kemutakhiran seni.
Menurutnya, jika umumnya karya seni diharapkan bisa merespon sebuah fenomena spesifik yang bersifat kultural dan sosial politik yang mengangkat sebuah isu secara spesifik, tetapi karya Rendy justru mengambil bentuk yang berbeda dengan meniadakan fenomena dan menilik noumena.
Baca juga: Pameran Walking Through a Songline di Museum Kesejarahan Jakarta: Menyelami Kebudayaan Negeri Kanguru
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Hasilnya, dia tuangkan ke dalam 12 lukisan terbarunya yang ditampilkan dalam pameran bertajuk Imagining Noumena yang dihelat di Can's Gallery hingga 27 Juli 2023. Seperti judulnya, melalui karya-karya dalam pameran ini, Rendy menawarkan ruang penjelajahan yang bebas dari metafora penciptaan semesta yang coba diselaminya.
Hal ini menciptakan kemungkinan audiens untuk membuka akses dan mencapai noumena, istilah yang didefinisikan sebagai inti kebenaran yang nyata tapi sejatinya hadir di luar rentang persepsi dan kognisi manusia.
Baca juga: 5 Agenda Pameran Seni & Fotografi Agustus 2023, dari Eko Nugroho hingga Andy Dewantoro
Istilah noumena ini identik menjadi bagian dari filsafat Immanuel Kant, yang menyoal kenyataan yang tak dapat dicapai oleh indrawi manusia, tapi bisa ditangkap oleh imajinasi dan daya pikir. Sesuatu yang ada tapi tidak bisa dijelaskan melalui angka maupun kata, tapi dia ada di kehidupan manusia dan menjadi bagian dari alam.
Kesan inilah yang tampak pada 12 lukisan Rendy. Karya-karyanya tampil dengan tumpukan warna yang saling tumpang tindih dan bentuk-bentuk yang terbangun dari intuisi sang seniman. Hal yang menjadi sebuah kekayaan visual garis, warna, gradasi, dan bentuk yang mengesankan secara visual namun pada waktu yang bersamaan juga menimbulkan pertanyaan.
Misalnya dalam lukisan berjudul Kehendak Dalam Penciptaan: Bentuk Pergerakan 3 (2023). Dalam karya berdimensi 150 x 250 cm itu, sang perupa secara sekilas tampak menghadirkan visualisasi yang chaos dan acak. Namun, jika diteliti lebih lanjut, dengan kepiawaiannya, lukisan tersebut justru berhasil membangun harmoni bentuk yang estetik.
Kehendak Dalam Penciptaan : Bentuk Pergerakan, 150 x 250 cm, acrylic and oil on canvas, 2023. (Sumber gambar: Can's Gallery)
Selain kekayaan bentuk-bentuk garis dan ruang, hal lain yang juga menarik dari lukisan-lukisan Rendy adalah permainan palet warna yang dipilih oleh sang perupa. Dalam beberapa lukisan, warna-warna yang hadir tampak semakin ekspresif sehingga memberikan kesan yang kuat secara visual.
Hal itu misalnya hadir dalam lukisan bertajuk Kehendak Dalam Penciptaan: Dalam Noumena (2023). Sekilas, lukisan berdimensi 120 x 200 cm itu tampak didominasi oleh warna biru dan hijau dengan sesekali kecoklatan. Namun, jika diamati lebih dekat, Rendy bermain dengan banyak warna dalam karyanya.
Seperti merah muda, ungu, hitam, abu-abu, hingga jingga. Ruang yang diciptakannya dalam lukisan itu juga tampak lebih eksploratif dengan hadirnya bentuk-bentuk siluet tiga dimensi, sapuan gradasi yang intuitif, sehingga menawarkan bentuk keindahan visual abstrak yang lain.
Baca juga: Melihat Realita Indonesia & Korea Selatan dalam Pameran Indonesian – Korean Art Exchange
Kesan itu pula yang tampak pada lukisan-lukisannya yang lain seperti Kehendak Dalam Penciptaan: Dalam Noumena 3, Menciptakan Perjalanan Hidup: Ruang Dalam Noumena, Kehendak Dalam Penciptaan: Dalam Noumena 2, dan Kehendak Dalam Penciptaan: Dalam Noumena 3 yang semuanya dibuat pada 2023.
Rendy Raka Pramudya mengatakan sepanjang penjelajahan artistiknya, dia selalu berupaya untuk mencari bentuk-bentuk visual baru dari yang pernah ada sebelumnya. Keinginan itu akhirnya membawanya pada percobaan ragam penggunaan teknik dan material dalam karya-karyanya.
"Kalau sekarang ini sedang mengulik efek-efek yang dihasilkan oleh cat akrilik dan cat minyak," kata perupa kelahiran 15 Juni 1992 itu.
Sebagai seniman, Rendy ingin menciptakan satu semesta baru versinya yang jauh dari visualisasi objek-objek referensial yang kerap ditemui sehari-hari. Untuk menghindari objek-objek familiar itu, dia mengaku memang sengaja melakukan teknik penciptaan lukisan yang tumpang tindih baik secara bentuk maupun warna.
Perupa kelahiran Jakarta itu pun tak menampik jika karya-karyanya kerap disematkan sebagai lukisan abstrak. Menurutnya, penafsiran itu biasanya tercipta lantaran lukisan-lukisannya tidak menampilkan bentuk yang jelas. Meski demikian, dia mengatakan bahwa dalam seluruh karyanya, terdapat ruang, gerak, dan waktu, alih-alih hanya menampilkan visualisasi abstrak.
Sejalan dengan gagasan artistiknya, dalam melukis, Rendy selalu membiarkan imajinasi dan intuisinya menggerakkannya kepada bentuk visual yang spontan dan tidak terduga. Lukisan-lukisannya tidak berangkat dari kerangka atau konsep yang telah dirancang terlebih dahulu.
Hal itulah yang membuatnya kerap membiarkan cat tumpah di atas kanvasnya lalu mengalir begitu saja mengikuti kehendaknya. Laiknya Tuhan yang mengatur dan berkehendak dalam semesta, sebagai perupa dalam lukisannya, Rendy lantas mengatur cat tersebut, mulai dari memolesnya, menambahnya dengan bentuk lain, hingga menumpuknya dengan tumpahan cat yang lain.
"Banyak orang bilang manusia berusaha Tuhan yang menciptakan. Itu yang saya lihat juga di fenomena lukisan sebenarnya. Jadi, semesta itu bisa dimana saja, bisa di dalam lukisan juga," katanya.
Baca juga: Pameran Bangkit Anak Indonesia Tampilkan Puluhan Karya Seni Ciptaan Seniman Muda Outsider
Kurator Ganjar Gumilar mengatakan lapisan warna, permainan tekstur, tumpang-tindih transparansi, serta penjalinan bentuk organis dalam karya-karya Rendy tidak hadir hanya sebagai bentuk signifikan melainkan juga menyatakan pemahaman tentang dinamika semesta yang terkonfigurasi dari bangunan ilusi kedalaman, arah gerak, dan perubahan.
Meski nampak kaotik dan acak, paparnya, kepiawaian Rendy dalam mengolah cat minyak dan akrilik justru berhasil membangun harmoni bentuk yang menyiratkan keterhubungan dari ragam elemennya, menjadi semacam permainan visualitas yang memantik perasaan yang partikular dalam mengalami multidimensi semesta spekulatifnya.
"Gestur ini seolah menjawab kesangsian yang merundungi dan mengelilingi formalisme kontemporer, dituduh untuk hidup terseok ditopang hanya apresiasi pasar, atau lebih jauhnya, sebatas turunan dari seni minimal atau abstrak ekspresionisme," katanya.
Dalam hal ini, Ganjar menuturkan selain menunjukkan bagaimana pendekatan seni bisa bertindak paralel pada pemaknaan filosofis, lukisan-lukisan Rendy juga menandakan adanya gejala seni pasca representasi, sekaligus memantik ulang dinamika perbincangan lukisan abstrak dalam konteks kemutakhiran seni.
Menurutnya, jika umumnya karya seni diharapkan bisa merespon sebuah fenomena spesifik yang bersifat kultural dan sosial politik yang mengangkat sebuah isu secara spesifik, tetapi karya Rendy justru mengambil bentuk yang berbeda dengan meniadakan fenomena dan menilik noumena.
Baca juga: Pameran Walking Through a Songline di Museum Kesejarahan Jakarta: Menyelami Kebudayaan Negeri Kanguru
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.