Bisa Jadi Bom Waktu, Begini 5 Cara Mudah Mencegah Obesitas Pada Anak
11 July 2023 |
19:30 WIB
Obesitas pada anak dan remaja tengah menjadi sorotan. Prevalensi kasusnya pada usia 5-19 tahun bahkan meningkat 10 kali lipat dalam 40 tahun terakhir. Tentu kondisi ini harus menjadi perhatian para orang tua. Pasalnya, risiko mengalami penyakit tidak menular (PTM) ketika dewasa cukup tinggi.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022, 3,5 persen balita mengalami overweight atau kelebihan berat badan. Apabila tidak terkontrol, obesitas dengan ragam risiko penyakit tidak menular (PTM) pun mengintai.
Baca juga: Penyebab Kasus Obesitas Meningkat 3 Kali Lipat Dalam 40 Tahun Terakhir, Jakarta Nomor 2
“Bahaya obesitas yang pasti menyebabkan banyak masalah kesehatan dengan risiko diabetes, hipertensi, sindrom metabolik, beberapa jenis kanker, hingga keropos tulang,” ujar Ahli Gizi dr. Tan Shot Yen kepada Hypeabis.id, Selasa (1/7/2023).
Plt Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes dr. Lovely Daisy menyampaikan obesitas disebabkan beberapa faktor, baik dari individu, keluarga, lingkungan, dan sosial ekonomi. Kondisi penumpukan lemak berlebih dalam tubuh ini kerap dikaitkan dengan kurangnya aktivitas fisik.
Dia menyebut 64 persen anak usia 10-14 tahun kekurangan aktivitas fisik. Sebanyak 49,6 persen sisanya merupakan anak usia 13-18 tahun. “Sebagian besar anak sekolah tidak bugar,” tegasnya dalam konferensi pers yang digelar di Kementerian Kesehatan, Selasa (11/7/2023).
Pola konsumsi juga menjadi penyumbang obesitas pada anak dan remaja. Tidak sedikit bali yang memiliki tingkat kecukupan energi berlebih, tidak sejalan dengan asupan proteinnya.
Baik anak dan remaja, cenderung mengonsumsi makanan kekinian yang siap saji dan tinggi gula, garam, serta lemak. “Banyak anak tidak sarapan pada saat sekolah. Mau gak mau jajan di sekolah. Sebagian besar bukan masakan yang sehat,” tutur Daisy.
Oleh karena itu, penting bagi para orang tua untuk memantau pertumbuhan anaknya. Dengan demikian, mereka bisa melakukan deteksi dini risiko obesitas. “Sekitar 55 persen obesitas pada usia anak akan menjadi obesitas saat remaja. Sekitar 80 persen obesitas remaja akan bertahan hingga dewasa,” tegas Daisy.
Tan menyampaikan pemantauan bisa melihat grafik tumbuh dan kembang anak. Lihat apakah berat badan anak dan remaja sudah ideal menurut usianya dengan menurut indeks masa tubuh (IMT) mereka. Apabila sudah masuk ke dalam pra obesitas atau bahkan obesitas, sebaiknya para orang tua membawa anak merka ke dokter atau ahli gizi.
Nah, berikut ini yang bisa dilakukan para orang tua untuk mencegah anak dan remaja mengalami obesitas. Dicatat ya Bunda.
Daisy menyarankan agar orang tua menerapkan pola makan utama 3 kali sehari dan makan selingan dua kali sehari. Berikan makanan sesuai dengan kebutuhan kalori pada usianya dan sebaiknya batasi makanan kekinian yang tinggi gula, garam, dan lemak. Tingkatkan makanan sehar seperti sayur dan buah.
Esti Widiastuti, Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes menyampaikan sesuai Permenkes Nomor 30/2013 menyebut asupan maksimal gula dalam sehari, yakni 4 sendok makan atau 50 gram. Sementara itu garam hanya 1 sendok teh dan lemak 5 sendok makan.
Mayoritas jajanan seperti makanan dan minuman kekinian, memiliki tingkat kandungan gula yang tinggi. Untuk menyiasatinya, kamu bisa memilih untuk tidak menambahkan atau memakai gula ketika tetap ingin mengonsumsinya. Seperti memesan teh tanpa atau rendah gula.
Baca juga: Lika-liku Perjuangan Penyintas Obesitas, Dari Berat 100 Kg Menjadi Ideal
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022, 3,5 persen balita mengalami overweight atau kelebihan berat badan. Apabila tidak terkontrol, obesitas dengan ragam risiko penyakit tidak menular (PTM) pun mengintai.
Baca juga: Penyebab Kasus Obesitas Meningkat 3 Kali Lipat Dalam 40 Tahun Terakhir, Jakarta Nomor 2
“Bahaya obesitas yang pasti menyebabkan banyak masalah kesehatan dengan risiko diabetes, hipertensi, sindrom metabolik, beberapa jenis kanker, hingga keropos tulang,” ujar Ahli Gizi dr. Tan Shot Yen kepada Hypeabis.id, Selasa (1/7/2023).
Plt Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes dr. Lovely Daisy menyampaikan obesitas disebabkan beberapa faktor, baik dari individu, keluarga, lingkungan, dan sosial ekonomi. Kondisi penumpukan lemak berlebih dalam tubuh ini kerap dikaitkan dengan kurangnya aktivitas fisik.
Dia menyebut 64 persen anak usia 10-14 tahun kekurangan aktivitas fisik. Sebanyak 49,6 persen sisanya merupakan anak usia 13-18 tahun. “Sebagian besar anak sekolah tidak bugar,” tegasnya dalam konferensi pers yang digelar di Kementerian Kesehatan, Selasa (11/7/2023).
Pola konsumsi juga menjadi penyumbang obesitas pada anak dan remaja. Tidak sedikit bali yang memiliki tingkat kecukupan energi berlebih, tidak sejalan dengan asupan proteinnya.
Baik anak dan remaja, cenderung mengonsumsi makanan kekinian yang siap saji dan tinggi gula, garam, serta lemak. “Banyak anak tidak sarapan pada saat sekolah. Mau gak mau jajan di sekolah. Sebagian besar bukan masakan yang sehat,” tutur Daisy.
Oleh karena itu, penting bagi para orang tua untuk memantau pertumbuhan anaknya. Dengan demikian, mereka bisa melakukan deteksi dini risiko obesitas. “Sekitar 55 persen obesitas pada usia anak akan menjadi obesitas saat remaja. Sekitar 80 persen obesitas remaja akan bertahan hingga dewasa,” tegas Daisy.
Tan menyampaikan pemantauan bisa melihat grafik tumbuh dan kembang anak. Lihat apakah berat badan anak dan remaja sudah ideal menurut usianya dengan menurut indeks masa tubuh (IMT) mereka. Apabila sudah masuk ke dalam pra obesitas atau bahkan obesitas, sebaiknya para orang tua membawa anak merka ke dokter atau ahli gizi.
Nah, berikut ini yang bisa dilakukan para orang tua untuk mencegah anak dan remaja mengalami obesitas. Dicatat ya Bunda.
1. Hindari Makanan Kekinian
Daisy menyarankan agar orang tua menerapkan pola makan utama 3 kali sehari dan makan selingan dua kali sehari. Berikan makanan sesuai dengan kebutuhan kalori pada usianya dan sebaiknya batasi makanan kekinian yang tinggi gula, garam, dan lemak. Tingkatkan makanan sehar seperti sayur dan buah.Esti Widiastuti, Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes menyampaikan sesuai Permenkes Nomor 30/2013 menyebut asupan maksimal gula dalam sehari, yakni 4 sendok makan atau 50 gram. Sementara itu garam hanya 1 sendok teh dan lemak 5 sendok makan.
Mayoritas jajanan seperti makanan dan minuman kekinian, memiliki tingkat kandungan gula yang tinggi. Untuk menyiasatinya, kamu bisa memilih untuk tidak menambahkan atau memakai gula ketika tetap ingin mengonsumsinya. Seperti memesan teh tanpa atau rendah gula.
Baca juga: Lika-liku Perjuangan Penyintas Obesitas, Dari Berat 100 Kg Menjadi Ideal
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.