Pameran Walking Through a Songline di Museum Kesejarahan Jakarta: Menyelami Kebudayaan Negeri Kanguru
07 July 2023 |
17:00 WIB
Museum Kesejarahan Jakarta mencatat jumlah pengunjung pameran seni instalasi digital imersif Walking Through a Songline mencapai hampir 8.000 orang sejak pertama soft launching pada 4 Juli 2023. Jumlah itu akan terus bertambah mengingat waktu pameran baru akan berakhir pada 23 Juli 2023 dan menyajikan video imersif dengan visual dan audio yang menarik.
Sri Kusumawati, Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta, Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, mengatakan bahwa jumlah pengunjung pameran bisa mencapa hampir 8.000 orang dalam tiga hari lantaran anak sekolah masih libur.
Baca juga: Pameran Walking Through a Songline Ajak Pengunjung Menyelami Kisah Penduduk Asli Australia
Selain itu, Museum Kesejarahan Jakarta juga merupakan museum yang paling banyak didatangi oleh masyarakat di Jakarta. Dalam satu tahun, jumlah masyarakat yang masuk ke dalam museum mencapai 800.000 orang.
“Jadi, ini adalah pemilihan [Museum Kesejarahan Jakarta sebagai tempat pameran] yang tepat,” katanya di Jakarta, Jumat, 7 Juli 2023.
Dia menjelaskan, pameran tersebut mendapatkan sekitar 3.000 orang pada hari pertama dan kedua. Sementara pada hari ketiga, sekitar 2.000 orang telah mengunjungi Walking Through a Songline di Museum Kesejarahan Jakarta.
Dengan begitu, maka dia meyakini bahwa akan banyak sekali masyarakat yang akan menyaksikan pameran itu dan mengenal kebudayaan negara yang juga dikenal dengan Negeri Kanguru.
Dalam catatan kuratorial Museum Nasional Australia, Walking Through a Songline menggambarkan pengalaman seperti sedang hanyut dalam sebuah lagu. Pameran ini memvisualisasikan songline seven sisters, yakni sebuah cerita yang mengalami pergantian seiring perubahan wilayah di seluruh benua dan area dari berbagai kelompok yang berbeda.
Kisah tersebut dimulai dari sebuah Gurun Barat di Negeri Martu. Pada saat itu, sekelompok saudara perempuan di kejar oleh seorang penyihir penuh nafsu yang sedang mencari istri.
Penyihir yang dapat berubah bentuk itu melakukan penyamaran untuk mengelabui para saudara perempuan dan berusaha memikat agar bisa merasukinya. Sang penyihir biasanya kerap berubah menjadi makanan lezat, air, pohon yang rindang, atau ular yang berair untuk menggoda targetnya yang tengah lapar.
Di sisi lain, para target juga ternyata dapat berubah bentuk. Mereka kerap menggoda dan membuat marah pengejarnya dan menciptakan songline saat berlari dan terbang. Dalam melintasi Anangu Pitjantjatjara Yankunytjatjara dan wilayah Ngaanyatjarra, bahasa para saudara perempuan mengalami perubahan ketika melarikan diri dan melintasi negara yang berbeda.
Aktivitas mereka terekam dalam karkteristik-karakteristik wilayah, seperti komposisi bebatuan, kubangan air, dan langit malam. Sementara itu, songline adalah rute pengetahuan yang melintasi benua dan membentuk sejarah fundamental Australia. Mereka memetakan rute dan aktivitas sosok pencipta leluhur yang telah menanamkan kisah tersebut dalam karakteristik wilayah.
Sri Kusmawati menambahkan bahwa pameran Walking Through a Songline merupakan kerja sama yang ketiga kalinya antara Kedutaan Besar Australia dengan Museum Kesejarahan Jakarta. Dalam catatan museum, kerja sama pertama adalah pada 2018 silam.
Pada saat itu, Kedutaan Besar Australia mengadakan pameran berjudul Faith Fashion Fusion yang menceritakan perkembagan fesyen muslim di Australia. Kerja sama kedua terjadi pada 2019 dengan pameran Boundless Plains: The Australian Muslim Connection.
“Setelah pandemi Covid-19 berakhir, hari ini, kedubes australia memlih lokasi Museum Kesejarahan Jakarta dengan judul Walking Through a Songline,” katanya.
Dia berharap, pameran yang akan berlangsung sampai akhir bulan ini tidak menjadi kerja sama terakhir antara keduanya. Menurutnya, kerja sama antara Kedutaan Besar Australia dengan Museum Kesejarahan Jakarta dapat terus berlanjut pada masa yang akan datang. Kerja sama itu dapat dalam bentuk kegiatan lain selain pameran guna mempromosikan kebudayaan Australia dan Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Imam Hadi Purnomo mengatakan bahwa pameran ini merupakan bentuk cerminan kolaborasi yang baik antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan negara sahabat.
“Saya sangat apresiasi Jakarta dipilih menjadi kota pertama yang mengawali rangkaian acara pameran Walking Through a Songline di indoensia,” ujarnya.
Dia menambahkan, pameran ini menyajikan narasi dengan cara yang menarik, yaitu imersif. Dengan begitu, maka pengunjung akan dimanjakan dengan visual dan audio yang apik.
Keberadaan pameran Walking Through a Songline membuat pengunjung museum juga akan memperoleh informasi tentang sejarah kehidupan Australia selain informasi tentang sejarah yang ada di Jakarta. “Tidak hanya sejarah formal, tapi folklor, legenda, budaya, dan lainnya,” tegasnya.
Kondisi tersebut akan membuat pengunjung memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas. Tidak hanya itu, pameran ini juga dapat memperlihatkan perspektif baru dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.
Untuk diketahui, para pengunjung dapat menikmati pameran ini secara gratis. Namun, perlu membayar tiket untuk masuk ke Museum Kesejarahan Jakarta berkisar Rp2.000 - Rp5.000 per orang. Genhype bisa menggunakan transportasi umum Kereta Rel Listrik (KRL), Transjakarta, atau transportasi daring jika ingin mengunjungi pameran ini.
Pameran Walking Through a Songline juga akan diadakan di Surabaya, Yogyakarta, dan Makassar setelah diadakan di Jakarta. Sebelumnya, pameran ini juga telah diadakan di negara lain, salah satunya adalah Kamboja.
Baca juga: Lambassador Sajikan Kelezatan Daging Domba Australia Berbalut Aroma Rempah Nusantara
Editor: Dika Irawan
Sri Kusumawati, Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta, Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, mengatakan bahwa jumlah pengunjung pameran bisa mencapa hampir 8.000 orang dalam tiga hari lantaran anak sekolah masih libur.
Baca juga: Pameran Walking Through a Songline Ajak Pengunjung Menyelami Kisah Penduduk Asli Australia
Selain itu, Museum Kesejarahan Jakarta juga merupakan museum yang paling banyak didatangi oleh masyarakat di Jakarta. Dalam satu tahun, jumlah masyarakat yang masuk ke dalam museum mencapai 800.000 orang.
“Jadi, ini adalah pemilihan [Museum Kesejarahan Jakarta sebagai tempat pameran] yang tepat,” katanya di Jakarta, Jumat, 7 Juli 2023.
Dia menjelaskan, pameran tersebut mendapatkan sekitar 3.000 orang pada hari pertama dan kedua. Sementara pada hari ketiga, sekitar 2.000 orang telah mengunjungi Walking Through a Songline di Museum Kesejarahan Jakarta.
Dengan begitu, maka dia meyakini bahwa akan banyak sekali masyarakat yang akan menyaksikan pameran itu dan mengenal kebudayaan negara yang juga dikenal dengan Negeri Kanguru.
Dalam catatan kuratorial Museum Nasional Australia, Walking Through a Songline menggambarkan pengalaman seperti sedang hanyut dalam sebuah lagu. Pameran ini memvisualisasikan songline seven sisters, yakni sebuah cerita yang mengalami pergantian seiring perubahan wilayah di seluruh benua dan area dari berbagai kelompok yang berbeda.
Kisah tersebut dimulai dari sebuah Gurun Barat di Negeri Martu. Pada saat itu, sekelompok saudara perempuan di kejar oleh seorang penyihir penuh nafsu yang sedang mencari istri.
Penyihir yang dapat berubah bentuk itu melakukan penyamaran untuk mengelabui para saudara perempuan dan berusaha memikat agar bisa merasukinya. Sang penyihir biasanya kerap berubah menjadi makanan lezat, air, pohon yang rindang, atau ular yang berair untuk menggoda targetnya yang tengah lapar.
Di sisi lain, para target juga ternyata dapat berubah bentuk. Mereka kerap menggoda dan membuat marah pengejarnya dan menciptakan songline saat berlari dan terbang. Dalam melintasi Anangu Pitjantjatjara Yankunytjatjara dan wilayah Ngaanyatjarra, bahasa para saudara perempuan mengalami perubahan ketika melarikan diri dan melintasi negara yang berbeda.
Aktivitas mereka terekam dalam karkteristik-karakteristik wilayah, seperti komposisi bebatuan, kubangan air, dan langit malam. Sementara itu, songline adalah rute pengetahuan yang melintasi benua dan membentuk sejarah fundamental Australia. Mereka memetakan rute dan aktivitas sosok pencipta leluhur yang telah menanamkan kisah tersebut dalam karakteristik wilayah.
Kerja Sama Ketiga Kalinya
Sri Kusmawati menambahkan bahwa pameran Walking Through a Songline merupakan kerja sama yang ketiga kalinya antara Kedutaan Besar Australia dengan Museum Kesejarahan Jakarta. Dalam catatan museum, kerja sama pertama adalah pada 2018 silam.Pada saat itu, Kedutaan Besar Australia mengadakan pameran berjudul Faith Fashion Fusion yang menceritakan perkembagan fesyen muslim di Australia. Kerja sama kedua terjadi pada 2019 dengan pameran Boundless Plains: The Australian Muslim Connection.
“Setelah pandemi Covid-19 berakhir, hari ini, kedubes australia memlih lokasi Museum Kesejarahan Jakarta dengan judul Walking Through a Songline,” katanya.
Dia berharap, pameran yang akan berlangsung sampai akhir bulan ini tidak menjadi kerja sama terakhir antara keduanya. Menurutnya, kerja sama antara Kedutaan Besar Australia dengan Museum Kesejarahan Jakarta dapat terus berlanjut pada masa yang akan datang. Kerja sama itu dapat dalam bentuk kegiatan lain selain pameran guna mempromosikan kebudayaan Australia dan Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Imam Hadi Purnomo mengatakan bahwa pameran ini merupakan bentuk cerminan kolaborasi yang baik antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan negara sahabat.
“Saya sangat apresiasi Jakarta dipilih menjadi kota pertama yang mengawali rangkaian acara pameran Walking Through a Songline di indoensia,” ujarnya.
Dia menambahkan, pameran ini menyajikan narasi dengan cara yang menarik, yaitu imersif. Dengan begitu, maka pengunjung akan dimanjakan dengan visual dan audio yang apik.
Keberadaan pameran Walking Through a Songline membuat pengunjung museum juga akan memperoleh informasi tentang sejarah kehidupan Australia selain informasi tentang sejarah yang ada di Jakarta. “Tidak hanya sejarah formal, tapi folklor, legenda, budaya, dan lainnya,” tegasnya.
Kondisi tersebut akan membuat pengunjung memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas. Tidak hanya itu, pameran ini juga dapat memperlihatkan perspektif baru dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.
Untuk diketahui, para pengunjung dapat menikmati pameran ini secara gratis. Namun, perlu membayar tiket untuk masuk ke Museum Kesejarahan Jakarta berkisar Rp2.000 - Rp5.000 per orang. Genhype bisa menggunakan transportasi umum Kereta Rel Listrik (KRL), Transjakarta, atau transportasi daring jika ingin mengunjungi pameran ini.
Pameran Walking Through a Songline juga akan diadakan di Surabaya, Yogyakarta, dan Makassar setelah diadakan di Jakarta. Sebelumnya, pameran ini juga telah diadakan di negara lain, salah satunya adalah Kamboja.
Baca juga: Lambassador Sajikan Kelezatan Daging Domba Australia Berbalut Aroma Rempah Nusantara
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.